PORTALJABAR, TORAJA – Sejak bulan Mei, objek wisata Patung Yesus Memberkati di Burake, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, telah dibuka kembali, tapi ini tidak resmi. Bahkan untuk masuk di area objek wisata ini, para pengunjung tidak dipungut biaya retribusi.
Mama Rini (42), warga lokal di area objek wisata yang sehari-hari menjual camilan di area tersebut mengatakan “Sudah beberapa minggu tempat ini mulai dibuka lagi, lumayan membantu kembali pemasukan kami penjual-penjual kecil begini,” tuturnya kepada DW Indonesia. Mama Rini mengatakan objek wisata ini sudah tutup sekitar delapan akibat pandemi corona.
Mama Rini bersama beberapa penjual lainnya tanpa ragu menawarkan camilan untuk para wisatawan. Saat ditanyakan mengenai risiko terpapar Covid-19 dan keinginan untuk divaksin, ia mengatakan “kalau terkena yah pastinya kita takut, karena ini ‘kan pengunjungnya juga banyak yang dari luar Toraja, tapi saya rasa selama saya pakai masker, dan toh juga kalau saya pulang saya tetap bersih-bersih, yah akan aman-aman saja. Tapi untuk vaksin sebenarnya saya masih ragu-ragu.”
Tidak hanya kembali berjualan di objek wisata, Mama Rini selama pandemi juga menyatakan masih kerap pergi ke acara-acara adat baik itu (acara syukuran) dan Rambu Solo’ (acara kedukaan).
“Tetap pergi, takut ndak takut sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, kita orang Toraja, ada keluarga yang punya acara rasanya bagaimana kalau kita tidak ikut, toh juga banyak yang pergi ke acara itu jadi yah ikut saja. Yang penting pakai masker,” imbuh Mama Rini.
Sejak Maret 2020 saat kasus pertama Covid-19 muncul di Toraja, pemerintah daerah mulai membatasi aktivitas masyarakat. Perbatasan kabupaten dijaga dengan melakukan pemeriksaan suhu tubuh atau jika ada berasal dari zona merah wajib membawa surat keterangan rapid dan tetap menjalankan karantina mandiri di rumah. Upacara-upacara adat seperti Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’ juga terpaksa ditiadakan serta tempat wisata ditutup. Ini tentu membuat sektor wisata di Tana Toraja lesu saat pandemi.
Mulai November 2020 hingga Juni 2021 selama masa sosialisasi dan pemberian vaksin, kasus terkonfirmasi positif memang cenderung berkurang, perlahan beberapa kegiatan adat mulai kembali berlangsung dengan adanya aturan protokol kesehatan.
Kasus infeksi kembali naik
Mulai November 2020 hingga Juni 2021 selama masa sosialisasi dan pemberian vaksin, kasus terkonfirmasi positif memang cenderung berkurang, perlahan beberapa kegiatan adat mulai kembali berlangsung dengan adanya aturan protokol kesehatan.
Kasus infeksi kembali naik
Penduduk Tana Toraja terdiri dari kurang lebih 300.000 jiwa dan dalam seminggu terakhir mulai terlihat penambahan kasus pasien positif Covid-19. Sebelumnya di Tana Toraja setidaknya 18 orang yang dinyatakan positif dan menjalani isolasi baik di rumah sakit maupun mandiri. Namun sejak 29 Juni 2021, angka infeksi mulai naik. Hingga Minggu (04/07) tercatat penambahan kasus hingga total 71 warga yang sedang menjalani isolasi setelah dinyatakan positif dan dua orang meninggal dunia.
Terkait lonjakan angka infeksi ini, Ketua Satgas Harian penanganan Covid-19 Kabupaten Tana Toraja, Semuel Tande Bura, mengatakan: “Satgas Kabupaten hingga ke kelurahan tetap saling koordinasi jika ada warga yang terpapar. 3T, Testing, Tracing dan Treatment tetap kita jalankan, kita telusuri semua orang-orang yang melakukan kontak erat dengan pasien yang dinyatakan positif.”
Ia juga menegaskan bahwa objek wisata yang secara tidak resmi dibuka oleh pemda akan kembali ditutup. Sementara untuk kegiatan adat ia mengatakan bahwa: “Kita memang menghargai adat, tapi apa perlu kita korbankan kesehatan dan keselamatan orang lain di saat seperti ini? Kuncinya kita harus bersabar dan menjaga diri dan kesehatan supaya semua selamat. Dalam kondisi sekarang kita harus tetap berjaga-jaga, kasus mulai melonjak lagi,” tambahnya.
Simpang siur imformasi hambat vaksinasi
Dilema vaksin juga masih menjadi pergumulan satgas dan warga. Pada tanggal 2 Juli 2021, data Dinas Kesehatan Kabupaten Tana Toraja mencatat sudah sekitar 37.096 warga yang menerima vaksin pertama jenis vaksin Sinovac.
Arthur (28), salah satu warga yang telah menerima vaksin dosis pertama, mengatakan: “Setahun lalu waktu mulai ada kasus di Toraja, tentunya takut untuk keluar, tapi perlahan mulai ikut-ikut kegiatan di luar apalagi acara adat, yah karena ada yang memang untuk keluarga selain itu tuntutan pekerjaan juga. Tapi tentunya karena ketemu dengan banyak orang, protokol kesehatan tetap diterapkan, karena kita takut. Jadi sebaiknya jika memang bisa divaksin, ayo vaksin.”
Sementara Arma (37) pedagang bahan kebutuhan pokok di Pasar Makale mengatakan “dulu waktu awal-awal apalagi ada kasus di Toraja terus di perbatasan ada pemeriksaan, yah saya tidak bisa berdagang disini, tapi lama-lama di perbatasan tidak ada pemeriksaan, jadi tiap hari saya bolak-balik Toraja-Enrekang untuk jualan sayur.”
Arma yang tinggal tidak jauh dari perbatasan Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang ini mengatakan ia belum divaksin. Alasannya, selain merasa ragu, Alma belum mendapat pemberitahuan resmi dari pemerintah. “Takut divaksin, soalnya banyak berita yang sakit-sakit setelah divaksin, lah bagaimana kalau malah kita jadi tambah parah setelah vaksin?”
Menanggapi hal ini dr. Ria Minolhta Tanggo, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tana Toraja, mengakui adanya tantangan berupa keengganan warga untuk menerima vaksinasi.
“Awalnya harus berulang-ulang pihak pusksemas dan perangkat desa untuk mensosialisasikan dan meyakinkan warga kalau vaksin itu baik untuk mengurangi risiko terpapar, tapi warga lebih gampang percaya berita-berita simpang siur tentang vaksin ini. Paling yang mau divaksin toh mereka-mereka yang memang mengerti kesehatan. Jadi memang butuh waktu cukup lama kami meyakinkan warga untuk mau divaksin, ” ujarnya kepada DW Indonesia saat ditemui di halaman SD Botang, Tana Toraja, dalam kegiatan pemberian vaksin.
Ia pun mengimbau warga untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, mengurangi kegiatan yang tidak penting di luar rumah, menggunakan masker dengan baik dan benar.
“Banyak yang beralasan tidak betah menggunakan masker karena tidak nyaman atau susah bernafas, maka dari itu, sebaiknya tidak perlu banyak kegiatan di luar rumah, terutama ke acara-acara adat yang banyak kerumunan orangnya,” kata dr. Ria Minolhta Tanggo.
Sumber: TEMPO.co