KOTA BANDUNG,- Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengecam pembongkaran bangunan bersejarah cagar budaya rumah Ema Idham atau rumah singgah Bung Karno di Jalan Ahmad Yani nomor 12, Kelurahan Padang Pasir, Kota Padang belum lama ini.
Sekretaris Jenderal DPP PA GMNI, Abdy Yuhana menyampaikan, pembongkaran itu diduga bertentangan tak hanya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tetapi juga dengan semangat merawat memori kolektif yang membentuk identitas kebangsaan.
“Kami mendukung penuh langkah hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena rumah singgah itu dilindungi UU nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya,” katanya.
Abdy pun mendorong perlu ada tindakan hukum agar tak menjadi preseden buruk bagi perlindungan cagar budaya lainnya yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Politisi PDI Perjuangan itu pun mengatakan, salah satu syarat bangsa maju ialah adanya kebanggaan pada sejarahnya.
“Ada bahaya yang mengintai bila suatu bangsa melupakan atau tercerabut dari akar sejarahnya,” kata Abdy.
Abdy menyebut, ada tiga cara yang dilakukan pihak luar untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri. Pertama, mengaburkan sejarahnya, kedua, menghancurkan bukti-bukti sejarahnya agar tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
“Lalu yang ketiga, memutuskan hubungan mereka dengan leluhurnya dengan mengatakan bahwa leluhurnya itu bodoh dan primitif,” ujarnya
Dia mengungkapkan masih rendahnya kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat, termasuk kesadaran untuk turut menjaga dan melindungi keberadaan cagar budaya.
Mengutip situs resmi Pemerintah Kota Padang, Rumah Ema Idham didirikan pada 1930 dan ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Nomor Inventaris 33/BCBTB/A/01/2007.
Rumah Ema Idham pernah digunakan sebagai rumah tinggal sementara oleh Bung Karno selama tiga bulan di circa 1942. Pada waktu itu Bung Karno yang sedang dalam perjalanan dari Bengkulu, akan dibuang ke luar Indonesia oleh sekutu Belanda.
Selama tinggal di sana, Soekarno menggunakan waktunya untuk menghimpun kekuatan melawan penjajah.
Dahulu, rumah tersebut merupakan rumah tinggal keluarga Dr Waworuntu.
Pada waktu dijadikan rumah singgah Bung Karno, pemerintah Belanda takut presiden pertama RI itu dimanfaatkan oleh Jepang yang akan mendarat di Indonesia, sehingga Soekarno akan dibuang dari Bengkulu ke luar negeri.
Namun, saat akan berangkat, kapal yang akan memberangkatkan Bung Karno rusak. Pada akhirnya, pemerintah Belanda meminta Presiden Soekarno menuju ke Padang dengan mengendarai gerobak sapi. (adv)