Penulis: Adinda Rahmania – 1910631190002
PORTAL JABAR,- Penggunaan internet dalam berkomunikasi di era digital memberikan kemudahan bagi kita sebagai pengguna untuk mendapatkan dan mengolah informasi dari media sosial. Tentu saja, hal tersebut memberikan berbagai macam tantangan yang muncul sebab kecanggihan teknologi memberikan konsekuensi yang perlu kita hadapi.
Sadar atau tanpa sadar, banyaknya informasi yang didapatkan oleh pengguna dari media sosial bisa menyebabkan ketumpahan informasi yang akhirnya akan membuat kita bingung apakah berita tersebut fakta atau hoax. Seperti yang kita tahu, bahwa hoax adalah informasi yang tidak berdasarkan data atau fakta dengan tujuan untuk menipu atau memperdaya masyarakat.
Dilansir dari kominfo.go.id, penebar hoax akan dikenakan KUHP, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ujaran kebencian yang menyebabkan terjadinya konflik sosial. Ujaran kebencian meliputi penghinaan, penistaan, pencemaran nama baik, memprovokasi, menghasut dan menyebarkan hoax.
Hoax dan ujaran kebencian dapat menimbulkan perpecahan. Konsekuensi dari kecanggihan teknologi dapat diatasi dengan kecakapan literasi media. Pengguna harus lebih pintar dari smartphone yang setiap hari kita gunakan. Tidak boleh termakan oleh berita hoax dan sadar akan tanggung jawab dan dampak dari apa yang kita sebar di media sosial. Salah satu kasus hoax dan ujaran kebencian yang sempat ramai di media sosial adalah unggahan @ruhutsitompul di twitter.
Postingan tersebut ramai diperbincangkan. Netizen beranggapan bahwa tweet tersebut terdapat unsur Rasisme dan ujaran kebencian dikarenakan foto tersebut merupakan editan (hoax) di mana Pak Anies diedit memakai pakaian adat dari daerah Papua beserta caption yang membawa nama Betawi.
Agar tidak mudah terpengaruh dengan postingan negatif, terdapat langkah-langkah agar pengguna media sosial tidak langsung membagikan, menyukai atau mengomentari postingan yang mengarah kepada perpecahan dan tergolong sensitif.
Pada tahun 2016, Septiaji Eko Nugroho, yang dahulu menjabat sebagai Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax, terdapat beberapa langkah dalam mengidentifikasi keaslian suatu berita:
1. Hati-hati terhadap judul provokatif dan periksa fakta informasi
Berita hoax biasanya menggunakan judul yang provokatif kepada satu pihak tertentu. Literasi media digital dapat membuat pengguna lebih kritis terhadap informasi yang bertebaran di media sosial. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya mengkaji ulang terlebih dahulu di berbagai sumber media resmi ketika mendapatkan informasi.
2. Lihat alamat situs
Apabila informasi didapatkan dari situs yang belum terverifikasi institusi resmi dan masih diragukan, mesti diwaspadai. Dalam media sosial, misalnya twitter, facebook, instagram perlu dilihat terlebih dahulu informasi dari akun tersebut. Apakah akun fake atau bukan.
3. Keaslian foto
Untuk memprovokasi pembaca, penyebar hoax memanipulasi foto atau video. Lakukan cek foto menggunakan Google Images sebagai pembanding.
Sebaiknya, jangan memberi ruang kepada oknum-oknum yang membuat postingan mengandung ujaran kebencian. Laporkan postingan dengan menggunakan fitur report di media sosial (Adinda Rahmania).
- Daftar Pustaka
Diandra. 2017. Penebar Hoax bisa Dijerat Segudang Pasal. Kominfo.go.id.
https://kominfo.go.id/content/detail/8863/penebar-hoax-bisa-dijerat-segudang%20pasal/0/sorotan_media - Yunita. 2017. Ini Cara Mengatasi Berita “Hoax” di Dunia Maya. Kominfo.go.id.
https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-maya/0/sorotan_media