KOTA BANDUNG,– Sekitar 4.095 petani milenial angkatan 2022 diwisuda, di Graha Sanusi, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Selasa (30/5).
Gubernur Ridwan Kamil berharap, angka ini bersama lulusan angkatan-angkatan sebelumnya dapat membebaskan Jawa Barat dari potensi ancaman krisis pangan dan sumber daya manusia (SDM) di sektor ini. Mengingat, saat ini hampir di seluruh Indonesia tengah dihantui kedua disrupsi tersebut.
Terlebih para lulusan kata dia, telah mendapatkan pembinaan secara matang oleh pengampu dari dinas terkait. Sehingga diyakini sudah siap bersaing, baik di pasar skala nasional maupun global.
“Hari ini kami dengan bahagia mewisuda 4.095 petani milenial yang masuk kriteria berhasil, mengikuti pendampingan secara penuh. Mendapatkan perubahan dari sisi ekonomi, dengan empat kategori pemula, lanjutan, petani madya, petani utama yang menjadi inspirator,” ujar Emil usai acara bertajuk Inagurasi Petani Milenial tersebut.
Dia menambahkan, terus terjadi peningkatan minat pada program petani milenial. Hal ini menjadi bukti, bahwa program tersebut mengena bagi masyarakat dan tentunya jadi jaminan, di masa mendatang kans Jawa Barat bebas dari krisis sangat besar.
“Terjadi peningkatan minat, dari 4000an di 2021, naik 20 ribuan di 2022 dan naik di tahun ini di 30 ribuan pendaftar. Ini menandakan, petani milenial sangat diminati sebagai jawaban terhadap menjadi sumber ketahanan pangan, agar kita dijauhi dari krisis pangan. Kenaikan ini membuktikan, In Syaa Allah regenerasi petani akan terjaga dengan semangat program ini,” ucapnya.
Lebih lanjut Emil menegaskan, petani milenial bukanlah program karpet merah. Dimana para peserta dijamin pasti akan sukses oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Keberhasilan para peserta kata dia, kembali lagi dari usaha dan konsistensi pelaku. Pihaknya hanya memberikan pelatihan dan pendampingan, supaya peserta program memiliki kesiapan untuk bersaing di pasar.
“Program ini bukan memberi honor atau menggaji peserta. Bukan program karpet merah yang dijamin sukses, karena tugas dari pemerintah ini membersamai. Keberhasilan atau tidaknya bergantung dari kerja keras, konsistensi dari peserta,” terangnya.
Banyak contoh peserta dari program ini yang berhasil maupun tidak, tutur Emil. Dia meminta, kepada peserta yang belum berhasil untuk jangan mengeluh dan tetap berupaya bangkit, dengan menjadikan kegagalan sebagai motivasi agar lebih baik.
“Dari tiga yang kita tampilkan, terbukti sebagian mengalami kegagalan tapi tidak menyalahkan siapa-siapa karena kegagalan bagian dari proses yang harus dilalui untuk bangkit lagi dan akhirnya sukses. Contoh Teteh Koni di Ciamis, dari penghasilan kurang lebih Rp1 juta bisa mendapat sampai Rp40 juta. Petani teh yang kemudian diolah. Omset 2018 hanya sekitar Rp300 juta, meningkat sampai Rp2 miliar. Ini harus dimotivasi, jangan sampai karena satu dua kegagalan, seolah-olah di generalisasi program tidak berhasil atau pencitraan,” tuturnya.
Program petani milenial yang membina dari hulu hingga hilir ini papar Emil, telah mematahkan stigma sejumlah pihak. Bahwa apa yang ditawarkan Pemprov Jabar, nyatanya diterima secara logis oleh masyarakat dengan dibuktikan tingginya minat peserta pendaftar. Ini menjadi bukti kata dia, bahwa peluang di masa depan tinggal di desa, penghasilan kota mampu tercipta.
“Minat tadi menunjukkan program ini masuk ke logika mereka yang bersemangat. Bahwa yang kurang berhasil, ya begitulah kehidupan. Ini adalah tawaran dari Jawa Barat untuk generasi muda Indonesia bahwa di masa depan, tinggal di desa saja. Asal kuasai ilmu bisnisnya, digitalnya, In Syaa Allah rezeki kota. Bisnisnya bisa mendunia,” sambungnya.
Dia pun turut mengharapkan, program petani milenial dapat didukung oleh masyarakat dan terus berlanjut secara berkesinambungan, meski siapapun pemimpin Jawa Barat kelak.
“Saya minta semua masyarakat menilai secara objektif. Kalau ada sebuah program baik dari pemerintah, jangan dianggap pasti akan selesai seiring dengan pimpinan daerah selesai. Logika itu harus dipatahkan, karena kalau tiap lima tahun ganti program, ganti kebijakan yang bagus terputus,” pintanya.
Sebab program ini diyakininya akan menjadi solusi bagi Jawa Barat dalam menghadapi dua tantangan disrupsi, yakni krisis pangan dan krisis petani di masa mendatang. Mengingat potensi ancamannya telah mulai terasa sejak sekarang, dengan dibuktikan adanya impor sejumlah kebutuhan pangan yang dilakukan Indonesia.
“Menurut saya itu bukan pendidikan yang baik untuk bangsa ini. Itulah mengapa saya sudah mengatur, agar siapapun nanti pimpinan Jawa Barat, program regenerasi petani namanya apa saja silakan. Esensinya harus berkelanjutan agar dua, disrupsi krisis pangan dan regenerasi petani bisa kita selesaikan. Mudah-mudahan masyarakat bisa dengan jernih melihat ini adalah solusi, yang siapapun pemimpin politiknya. Gagasan ini terus dilanjutkan,” tandasnya. (*)