PORTALJABAR,- Pemprov Jabar bersama Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berkomitmen memproteksi para Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Hal tersebut dibuktikan dalam nota kesepahaman (Mou) kedua belah pihak yang dilangsungkan di Aula Timur Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (29/3).
Gubernur Jabar, Ridwan Kamil menegungkapkan dia apham betul keberadaan para pahlawan devisa yang menghasilkan Rp 159,6 triliun per tahun.
Karenanya ia berkomitmen untuk melindungi para pekerja migran secara lahir dan batin.
“Sebanyak Rp 159,6 triliun per tahun datang dari devisa pekerja migran. Jadi itu harus dilindungi lahir dan batin,” terangnya.
Ridwan Kamil mengimbau para pekerja migran agar menempuh jalur resmi agar dapat dilindungi secara lahir dan batin sehingga dapat dilacak keberadaannya.
Sebab, saat ini banyak PMI yang menempuh jalan non prosedural, tidak terdata, dan tidak terdaftar.
“Maka saya imbau masuklah ke pintu yang resmi agar dilindungi lahir batin, di-tracking dia kerja di mana saja,” lanjutnya.
Hal itu bertujuan untuk melindungi para pekerja migran saat tertimpa masalah hukum dengan majikan atau perusahaan di luar negeri.
Sehingga, permasalahan yang menimpa pekerja migran dapat segera ditangani oleh pemerintah.
“Kalau ada masalah hukum dengan majikan atau perusahaan, tracking-nya itu akan melindungi. Jadi jangan nunggu dulu putusan pengadilan baru negara ramai. Silakan bekerja di seluruh dunia, tapi agar negara bisa melindungi maka selalu mendaftarkan prosesnya melalui salah satunya Jabar Migran Service Center (JMSC),” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BP2MI, Benny Rhamdani menjelaskan, nota kesepahaman itu menjadi penting dan sesuai dengan mandat UU 18/2017 yang menyarankan tanggung jawab penempatan para pekerja dan perlindungan migran tidak hanya menjadi tanggung jawab pusat tetapi juga daerah.
Bahkan, tidak hanya provinsi tetapi juga kabupaten/kota hingga level desa.
“Kerja sama ini untuk memastikan proses penempatan berlangsung secara baik da benar. Mereka yang ditempatkan adalah anak-anak bangsa yang memiliki kompetensi setelah melalui proses pelatihan. Keterampilan yang dikuasai juga sesuai sektor pekerjaan dan yang lebih penting juga kemampuan berbahasa asing,” jelas Benny.
Menurutnya, para pekerja migran harus dikuatkan karena mereka merupakan wajah dan harga diri Indonesia.
Sehingga, pihaknya membuat MoU tersebut karena Jabar merupakan kantong penyumbang pekerja migran terbesar ketiga setelah Jatim dan Jateng.
“Sebagai kantong terbesar, pasti kan dibarengi dengan penempatan terbesar (pekerja migran) ilegal. Jadi harus dihadapi secara bersama-sama hanya dengan merawat sinergitas dan memperkuat komunikasi,” tuturnya.
Selain itu, Benny mengapresiasi kinerja Pemprov Jabar yang berhasil mengeluarkan Perda 2/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan PMI. Kemudian, yang lebih membanggakan yaitu Gubernur Jabar, Ridwan Kamil merupakan mantan PMI di New York.
“Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi bagi provinsi lain. Beliau (Ridwan Kamil) adalah mantan PMI, tentu memberikan spirit, energi, dan motivasi positif yang luar biasa. Menjadi pekerja migran itu ada kebanggaan dan kehormatan, bukan kehinaan dan tidak sebagai mana persepesi publik yang selama ini buruk,” ungkapnya.
Nota kesepahaman yang ditandatangi oleh kedua belah pihak meliputi aspek atau dimensi penempatan untuk memastikan proses migrasi akan selalu aman. Sebab, ada keterlibatan pemerintah daerah di dalamnya.
Kemudian, menjamin perlindungan yang dilakukan sejak hulu karena pihaknya tidak ingin menyelesaikan masalah di akhir-akhir.
Sehingga, pemerintah desa pun harus memastikan tujuan negara maupun tempat pelatihan masyarakat yang bekerja ke luar negeri.
“Ini yang paling penting dan menjadi dasar sebetulnya dari MoU kita. Jabar jadi yang pertama memiliki aplikasi Jabar Migran Service Center (JMSC). Mudah-mudahan jadi role model dan diikuti oleh provinsi lain di Indonesia,” tutupnya. (*)