KOTA BANDUNG,- Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat Dr Bedi Budiman menyesalkan persiapan program Analog Switch Off (ASO) yang menurutnya masih belum maksimal.
Akibatnya, penerapan ASO tahap pertama yang sedianya akan dilaksanakan pada 30 April 2022 di 12 kota/kab harus ditunda hingga awal Juli 2022.
12 Kota/Kab ini adalah Kabupaten Garut, Cirebon, Kuningan, Kota Cirebon, Ciamis, Pangandaran, Tasikmalaya, Kota Banjar, Kota Tasikmalaya, Cianjur, Majalengka, dan Sumedang.
“Sejak tahun lalu kami di DPRD Jabar telah mengingatkan agar program ASO dipersiapkan secara matang,” kata politisi PDI Perjuangan ini, Kamis (13/5).
Bedi mengungkapkan program beralihnya analog ke digital tersebut dapat memberikan manfaat yang besar bagi dunia penyiaran dan mengangkat perekonomian daerah.
Sehingga jauh-jauh hari pihaknya telah melakukan pengawasan terkait persiapan ASO mulai dari teknologinya, regulasi hingga hilirisasinya.
“Salah satu permasalahan yang muncul adalah karakteristik wilayah Jawa Barat yang memiliki kontur alam dikelilingi gunung hingga banyak terjadi blank spot di sejumlah daerah,” ujarnya.
Bedi juga menyoroti soal carut marut pendistribusian set top box (STB) untuk TV digital gratis yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) beserta penyelenggara multipleksing (mux).
Pemegang mux yang mengelola siaran televisi digital di Jawa Barat diantaranya Media Group, Surya Citra Media (SCM), Trans, Viva, Antv dan TVRI.
Ia menambahkan, jatah STB untuk penerima manfaat di Jawa Barat adalah 1.164.111. Dari jumlah tersebut, kata dia, sebanyak 600 ribu harusnya sudah didistribusikan pada tahap pertama.
“Tapi ternyata baru 0,5% yang terdistribusi. Dari 12 kota/kab di tahap pertama, baru 5 daerah yang mendapat STB gratis yakni Cirebon, Majalengka, Sumedang, Garut dan Pangandaran. Masih jauh dari target,” cetusnya.
Selain itu, permasalahan lain kata Bedi, adalah soal data. Menurutnya, dalam pendistribusian STB, Kominfo menggunakan data dari Kementerian Sosial untuk mengetahui jumlah masyarakat miskin.
Ia menilai penggunaan data miskin dari Kemensos tidak akurat mengingat data tersebut hanya memuat jumlah masyarakat miskin dan bukan data masyarakat yang memiliki televisi.
“Ada temuan data alamat penerima manfaat STB Gratis ini tidak komplit. Mungkin sekarang keputusannya STB ini disimpan di kantor pos, mereka suruh ambil. Kalau di kota mungkin bisa naik motor tapi di pedesaan terpencil bagaimana caranya, bisa lebih mahal ongkos pengirimannya daripada STBnya. Kami berharap agar STB gratis ini tepat sasaran. Solusinya nanti DPRD Jabar, pemegang Mux, KPID Jabar dan Diskominfo duduk bareng agar program ini bisa terlaksana dengan baik,” tandasnya. (adv)