PORTALJABAR,- Setelah lebih 3 bulan ditetapkan sebagai tersangka oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mantan Komisaris Utama Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, Nurhasanah resmi ditahan, Selasa (29/6).
Sejak itu pula, Nurhasanah dititipkan di ruang tahanan Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri)/
Perempuan dengan pemilik nama lengkap Hj. Nurhasanah, S.H, M.H. ini merupakan mantan Ketua Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJB Bumiputera 1912 selama 2 periode.
Nurhasanah, sebagai Ketua BPA dalam struktur AJB Bumiputera 1912 merupakan komisaris utama, yang menunjuk jajaran direksi di perusahaan asuransi mutual satu-satunya di Indonesia itu.
Informasi yang dihimpun, Nurhasanah menjadi tersangka dalam kasus mengabaikan, menghambat pelaksanaan dan kewenangan OJK.
Sehingga Nurhasanah, ditengarai akan menghilangkan barang bukti dalam kasus dan penahanan ini akan memudahkan proses pemeriksaan oleh OJK.
Hal ini tertera dalam Pasal 53 ayat (1) dan Pasal 54 ayat (1), Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 53(1)
Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Pasal 54(1)
Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau tugas untuk menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, korporasi dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Sebelumnya, gugatan praperadilan Nurhasanah ditolak Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus), atas penetapan statusnya sebagai tersangka oleh OJK.
Hakim PN jakpus Dariyanto menolak permohonan Nurhasanah soal sah/tidaknya penetapan tersangka. Berdasarkan dokumen nomor perkara; 3/Pid.Pra/2021/PN Jkt.Pst dengan tanggal putusan 12 April 2021.
Dalam gugatan Nurhasanah itu, Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (OJK) menjadi termohon dalam perkara.
“Menolak Permohonan Praperadilan dari Pemohon untuk seluruhnya, menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara ini yang jumlahnya nihil,” begitulah amar putusan Hakim, Selasa 13 April 2021.
Usaha Nurhasanah mendorong permohonan supaya pengadilan menyatakan keputusan OJK yang menetapkan dirinya sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana mengabaikan atau tidak memenuhi atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK adalah tidak sah atau tidak berdasarkan atas hukum.
Seperti diketahui, Nurhasanah sebagai Ketua Badan Perwakilan Anggota periode 2018–2020 AJB Bumiputera 1912 ditetapkan OJK sebagai tersangka.
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam L. Tobing mengungkapkan, penyidik OJK menegaskan Nurhasanah tidak melaksanakan atau tidak memenuhi Perintah Tertulis OJK.
Ini tercantum dalam ketentuan Pasal 38 Anggaran Dasar (AD) AJB Bumiputera 1912. Padahal OJK telah membuat perintah tertulis dalam Surat KE IKNB Nomor S-13/D.05/2020 tanggal 16 April 2020.
Perintah OJK kepada Nurhasanah, yang berisi permintaan OJK bagi Bumiputera untuk menjalankan pasal 38 AD Bumiputera 1912.
Perintah OJK tersebut harus dijalankan oleh organ Rapat Umum Anggota (RUA), Direksi, dan Dewan Komisaris AJB Bumiputera 1912, paling lambat 30 September 2020. Namun semua itu ditentang oleh Nurhasanah. (*)