PORTALJABAR – Manajemen PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk memastikan perusahaan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau menawarkan pensiun dini kepada kayawan meski mengalami beban keuangan berat selama pandemi Covid-19. Direktur GMF Andi Fahrurrozi menjelaskan, penghematan operasinal dari sisi karyawan dilakukan dengan cara tidak merekrut pegawai baru.
“Belum ada rencana pengurangan karyawan kecuali karyawan yang pensiun normal. Banyak yang akan memasuki pensiun normal pada tahun ini dan belum ada rencana untuk menggantikan (posisi yang kosong),” kata Andi dalam paparan publik, Jumat, 27 Agustus 2021.
Selain itu, GMF tidak memperpanjang kontrak tenaga alih daya. Perusahaan pun melakukan reposisi karyawan. Karyawan yang semula bekerja di lini usaha dengan kunerja kurang menguntungkan dipindahkan ke lini bisnis dengan kinerjanya masih positif.
Selanjutnya, GMF mengurangi beban dari operasional pegawai dengan memangkas beberapa benefit. Andi tidak menjelaskan lebih detail mengenai pemotongan benefit tersebut.
“Dengan demikian, kami lebih memilih mengoptimalkan pola kerja efisien untuk mendukung bisnis yang ada sekarang agar lebih efektif,” kata Andi.
GMF mengalami kerugian bersih sebesar US$ 328,8 juta atau Rp 4,7 triliun (asumsi kurs Rp 14.500) sepanjang 2020. Kerugian terjadi karena pendapatan anak usaha Garuda Indonesia ini menurun 51 persen dari US$ 519,5 juta per 2019 menjadi US$ 253,8 juta pada 2020.
Penurunan pendapatan terjadi seiring adanya pembatasan perjalanan akibat pandemi Covid-19. Sejak 2020, jumlah pergerakan penumpang pesawat berkurang tajam sehingga mempengaruhi bisnis industri maskapai dan turunannya.
Adapun pendapatan dari sisi afiliasi menurun 43 persen dari US$ 301,3 juta menjadi US$ 171 juta. Sedangkan pendapatan non-afiliasi anjlok lebih tajam mencapai 62 persen dari US$ 218,2 menjadi US$ 82,8.
Dari sisi segmentasinya, pendapatan repair and overhaul turun 58 persen menjadi US$ 175,2 juta dari sebelumnya US$ 417,2 juta. GMF tercatat memiliki empat hangar pesawat dengan kapasitas 32 slot.
Sementara itu, pendapatan line maintenance melorot 41 persen dari US$ 88,5 juta menjadi 52,6 juta. Turunnya pendapatan dari segmen ini diikuti dengan kinerja line maintenance yang anjlok 43,2 persen. Meski demikian, pendapatan ditopang dari segmen operasi lainnya yang tumbuh 89 persen dari US$ 183,8 juta menjadi 26,1 juta.
Andi mengatakan, beradasarkan prediksi Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional atau IATA, industri maintenance, pepair, dan overhaul atau MRO baru akan pulih pada 2024 seiring dengan normalisasi bisnis penerbangan.
Sumber: TEMPO.CO