PORTALJABAR,- Pemerintah pusat kembali mengingatkan pemerintah daerah terus mengampanyekan protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker – menjaga jarak – mencuci tangan pakai sabun di era PPKM Level.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, 3M ampuh mencegah penularan COVID-19. Oleh karena itu sosialisasi dan edukasi tidak boleh berhenti.
“Mengenai kampanye 3M karena ini penting sekali kita lakukan dalam konteks saling mendukung. Jadi saya pikir, kalau kita lihat posisi sekarang ini perlu ada edukasi (lebih) kepada masyarakat,” kata Luhut dalam rakor virtual Kampanye 3M, Jumat (23/7).
Apalagi saat ini, ada varian baru virus COVID-19 yang bernama varian delta yang tingkat penyebarannya lebih cepat. Efek varian delta ini juga membuat negara-negara maju seperti Australia dan negara di Eropa hingga Amerika kembali mengalami peningkatan kasus.
“Kalau kita lihat negara maju dengan tingkat vaksinasi tertinggi kemarin kembali mengalami peningkatan kasus karena varian delta. (Itu) Setelah relaksasi,” kata Luhut.
“Penggunaan masker terbukti menahan penyebaran kasus. Ini studi yang dilakukan dari menggunakan masker terhadap infeksi COVID-19 ini,” imbuhnya.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil merespons dengan mengatakan tiga hal kepada Menki Marves Luhut Pandjaitan. Pertama, Ridwan Kamil mengusulkan agar ada keputusan final istilah prokes untuk disampaikan ke masyarakat.
Pasalnya, di Jabar kampanye yang berjalan adalah 5M, yakni 3M plus menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Jika ada perubahan istilah Ridwan Kamil khawatir masyarakat bingung.
“(Kampanye) Di bawah sudah bukan 3M tapi 5M. Jadi spanduk di desa-desa itu bahasa publiknya sudah lama 5M bukan 3M. Jadi kalau sekarang harus balik lagi dari 5M ke 3M, tidak masalah juga. Cuma nanti ada pertanyaan dari publik berarti 2M yang kemarin itu gimana,” kata Ridwan Kamil yang mengikuti rakor dari Gedung Pakuan, Kota Bandung.
Kedua, terkait penggunaan istilah adaptasi kebiasaan baru (AKB). Jika pemerintah kembali menggunakan istilah _’new normal’_, maka akan kembali seperti 2020 ketika pertama kali pemerintah melonggarkan kebijakan PSBB.
“Mohon izin kita hindari juga kata _new normal_ lagi pak. Sudah disepakati juga narasinya adaptasi kebiasaan baru (AKB). Jadi kalau menarasikan kembali dengan kalimat _new normal_ balik lagi ke istilah tahun 2020,” kata Kang Emil.
Ketiga, Gubernur mendorong penggunaan aplikasi dan teknologi yang sama dalam memantau mobilitas masyarakat, agar tidak ada perbedaan data antara pemerintah pusat dengan pemda.
Ia mencontohkan, disiplin pakai masker dan jaga jarak jika mengacu pada data aplikasi pemantauan, tingkat kedisiplinan warg Jabar dalam memakai masker adalah 86 persen, dan menjaga jarak 83 persen.
Namun data tersebut berbeda dengan data berdasarkan aplikasi pemantauan yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Karena tingkat kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan berada di bawah 75 persen.
Kang Emil tidak mempermasalahkan penggunaan teknologi dari Google, Facebook, dan lain- lain. Namun cara mengukurnya harus satu patokan agar tidak ada perbedaan data. Sebab, pejabat publik di daerah harus terus berkomunikasi dengan masyarakat sehingga datanya harus sinkron.
“Mohon izin kepada Kepala BNPB (teknologi) perlu disinkronisasi,” tutup Ridwan Kamil. (*)