PORTALJABAR, BANDUNG – Kemiskinan merupakan masalah pembangunan, terutama di negara berkembang (Todaro & Smith, 2011; Haughton & Khandker, 2012). Kemiskinan juga didefinisikan sebagai kondisi berkurangnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara memadai, seperti keterbatasan pendapatan, keterampilan, status kesehatan, pengelolaan aset keuangan, atau akses informasi (Isdijoso, Suryahadi & Akhmadi, 2016).
BPS menyebutkan persentase penduduk miskin di Kota Bandung sudah mencapai 3,38% hanya di tahun 2020 saja. Kemudian, data tersebut diperbaharui dengan jumlah yang baru yakni sebanyak 4,37% di tahun berikutnya, 2021. Garis kemiskinan (GK) Kota Bandung sebesar Rp515.396,- per kapita per bulan untuk maret 2021. Dalam dokumen Kota Bandung Dalam Angka yang diterbitkan BPS pada Februari 2022, jumlah penduduk miskin pada tahun 2020 semula sebanyak 100.020 jiwa. Jumlah tersebut kemudian akan bertambah menjadi total 112.500 penduduk miskin di Kota Bandung pada tahun 2021.
Data BPS menyebutkan proporsi penduduk miskin di Kota Bandung akan meningkat menjadi 3,38 persen pada tahun 2020. Data kemiskinan akan meningkat sebesar 4,37 persen pada tahun 2021. Menurut data lain, tingkat kedalaman kemiskinan di Kota Bandung sebesar 0,61 persen pada tahun 2020. Pada 2021, nilainya akan meningkat menjadi 0,78 persen. Saat itu, angka kemiskinan Kota Bandung sebesar 0,13 persen pada tahun 2020. Pada tahun 2021, data menunjukkan peningkatan kembali menjadi 0,24 persen.
HMI Cabang Bandung Melalui Ketua Bidang Kebijakan Ekonomi dan Investasi, Muhammad Zeinny Mengatakan, “Kehadiran resesi & depresi tidak bisa dicegah terkecuali meringankan impak yg mungkin terjadi. Kala perekonomian terus tumbuh dalam jangka panjang ditemukan marginal efficiency of capital – sebut saja penghasilan berdasarkan sebuah investasi yang menurun dengan akibat mengurangi impian pemilik modal yang enggan berinvestasi & mengalihkannya ke sektor keuangan menjadi cara lain mendapatkan penghasilan berdasarkan bunga atau saham. Hal inipun adalah yg masuk akal yg dilakukan sang pemilik modal (investor). Tindakan ini diklaim tindakan rasional yg dilakukan sang investor bagi menghindar berdasarkan kerugian ataupun buat mendapatkan penghasilan pengganti. Program Kompensasi (Compensatory Programme) bersifat jangka pendek & bertujuan buat menolong penduduk yang secara pribadi terkena impak kebijakan penyesuaian struktural ekonomi (economic structural adjusment). Kebijakan yang berlangsung secara bersamaan ini pula menrmbulkan ekses bagi para pekerja yang terkena pemutusan interaksi kerja. Adapun acara penanggulangan kemiskinan adalah acara hegemoni pembangunan jangka panjang yg dilakukan secara berkesinambungan sang pemerintah & warga” Tandasnya.
Menurut Zeinny, model pembangunan yang berpusat pada manusia lebih menekankan pada pemberdayaan. Model ini menganggap inisiatif kreatif orang sebagai sarana pembangunan yang paling penting, dan melihat kesejahteraan material dan spiritual orang sebagai tujuan dari proses pembangunan.Kajian strategis pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya, dan politik, merupakan kontribusi penting bagi restrukturisasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Transformasi ini menawarkan peluang besar bagi masyarakat untuk berkembang secara inklusif. Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan merupakan strategi yang dianggap tepat apabila faktor-faktor penentunya dikondisikan agar esensi pemberdayaan tidak terdistorsi.
Muhammad Zeinny juga menyotori tentang Upaya lain buat menanggulangi perkara kemiskinan merupakan partisipasi aktif semua warga melalui sebuah gerakan yg massif. Gerakan ini dilakukan buat menghilangkan kesan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan “hanya” adalah tanggung jawab pemerintah. Partisipasi aktif warga pula memberitahuakn bahwa mereka mempunyai ikut merasakan yg pada yg dibangun berdasarkan prinsip silih asih, silih asuh dfan silih asah. Kepedulian pemerintah pada penanggulangan kemiskinan bisa dipandang melalui acara Gerakan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (Gerdu Taskin) yg dicanangkan pemerintah semenjak 1998.
“ketimpangan pendapatan akan menghambat pertumbuhan. Hal ini karena ketimpangan menyebabkan kebijakan redistribusi pendapatan yang mahal. Faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan pendapatan sudah diteliti sebelumnya. Namun belum jelas apakah faktor yang benar- benar berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan sebab sampai sekarang ketidakmerataan pendapatan masih terus terjadi “ Tegas Ketua Bidang Kebijakan Ekonomi dan Investasi HMI Cabang Bandung Tersebut.
Discussion about this post