PORTALJABAR, MAJALENGKA – Masyarakat Kabupaten Majalengka patut berbangga karena memiliki sebuah kain khas bernama Tenun Gadod. Tenun Gadod merupakan kain yang dibuat dari bahan kapas.
Tenun Gadod ini adalah kain yang berasal dari Desa Nunuk Baru, Kecamatan Maja, Majalengka. Saat ini perajin Tenun Gadod ini diketahui hanya ada satu orang di Jawa Barat yakni Emak Maya (80).
Kurangnya perajin Tenun Gadod saat ini membuat kain tradisional ini terancam punah. Padahal Tenun Gadod ini sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang dan sempat mengalami masa keemasannya.
Siti Khodijah (21), keponakan dari Emak Maya mengatakan, tidak ada bukti tertulis mengenai sejarah dari Tenun Gadod ini. Namun sepengetahuannya, Tenun Gadod ini sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang.
“Tenun gadod sejarahnya sebenarnya tidak ada bukti tertulis cuma cerita turun menurun saja. Tapi tenun ini sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang,” kata Siti, Jumat (10/9).
Awalnya Tenun Gadod yang berarti kuat dan tebal ini dibuat dengan menggunakan kapas alit alias kapas Jepang. Namun karena kapas tersebut sudah tidak lagi ditemukan di Desa Nunuk, perajin kemudian menggunakan kapas honje untuk membuat Tenun Gadod.
“Awalnya tenun ini menggunakan kapas alit atau kapas Jepang karena pada masa itu masa penjajahan Jepang. Sekarang tidak ada lagi kapas Jepang jadi pakai kapas honje,” ucap Siti.
Siti menjelaskan proses pembuatan satu buah kain Tenun Gadod dibutuhkan waktu sekitar 7-10 hari. Proses pembuatan Tenun Gadod yang dimulai dari tahap pembuatan benang, pewarnaan hingga menghitung kebutuhan untuk satu kain masih dilakukan secara tradisional.
Cara-cara tradisional itulah yang kemudian menjadi ciri khas Tenun Gadod dan membedakannya dengan tenun-tenun lainnya yang ada, termasuk menanam sendiri kapas honje sebagai bahan baku Tenun Gadod. “Untuk proses pembuatan banyak caranya dan waktunya lama, untuk satu kain membutuhkan waktu sekitar 7-10 hari dari membuat benang, menghitung kebutuhan untuk satu kain, kemudian proses pewarnaan itu tradisional semua,” ujar Siti.
“Proses itulah yang kemudian membedakan Tenun Gadod dengan kain lainnya, karena semuanya dibuat sendiri. Kapasnya juga ditanam sendiri kemudian dibuat benang,” ucap dia menambahkan.
Sayangnya, Tenun Gadod ini terancam punah karena kurangnya minat warga yang membuat kain tradisional tersebut. Saat ini hanya ada Emak Maya, Siti Khodijah dan seorang lainnya yang masih eksis membuat Tenun Gadod.
“Tadinya ada dua, Mak Maya sama Mak Kasti. Tapi Mak Kasti sudah almarhumah, sekarang regenerasi Tenun Gadod ini baru dua orang, saya sama teman saya satu,” ujarnya.
Siti-pun berharap Tenun Gadod ini masih bisa terus eksis dan kembali ke masa keemasannya seperti dulu. “Iya maunya banyak yang ikut bikin supaya terus lestari dan makin terkenal lagi Tenun Gadod ini,” kata Siti.
Sumber: detiknews