KABUPATEN BANDUNG,– Rochadi Tawaf dari Fakultas Peternakan Unpad, menilai upaya penanggulangan wabah PMK tidak sebanding dengan kecepatan penularannya.
Pemerintah disebut tidak memiliki sarana yang memadai untuk mengawasi lalu lintas ternak secara ketat dari daerah wabah. Upaya lainnya seperti pemusnahan hewan ternak yang terinfeksi maupun pengadaan vaksin pun sempat terkendala dana.
Pemerintah, kata dia, harus lebih dulu menetapkan status KLB secara nasional sehingga anggaran untuk respons darurat penanganan wabah bisa berjalan dengan efektif.
Dari total 127 kabupaten yang melaporkan temuan kasus PMK, pemerintah sejauh ini baru menetapkan status KLB di beberapa kabupaten saja, seperti di Aceh Tamiang serta tiga kabupaten di Jawa Timur.
“Yang lainnya tidak dianggap sebagai wabah, ini kan persoalan administratif yang menyulitkan untuk pembelian vaksin, stamping out pemusnahan, tidak ada anggarannya,” jelas Rochadi.
“Pak Menteri Pertanian bilang kami bisa menyelesaikan dengan cara kami sendiri, tapi sampai saat ini yang mengeluh masyarakat. Faktanya di lapangan membesar. Oleh sebab itu, harapan saya pemerintah pusat harus segera mengeluarkan KLB sehingga dana tanggap darurat itu ada,” ujar dia.
Keresahan yang sama juga disampaikan oleh peternak seperti Asep dan Robi, yang mengaku heran mengapa pemerintah belum menetapkan status wabah nasional.
“Peternak jelas lah menderita, dilanda kepanikan sampai saat ini. Tiba-tiba jatuh. Saya sudah laporan ke kabupaten dan provinsi supaya ditetapkan ini kejadian luar biasa, wabah, supaya ada bantuan tanggap darurat, kompensasi tapi belum ada jawaban yang pasti,” jelas Asep.
Para peternak pun, kata dia, merasa pergerakan pemerintah “serba terlambat” dalam mencegah penyebaran luas wabah PMK.
Sedangkan menurut Sofyan Sudrajat, pemerintah tidak lagi bisa mengandalkan imbauan agar masyarakat tenang di saat fakta di lapangan menunjukkan penyebaran PMK kian masif.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada 23 Mei lalu, Menteri Pertanian Syahril Yasin Limpo meminta masyarakat untuk “tidak panik berlebih” agar tidak menimbulkan persoalan dalam tata niaga peternakan. (*)