PORTALJABAR – Pelaku usaha ritel berharap aturan pelaksana kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 11 persen dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini.
Seperti diketahui, pemerintah resmi menaikkan PPN menjadi 11 persen dan membatalkan skema multitarif seiring dengan pengesahan RUU Harmonisasi Perpajakan menjadi undang-undang.
Kenaikan tarif PPN akan dilakukan secara bertahap menjadi 11 persen pada April 2022 dan 12 persen pada 2025.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mewakili pemerintah dalam Rapat Paripurna pengesahan RUU tersebut mengatakan bahwa penerapan tarif telah mempertimbangkan aspirasi masyarakat dan situasi terkini.
Terlepas dari pernyataan tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey tetap mengharapkan ada penyesuaian dalam aturan teknis Undang-Undang terbaru itu.
Meski kenaikan tidak besar, dia mengatakan bahwa sentimen yang mengemuka bisa masif mengingat PPN menjangkau berbagai sektor.
“Karena itu kami berharap di petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis lewat peraturan menteri atau aturan lainnya bisa tetap mempertimbangkan perkembangan ekonomi. Meski berangsur membaik, pemulihan berjalan tidak serta-merta,” kata Roy, Kamis (7/10/2021).
Selain itu, dia memperkirakan kenaikan PPN menjadi 11 persen bakal memengaruhi konsumsi rumah tangga. Terutama jika melihat awal penerapannya yang jatuh pada momen Ramadan dan Idulfitri 2022. Kenaikan itu berpotensi memicu inflasi akibat kenaikan harga dan permintaan.
“Karena ekonomi pulih perlahan, terutama di ritel, kami khawatir konsumsi rumah tangga akan tergerus,” imbuhnya.
Namun, pelaku usaha turut mengapresiasi keputusan pemerintah dan badan legislatif untuk tak meloloskan usulan pemberlakuan multitarif di kisaran 5–15 persen.
Usulan itu sempat disepakati dalam pembahasan tingkat pertama di Komisi XI DPR, tetapi usulan kebijakan tersebut akhirnya berubah dalam keputusan akhir saat rapat paripurna.
Sumber: Bisnis.com