PORTALJABAR, BEKASI – Pemanfaatan gas alam cair atau atau liquefied natural gas (LNG) sudah terserap ke sejumlah sektor industri. Menurut pengamat, ada beberapa poin yang harus disoroti pemerintah untuk meningkatkan konsumsinya di domestik.
Adapun dari sisi pelaku usaha, PT Pertamina melihat peluang LNG masih terbuka lebar ke depannya, tetapi ada sejumlah tantangan yang harus diatasi supaya pemanfaatan LNG lebih optimal.
Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran, Yayan Satyaki mengatakan saat ini ada sejumlah sektor industri yang sudah menyerap LNG, yakni industri petrokimia, pupuk, dan manufaktur lainnya yang masih sangat tergantung dari pasokan gas.
Selain itu, ke depannya dengan adanya rencana konversi konsumsi LPG rumah tangga dengan LNG melalui ekspansi gas perkotaan, penyerapan LNG akan semakin besar di domestik. Yayan menilai, ke depannya prospek penyerapan LNG akan cukup menarik jika orientasi Pemerintah adalah meningkatkan nilai tambah dan harga gas di hulu bisa turun.
“Melalui ini, dapat menstimulasi pasar domestik di beberapa sektor industri khususnya di Industri pertanian atau manufaktur. Tentu nantinya akan meningkatkan multiplier effect dan berdampak pada pemulihan ekonomi serta daya saing produk ekspor Indonesia,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (22/8).
Menurut Yayan, pengembangan ekosistem pasar gas di Indonesia dari sisi investasi hulu tidak ekonomis karena sudah kena hedging contract dengan investor. Alhasil, menyulitkan harga gas di dalam negeri, atau tidak kompetitif dibandingkan luar negeri.
Yayan berharap, untuk kontrak yang sedang dan baru digarap, harus menimbang industri domestik yang memberikan efek ganda yang lebih besar dibandingkan ekspor langsung tanpa menciptakan nilai tambah.
Sejak tahun 1977, Pertamina telah mengembangkan pasar LNG dengan mengoperasikan Kilang LNG Arun – Aceh dan Badak – Bontang. Saat ini Pertamina semakin gencar mengembangkan LNG dan telah menjualnya ke dalam negeri maupun luar negeri. Kendati peluang bisnis LNG masih terbuka luas, Pertamina juga melihat sejumlah tantangan yang harus diatasi supaya pemanfaatan LNG lebih optimal.
VP of Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan LNG merupakan salah satu energi yang dibutuhkan di masa transisi dari bahan bakar minyak menuju energi baru terbarukan. Pemanfaatan LNG merupakan salah satu upaya Pertamina dalam program dekarbonisasi.
“Tidak hanya mewujudkan bauran energi dan menggerakkan ekonomi nasional, LNG dapat dioptimalkan untuk mewujudkan penggunaan energi ramah lingkungan di mana cadangan gas bumi Indonesia masih cukup besar,” jelasnya.
Fajriyah memaparkan, ada sejumlah faktor yang mendorong pemanfaatan LNG sebagai energi bersih di Indonesia, yakni regulasi dari pemerintah yang menjadikan posisi gas bumi menjadi salah satu energi yang berperan penting dalam perencanaan bauran energi.
Faktor lainnya adalah permintaan energi gas dari sektor retail maupun komersial yang menginginkan energi yang bersih, bersaing dan rendah karbon. “Hal itu dapat mendorong ketertarikan investor yang dibarengi dengan penggunaan teknologi low carbon,” ujarnya.
Selain itu, menurut Fajriyah, faktor ketiga yang mendorong pemanfaatan LNG adalah upaya optimasi pemanfaatan gas bumi yang mulai dilakukan secara massif. “Salah satunya, subholding gas mendapatkan penugasan dari pemerintah melalui Keputusan Menteri No 13 Tahun 2020 untuk bisa meningkatkan peluang gas dengan program gasifikasi guna konversi BBM ke BBG di 52 pembangkit listrik di berbagai wilayah di Indonesia,” ungkapnya.
Adapun guna meningkatkan pemanfaatan LNG, Fajriyah mengatakan, akan dikembangkan penyediaan infrasrtuktrur dan aset-aset yang dibutuhkan. Pengembangan infrastruktur ini salah satu kunci mengoptimalkan konsumsi LNG, mengingat banyak daerah di Indonesia yang belum terjangkau gas. Dengan ini, LNG akan mampu mencapai pelanggan-pelanggan potensial menggunakan virtual pipeline atau infrastruktur gas non-pipa.
Berdasarkan sejumlah faktor tersebut, suholding gas terus berupaya mengoptimalkan pemafaatan LNG. Salah satu upaya terbaru adalah PT Perusahaan Gas Negara (PGN) bekerja sama dengan PT PAL Indonesia dan PT Badak Natural Gas Liquefaction (PTB).
PGN dan PAL akan melaksanakan kajian bersama mengenai pengembangan dan pembangunan LNG Carrier, dan storage tank gas untuk kebutuhan bisnis PGN.
Sedangkan dengan Badak Natural Gas Liquefaction, PGN akan menyusun kajian bersama mengenai bisnis LNG dan fasilitasnya, LNG bungkering, serta penyediaan LNG Hub untuk memenuhi kebutuhan gas di Cilacap, Meruap, Teluk Lamong, Antam Pomala, dan Smelter OSS Konawe.
Kendati banyak peluang yang terbentang dalam pengembangan LNG, Fajriyah tidak menampik bahwa masih ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi ke depannya.
Menurutnya, tantangan sekaligus peluang LNG yang dilihat Pertamina saat ini yaitu harga LNG yang terus bergerak mengikuti harga ICP minyak, sehingga perencanaan jangka panjang menjadi tantangan tersendiri. Kecuali apabila pihaknya bisa mendapatkan kontrak jangka panjang dengan harga yang cukup menarik untuk dapat diserap di dalam negeri. “Skema bisnis LNG juga bersifat terintegrasi dan dedikatif, mengingat prosesnya yang cukup panjang untuk dapat sampai ke end user,” kata dia.
Sama halnya dengan di luar negeri, pasar luar negeri juga akan melihat proyeksi terhadap demand dan supply LNG sebagai pilihan energi untuk pemenuhan kebutuhan energi mereka.
Untuk pasar luar negeri, subholding gas melakukan pendekatan dengan pemain LNG di negara-negara target yaitu Filipina, Myanmar, Vietnam dan Thailand. Selain itu, Pertamina juga mulai mengarahkan kepada pasar global dengan Jepang, Korea, Taiwan, China, negara Asia Tenggara, India, Pakistan, Turki, dan negara-negara Eropa sebagai negara target.
Pada tahun tahun 2035, diperkirakan pertumbuhan demand LNG akan berasal dari China, ASEAN, dan Asia Selatan (Bangladesh dan Pakistan). “Negara-negara seperti China dan India adalah dua negara yang sangat menyoroti energi yang lebih ramah lingkungan, sehingga akan meningkatkan demand energi di masa yang akan datang,” tandasnya.
Sumber: Kontan.co.id