“Dalam waktu dekat, saya akan melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk dilakukan supervisi pada Kejaksaan Negeri Garut sebagaimana amanat Pasal 10 UU RI Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”
KABUPATEN GARUT,– Adanya penandatanganan kerjasama antara para Kepala Desa di Kabupaten Garut denga pihak Kejaksaan negeri Garut dalam penanganan masalah hukum bidang perdata dan tata usaha negara pada Pemerintahan Desa, Jumat (24/1) lalu di Kantor Kejaksan Negeri Garut telah memperlihatkan kegagaan APIP dalam melakukan pembinaan dan pengawasan.
APIP (Inspektorat) diberikan kewenangan secara atribusi untk melakukan pembnaan dan pengawasan pemerintahan daerah dan Kepala Desa, sebagaimana ditegaskan Pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah RI Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang menyebutkan “Pengawasan Penyelenggaraan Pemerinthan Daerah yang dilaksanakan oleh APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan pada tahapan kegiatan:
a. Penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran daerah;
b. pelaksanaan penyelenggaran pemerintahan daerah;
c. pelaksanaan program strategis nasional;
d. Berakhirnya masa jabatan kepala daerah untuk mengevaluasi capaian rencana pembangunan jangka menengah daerah; dan
e. Pengawasan dalam rangka tujuan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Artinya dengan adanya penandatanganan MoU (kerjasama) antara Kejaksaan Negeri Garut dengan Para kepala Desa kemarin telah memperlihatkan ketidakbecusan dan ketgagalan APIP dalam menjalankan pembinaan dan pengawasan yang dibiayai oleh uang APBD/APBN dengan nilai fantastis mencapai Milyaran.
Contohnya pada tahun 2021, pengawasan Desa oleh APIP (Inspektorat) dibiayai oleh anggaran uang negara (APBD/APBN) sebesar Rp. 1.170.400.000 (satu milar seratus tujuh puluh juta empat ratus ribu rupiah), publik wajib mengetahui dana tersebut digunakan untuk apa, dan apa outputnya.
Selain itu, fungsi pembinaan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Garut pun diperlihatkan, karena tidak dirasakan menuju perbaikan sehingga harus dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
Kalaupun akan menjalin kerjasama antara Desa denga Kejaksaan, harus melalui Kepala Daerah (Bupati) sebagaimana fungsi Kepala Daerah (Bupati) ditegaskan dalam paragraf 3 Pembinaan dan Pengawasan oleh Kepala Daerah, Pasal 19 ayat (5) ayat (6) PP 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, cukup memberikan penjelasan yang pada pokoknya pembinaan dan pengawasan kepala daerah dibantu oleh APIP untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan keuangan desa mulai dari laporan pertanggungjawaban keuangan, efesiensi pengelolaan keuangan hingga pelaksanaannya.
Dan kalau itu dilaksanakan, tentu tidak ada masalah hukum ebagaimana dalam MoU antara Kejaksaan Negeri Garut dengan para kepala desa yaitu MoU masalah hukum bidang perdata dan tata usaha negara pada Pemerintahan Desa.
Kejaksaan Negeri Garut pun agar mempedomani tata kerja kejaksaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 15 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, dalam Paragraf 8 Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara pasal 24 ayat (2) menyebutkan tegas “Lingkup bidang perdata dan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara atau pemerintah, meliputi lembaga/badan negara, lembaga/instansi pemerintah pusat dan daerah, Badan usaha Milik Negara/Daerah dibidang perdata dan tata usaha negara UNTUK MENYELAMATKAN, MEMULIHKAN KEKAYAAN NEGARA, PENEGAKAN KEWIBAWAAN PEMERINTAH DAN NEGARA serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.”
Nah jadi cukup jelas tugas dan fugsi kejaksaan kalaupun akan bekerjasama (MuO) itu harus menyelamatkan, memulihkan kekayaan negara.
Kekayaan negara diartikan sebagai benda berwujud dan tak berwujud, baik bergerak maupun tak bergerak yang mempunyai nilai, yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh negara.
Kekayaan negara dibagi menjadi dua garis besar, yaitu kekayaan yang dikuasai oleh negara (domein in public) dan kekayaan yang dimiliki negara (domein privat).
Perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah tentang peran Pemerintah Republik Indonesia.
Kalau MoU dalam memulihkan kekayaan negara yang saya artikan penyelamatan kerugian keuangan negara (dana Desa yang beum dikembalikan), sangat setuju, karena masih diatas Rp. 4 Milyar terakhir saya update data kerugian yang belum kembalikan.
Tetapi kalau hal lain seperti rumor yang beredar mendapatkan perlindungan, saya juga dalam waktu dekat akan melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI adanya dugaan melindungi, menutup-nutupi adanya dugaan Tipikor.
Sebaiknya Kejaksaan Negeri Garut fokus menyelesaikan tunggakan perkara yang belum juga selesai bertahun-tahun. (*)
Narasumber : Asep Muhdin, SH
Masyarakat Pemerhati Kebijakan