KOTA BANDUNG,- Sidang kasus korupsi suap pengadaan CCTV dan ISP pada program Bandung Smart City kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin, 14 Agustus 2023.
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof Nandang Sambas SH, M.Hum dihadirkan sebagai saksi ahli.
Dalam sidang, Nandang diminta untuk menjelaskan sejumlah hal seperti esensi gratifikasi, suap, dan pemerasan.
Nandang juga diminta pandangan terkait kasus korupsi suap pengadaan CCTV dan ISP program Bandung Smart City.
Nandang mengungkapkan, kasus korupsi suap pengadaan CCTV dan ISP program Bandung Smart City didasarkan pada adanya kesepakatan antara pemberi dan penerima.
“Secara normatif, ada komitmen antara pemberi dan penerima terkait dengan persoalan persoalan tentang proyek pekerjaan,” ujar Nandang di PN Bandung, Senin 14 Agustus 2023.
Nandang menilai, kasus korupsi suap pengadaan CCTV dan ISP program Bandung Smart bukanlah kasus luar biasa.
Menurutnya, kasus korupsi suap dalam mendapatkan proyek pekerjaan dari pemerintah sudah menjadi rahasia umum. Ada aturan tidak tertulis di mana pengusaha harus memenuhi keinginan dari pihak penyedia pekerjaan.
“Ada pertanyaan dari Penasihat Hukum (PH) meminta dibedakan antara suap, gratifikasi, pemerasan, dan pungli. Memang, nampaknya ini masuk ke kondisi suap memang kasus ini saya sekilas membaca memahaminya memang suap,” kata dia.
Ia mengatakan hampir semua tindak pidana korupsi yang melibatkan pengusaha modusnya adalah memanfaatkan kelemahan atau posisi pengusaha.
Ia menegaskan tak berpihak pada siapapun tetapi ada suatu sistem yang buruk sehingga menyebabkan tumbuh suburnya korupsi di Indonesia.
“Ini lingkaran setan sebetulnya, mau melakukan atau tidak melakukan (suap) nanti jadi masalah. Tidak melakukan tidak mungkin dia dapat proyek, melakukan juga salah gitu,” pungkasnya.
Sementara kuasa hukum terdakwa, Wildan Muklisin mengungkapkan kronologi perkara kliennya diduga telah melakukan suap kepada Pejabat Dishub Kota Bandung.
Menurut Wildan, berawal pada bulan Ramadhan ada pertemuan antara pengusaha dan pihak Dishub Kota Bandung yang intinya diarahkan untuk menyediakan dana dengan angka tertentu untuk disetorkan kepada pimpinan yang digunakan untuk THR Lebaran.
“Sehingga para kabid mencari cara untuk mendapatkan target setoran dan salah satu cara adalah meminta kepada pihak swasta yang memiliki pekerjaan di Dishub, salah satunya adalah PT.CIFO,” kata Wildan saat dikonfirmasi.
Wildan menjelaskqn pihak yang berperan aktif meminta uang itu adalah oleh pihak Dishub Kota Bandung, bukan inisiatif PT CIFO.
Wildan menegaskan, Khairul Rijal yang merupakan Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bandung berinisiatif meminta uang kepada PT CIFO.
“PT CIFO memberikan uang Rp.86 Juta dari keseluruhan yang diminta Haerul Rijal sebesar Rp.100 juta. Dari situlah kita bisa melihat ada unsur pidana didalam nya, dimana ada suatu penekanan dan keharusan PT CIFO untuk menyerahkan uang kepada Dishub Bandung,” tegasnya.
Wildan mengungkapkan hal ini menjadi dilema bagi PT CIFO karena yang meminta adalah pejabat tinggi di salah satu kedinasan.
Maka sudah jelas, imbuh dia, sudah terlihat adanya unsur penekanan pada pengusaha.
“Jadi disini PT.CIFO tidak ada niat uniuk melakukan tindakan melawan hukum, justru disinilah adanya pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat Dishub Kota Bandung. Apabila perkara ini dikaitkan dengan keterangan saksi ahli bahwa pungli yang dilakukan oleh oknum di beberapa instansi pemerintah itu sudah jelas salah karena bisa menyeret seseorang ke ranah hukum dan dapat merugikan secara moril maupun materil. Kesaksian Ahli yang di hadirkan pihak terdakwa tentu saja menjadi bahan dalam nota pembelaan nanti,” pungkasnya. (*)