PORTALJABAR,– Politisi PDI Perjuangan Rafael Situmorang lahir di Padang, 11 Maret 1976 ini sangat ramah. Kesehariannya sebagai anggota Komisi I DPR RI sangat bersahaja dan tampil sederhana.
Mengawali profesinya, di samping sebagai aktivis politik, Ia menekuni profesi advokat sejak tahun 1995 dan pada tahun 2007 membuka Kantor Hukum Rafael Situmorang, SH & Rekan.
Selama berkarier telah banyak menyelesaikan berbagai macam perkara/kasus, baik bersifat Perdata, Pidana, Hukum Lingkungan, Merk, Hukum Perusahaan, Bill Collector, penagihan utang-piutang maupun Perburuhan, baik secara Litigasi maupun dengan cara Non Litigasi.
Rafael juga terdaftar sebagai anggota PERADI Bandung, dengan nomor Register 07.11214. Ia pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Bidang Advokasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia(SPSI) Provinsi Jawa Barat, dan sudah terbiasa mengadvokasi hak-hak buruh.
Dalam perjalanannya, anak kedua dari 5 bersaudara ini, punya keinginan besar untuk membantu hak-hak rakyat. Ia pun mengalihkan perhatiannya dan fokus untuk bisa langsung berbuat dan memperjuangkan hak-hak rakyat secara langsung lewat anggota Legislatif.
Atas dukungan berbagai pihak elemen masyarakat dan buruh terutama dukungan sang istri tercintanya, lewat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jawa Barat, Rafael Situmorang, SH, MH, mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dar Daerah Pemilihan(Dapil 1- Kota Bandung – Cimahi) dengan nomor urut 4, periode 2019-2024.
Keberuntungan itupun datang dan memihak kepadanya. Rafael, berhasil memperoleh suara sebanyak 25.057.
Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi DPD PDI Perjuangan Jawa Barat ini dinobatkan dan dilantik sebagai Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat. Kini dia ditempatkan di Komisi I yang di antaranya membidangi, Pemerintahan, Penerangan dan Pers, Hukum Perundang-Undangan, Partai Politik, Ormas dan Pertahanan.
Dia mepunyai keinginan akan fokus pada masalah anggaran (badgeting). Sebab, selama ini anggaran pemprov Jabar lebih besar pada belanja dibandingkan dengan belanja modal.
Sehingga, antara output kurang dirasakan secara signifikan kepada masyarakat. Terutama pada biaya kesehatan, pendidikan dan sosial lainnya.
“Jadi kala saya amati, anggaran belanja sosial dirasa kurang efektif, akibat sistem pengeluaran anggaran tidak transparan,” pungkas dia. (adv)