PORTAL JABAR,- Pihak keluarga pasien melahirkan yang perlu penangan khusus, sangat menyesalkan atas stetement kepala Puskesmas Cibuaya kepada awak media disela kegiatan rapat minggon Kecamatan di desa Sedari. Selasa (25/1).
Keluarga pasien, Muhammad Anwar Safrudin, selaku menantu dari pasien (Red – Hj. Masitoh) mengatakan, dalam video yang saya terima ketika Kepala Puskemas Cibuaya melakukan jumpa Pers dengan rekan-rekan media, sangat di sayangkan kepala puskemas menyatakan “Bahwa pasien bukan ditolak dan sudah SOP nya tidak meninggalkan gedung, karena memang untuk persalinan itu sebaiknya di fasilitas pelayanan kesehatan yaitu PONED, klinik/rumah bersalin dan praktek bidan”.
“Padahal, kami sudah menjelaskan, pada waktu itu pasien tiba-tiba sudah melahirkan duluan, bayi keluar masih dengan ari-ari nya, pihak keluarga meminta bidan puskesmas agar datang kerumah untuk melakukan penanganan emergency pada pasien, dan kami pun sudah siapkan kendaraan untuk menjemput bidan tersebut, namun bidan abaikan dan acuh, kalau mau melahirkan kemudian dibawa ke puskemas itu dibenarkan harus SOP, ini emergency,” ungkap Anwar pada portaljabar.net. Selasa (25/1).
Anwar menuturkan dan ketika ada hal tidak diinginkan siapa nanti yang bertanggung jawab, pasien kritis masih dengan ari-ari nya, masa harus dibawa ke Puskesmas, bagaimana caranya dan soal peralatan kurang memadai, terpenting liat dulu pasien nya, kalau tidak ada bidan desa, kami tidak tau bagaimana nasib ibu dan bayi nya.
“Nah, disitu sudah jelas kenapa bidan desa bisa melakukan penganan sementara bidan puskemas tidak, makanya stetement Kepala Puskesmas (Red – Dr. Eva) dalam jumpa pers tersebut sangat menyakiti hati keluarga kami, dan meminta kepada dinas terkait agar kepala puskemas diberikan sanksi atau dipindahkan,” Tegasnya.
Hal tersebut mengundang reaksi dari Lembaga Bantuan Hukum Cipta Keadilan Rakyat (LBH CAKRA).
Direktur LBH Cakra, Hilman Tamimi mengatakan bukan berpacu pada SOP, kalaupun mesti darurat SOP bisa terkalahkan, bidan didesa tingkatan puskesmas, itu untuk menjangkau ke rumah-rumah diwilayahnya, bukan untuk menyulitkan pelayanan kesehatan, yang benar kan seperti itu SOP nya.
Lanjut Hilman, mangkanya kalau memang kekurangan personil ditambah bidan, dan kalau memang kekurangan alat ya diminta alatnya. Apalagi kan rawat inap di puskesmas pasti sudah memenuhi standar bidan pastikan sudah lengkap alat untuk melahirkan terutama.
“Kalau alasan SOP alasan yang mana, dan aturan perda nomor berapa, bidan tidak boleh ngejangkau ke rumah-rumah warga, sama saja kalau begitu puskesmas melakukan pembiaran dan melakukan penghilangkan nyawa terhadap pasien dan itu berujung pidana,” terangnya.
Kami sudah melakukan komunikasi dengan sekertaris dinkes, dan beliau (Red-sekertaris dinkes) mengakui kesalahan dari pihak bidan puskemas cibuaya, meminta maaf kepada keluarga pasien dan akan melakukan pemanggilan kepada kepala puskemas terkait stetment nya yang menyatakan tidak meninggalkan SOP, karena ini menyangkut pasien emergantcy.
Lebih jauh Hilman Tamimi menjelaskan, pelanggaran tersebut masuk kategori sedang, sanksi kode etik ada tiga kriteria yakni sanksi ringan, sedang dan berat. Sedangkan terkait bidan Puskesmas menyangkut tentang etika, sehingga masuk kategori sedang yaitu diberikan pembinaan dan pencabutan izin praktik.
“Dan jika mengacu ketentuan Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, berdasarkan UU No. 36/2009 sebagaimana tercantum dalam Pasal 190 (1) sudah jelas dan tidak perlu di interpretasikan lagi bahwa pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/ tenaga kesehatan yang melakukan praktek atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pasal 32 (2) atau pasal 85 (2) maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 200 juta,” pungkasnya. (wins)
Ket. Poto : Kepala Puskesmas Cibuaya, Dr. Eva yang didampingi stafnya saat berstetement dihadapan awak media