KOTA BANDUNG,- Provinsi Jawa Barat memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, mulai dari panas bumi, surya, sampai air.
Sejalan dengan potensi itu, penting untuk PT Migas Hulu Jabar bertransformasi menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak terbatas pada bidang usaha migas lingkup kegiatan usaha hulu, tetapi diperluas menjadi lingkup usaha energi dan sumber daya mineral.
Melalui rapat paripurna DPRD Provinsi Jabar pada Senin (4/7), PT Migas Hulu Jabar bertransformasi menjadi PT Migas Utama Jabar (PERSERODA).
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengemukakan, transformasi tersebut menjadi salah satu inovasi Pemda Provinsi Jabar dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurutnya, dengan adanya perluasan bidang usaha, PT Migas Utama Jabar diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan pengembangan usaha, mengoptimalkan potensi energi dan sumber daya mineral, serta menggerakkan perekonomian daerah di Jabar.
“Lahirnya BUMD semangatnya adalah untuk meningkatkan PAD selain dari fiskal dan pajak-pajak yang lain,” ucap Pak Uu –sapaan Uu Ruzhanul.
“Maka ini adalah salah satu inovasi Pemprov Jabar bersama DPRD dalam meningkatkan PAD Jawa Barat,” imbuhnya.
Pak Uu mengatakan, perubahan bentuk hukum BUMD PT Migas Utama Jabar ini telah melalui fasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri, dan selanjutnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan akan disampaikan kembali kepada Menteri Dalam Negeri agar mendapatkan nomor register, untuk kemudian ditetapkan dan diundangkan menjadi Peraturan Daerah.
“Sekarang legalitasnya sudah diperbaharui, kewenangannya ditambah, yang kemarin tidak bermanfaat sudah di-drop, artinya payung hukum yang ada ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan kami. Masukan-masukan dari DPR, tinggal kami memanfaatkan Perda tersebut,” papar Pak Uu.
Berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dan PP No 54 Tahun 2017, adanya perluasan bidang usaha mendorong bentuk hukum perusahaan harus diubah menjadi perusahaan Perseroan Daerah.
Di samping itu juga, dalam butir 237 Lampiran II Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-undangan, apabila dalam hal satu sistematika berubah lebih dari 50 persen kemudian esensi juga berubah, maka dapat diganti dengan yang baru. (*)