PORTALJABAR – Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat dari fraksi PKS, H. Abdul Hadi Wijaya angkat bicara perihal adanya dua siswa SMK swasta di kota Bandung yang dikeluarkan dari kelas saat ujian, karena belum melunasi dana sumbangan pendidikan (DSP) pada Selasa (6/12).
“Saya menyimak dan mengikuti perkembangan berita tentang adanya siswa yang dikeluarkan dari kelas saat ujian di sebuah sekolah SMK swasta di kota Bandung kemarin siang, hari Selasa tanggal 6 Desember 2021. Saya sangat-sangat kecewa dan prihatin tidak dengan alasan bahwa siswa adelia dan beni kelas 12 jurusan akuntansi gara-gara keduanya belum melakukan pembayaran atau masih ada penunggakan terkait dengan iuran bulanan,” ucap Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jabar pada portaljabar.net, Selasa (7/12).
Lanjut Abdul Hadi, bahwa sesungguhnya siswa ini adalah personal yang pada saat masuk itu melalui jalur kesepakatan dengan dinas pendidikan provinsi Jawa barat bahwa yang bersangkutan adalah siswa dari keluarga ekonomi tidak mampu, yang artinya dengan bantuan provinsi Jabar siswa tersebut bisa masuk sekolah swasta karena waktu itu alokasi sekolah negeri penuh.
Dengan kesediaan dari pihak sekolah untuk melakukan atau membackup uang sekolah yang bersangkutan.
“Jika benar seperti ini, maka ada beberapa hal yang harus kami sholat di sini sebagai salah satu pimpinan di komisi 5 bidang pendidikan memiliki kewenangan untuk SMA, SMK dan SMP negeri dan sekolah swasta yang juga menerima BPMU (bantuan pendidikan menengah universal dari Pemprov Jawa barat setiap tahun) maka sesungguhnya ada semacam komitmen untuk memperkecualikan para siswa dengan jalur KETM dari kewajiban-kewajiban pembayaran iuran bulanan uang ujian ataupun, apapun yang lainnya dan sekolah bisa melakukan mekanisme untuk subsidi silang, karena ada siswa-siswa lain yang lebih mampu,” terangnya.
Menurutnya, hal yang sangat-sangat menyalahi kebijakan dan kesepakatan dengan sekolah yang bersangkutan.
Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa harus dibedakan antara hak asasi manusia dan hak anak anak untuk memperoleh pendidikan.
Adapun pelanggarannya adalah pelanggaran pidana, sementara urusan bayar uang sekolah adalah urusan dalam hal ini disebut sebagai perdata.
Tidak boleh dicampuradukkan gara-gara ada urusan tunggakan itu sampai seorang anak kehilangan hak untuk memperoleh pendidikannya. Ini cukup parah yang dilakukan oleh sekolah yang bersangkutan.
“Kami meminta kepada dinas pendidikan Jawa barat bapak kepala dinas, Dedi Supandi untuk melakukan pendalaman dan kemudian memberikan peringatan kepada sekolah yang bersangkutan, agar tidak hal ini tidak menjadi semacam sebuah pola bagi sekolah untuk menekan terhadap siswa siswa yang masih mengalami kesulitan orang tuanya untuk melakukan pembayaran,” jelasnya.
Abdul Hadi memaparkan, jadi perlu ada peringatan pendalaman dan peringatan agar tidak terjadi dan jika kasus ini terus berlanjut kami rekomendasikan sanksi agar BPMU untuk sekolah yang bersangkutan di tahan sampai dengan atau ditangguhkan sampai dengan sekolah bersangkutan bisa melakukan atau menyetujui pernyataan tidak akan melakukan hal ini kembali.
Tambahnya, kami juga berterima kasih kepada kelompok-kelompok masyarakat yang melakukan pembelaan atau advokasi terhadap hal ini dan meminta agar proses advokasi ini terus berjalan dengan tidak melanggar atau tetap dalam koridor yang diizinkan oleh hukum, tidak menyebut nama sekolah tersebut dalam advokasi ini untuk menjaga bahwa lembaga tersebut tetap nama baiknya tidak terganggu.
Namun, yang namanya pendekatan untuk peringatan dan lain-lain otomatis nama tersebut telah diketahui oleh pihak dinas pendidikan maupun pihak KCD VII dinas pendidikan provinsi Jawa barat.
“Saya menghimbau kepada semua sekolah swasta lewat selalu forum supaya menemukan atau membicarakan hal ini dengan pihak dinas dan menemukan formulasi-formulasi baru gimana untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang membuat sekolah-sekolah swasta mengalami kesulitan dalam pembiayaan operasionalnya,” tegasnya.
Perlu diketahui :
1. Yang ditunggak DSP (Dana Sumbangan Pendidikan)
2. Kedua siswa termasuk yang masuk lewat jalur KETM (Keterangan Ekonomi Tidak Mampu), yang dilimpahkan dari Negeri ke Swasta dengan catatan pihak Swasta akan menggratiskan.
3. Sanksi tidak terbatas pada penghentian BPMU, tapi juga dimungkinkan penangguhan ijin operasi.
4. Ada indikasi pelanggaran PP 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan. Khususnya aturan bahwa pungutan tidak boleh dilakukan dari peserta didik yang orangtua/walinya tidak mampu secara ekonomis. (adv)