Penulis : Hardy Adiprawira – 1910631190081 – Ekonomi Kreatif
PORTAL JABAR,- Perkembangan ekonomi di Indonesia berlanjut didorong oleh perilaku konsumsi pribadi. Berkat perkembangan dari berbagai macam marketplace dan sarana pembayaran online, perilaku pembelian impulsif yang mengenyampingkan interaksi sosial secara langsung menjadi bahasan yang sangat penting. Terutama di masa pandemi, banyak perilaku pembelian yang cenderung berubah yang dirasakan sebagian besar konsumen. Menurut Aprilia dan Septila (2017) impulsive buying adalah proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen tanpa mempertimbangkan kebutuhan suatu produk dan tidak melewati tahap pencarian informasi terhadap suatu produk serta sangat kental unsur emosionalnya. Biasanya, kebiasaan Impulsive Buying muncul ketika diri dirangsang oleh sesuatu yang menarik. Misalnya seperti diskon atau promo flash sale sehingga membuat diri menjadi tertarik membeli, karena merasa kesempatan tersebut tidak akan bisa didapatkan kemudian hari.
Verplanken dan Herabadi (2001) mengatakan terdapat dua aspek penting dalam pembelian impulif, yaitu aspek kognitif dan afektif. Aspek kognitif yang dimaksud ialah kekurangan pada unsur pertimbangan dan unsur perencanaan dalam pembelian yang dilakukan. Hal ini didasari bahwa pembayaran yang dilakukan mungkin tidak direncanakan atau dipertimbangkan secara matang. Sedangkan aspek afektif meliputi dorongan emosional yang secara serentak meliputi perasaan senang dan gembira setelah membeli tanpa perencanaan, selain itu perasaan yang tiba-tiba muncul dan tidak terkontrol dan merasa penyesalan karena telah membelanjakan uang hanya untuk memenuhi keinginannya.
Faktanya, Impulsive Buying membawa dampak negatif bagi para pelakunya. Kebiasaan ini cenderung membeli produk sesuai keinginan bukan berdasarkan kebutuhan. Tentu saja hal tersebut tidak baik jika terus dibiarkan dalam diri sendiri. Karena hal tersebut tentu saja dapat mengakibatkan pemborosan sehingga mengancam kesehatan finansial. Tak hanya itu, konsekuensi dari Impulsive Buying diantaranya adalah pembengkakan pengeluaran, rasa penyesalan yang dikaitkan dengan masalah keuangan, hasrat belanja telah memanjakan rencana (non-keuangan) dan rasa kecewa dengan membeli produk berlebihan.
Proses dalam setiap orang dalam membuat keputusan membuat keputusan merupakan proses yang kompleks, sehingga penyebab dari sikap impulsif akan sulit untuk ditemukan. Terdapat banyak alasan yang bisa mempengaruhi seseorang dalam mengambil sebuah keputusan. Perilaku Impulsive Buying juga bisa terjadi karena pengaruh dari strategi pemasaran setiap penjual. Misalnya, promo potongan harga, diskon, cashback, dan pengaruh dari sales bisa mendorong perilaku Impulsive Buying. Salah satu alasan mengapa masyarakat budaya mandiri rentan terkena sifat Impulsive Buying ialah karena tuntutan meredakan stres dengan bantuan orang lain seminim mungkin.
Impulsive Buying memiliki beberapa indikator. Pertama, yaitu pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Kemudian terdapat dorongan yang dirasakan konsumen secara tiba-tiba untuk melakukan transaksi. Selanjutnya kurangnya evaluasi substantif seperti kurangnya memperhitungkan seberapa penting barang tersebut untuk dibeli. Terakhir, keterbukaan konsumen dan keramahan terhadap rangsangan yang datang maupun yang muncul dari diri konsumen.
Banyak cara mencegah perilaku Impulsive Buying, antara lain:
1. Pastikan barang perlu dibeli atau tidak dalam 30 hari
Tips pertama mencegah Impulsive Buying adalah dengan menulis barang yang ingin dibeli, kemudian lihat kembali 30 hari kemudian. Dengan melakukan pencatatan ini dan melihatnya 30 hari kemudian, maka kamu dapat memastikan bahwa barang tersebut memang perlu untuk dibeli.
2. Batasi akses e-commerce
Hal kedua yang dapat dilakukan untuk menghindari perilaku Impulsive Buying adalah dengan membatasi akses e-commerce. Cukup banyak dorongan yang dapat diberikan oleh e-commerce untuk membuatmu melakukan Impulsive Buying. Salah satunya adalah adanya tampilan yang menarik, rekomendasi produk yang muncul terus-menerus di laman utama, serta diskon yang cukup tinggi.
3. ingat kembali tujuan keuanganmu
Tips mencegah Impulsive Buying selanjutnya adalah kamu perlu mengingat kembali tujuan keuanganmu. Jika kamu memang perlu menyisihkan pendapatan untuk tabungan, maka kamu perlu benar-benar membatasi pengeluaran yang kurang bermanfaat.
4. Pertimbangkan fungsinya
Hal selanjutnya adalah kamu perlu mempertimbangkan kembali fungsi dari barang yang akan kamu beli. Apakah dengan membelinya akan dapat mengurangi permasalahanmu, atau hanya keinginan untuk memilikinya saja. Dengan membiasakan hal ini, maka perilaku Impulsive Buying lambat laun akan terkurangi.
Jangan berbelanja kala sedang stres
Salah satu penyebab Impulsive Buying adalah adanya perasaan stres yang memengaruhi emosimu. Kamu akan lebih mudah terpancing untuk memiliki sesuatu kala sedang ada beban pikiran. Oleh karenanya, hindari akses ecommerce atau ke pusat perbelanjaan kala kamu sedang memiliki beban pikiran.
Ingat penyesalan saat terakhir kali melakukan Impulsive Buying
Hal terakhir yang dapat kamu lakukan untuk mencegah impulsive buying adalah dengan mengingat penyesalan saat terakhir kali kamu melakukannya. Dengan begitu, maka kamu dapat mengurangi perilaku Impulsive Buying ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Perdana, Arkan. 2021. Sering Beli Barang Tak Penting? Ini 6 Tips Mencegah Impulsive Buying. Diakses pada 15 Mei 2022 pukul 22:52 dari https://glints.com/id/lowongan/tips-mencegah-impulsive-buying/#.YoEhM9pBw2x
- Septila, R. & Aprilia, E. (2017). IMPULSE BUYING PADA MAHASISWA DI BANDA ACEH, 2(2). Psikoislamedia Jurnal Psikologi, Vol. 2, No. 1, 170-183.
- Verplanken, B. & Herabadi, A. (2001). INDIVIDUAL DIFFERENCES IN IMPULSE BUYING TENDENCY: FEELING AND No. THINKING. European Journal of Personality, 15, S71-S83.