PORTALJABAR,- Fisip Universitas Pasundan Bandung menggelar seminar nasional bertajuk Legitimasi dan Implikasi Penetapan 20 PJ Kepala Daerah di Jawa Barat.
Acara tersebut merupakan inisiatif Unpas Bandung, untuk memberikan masukan kepada pemerintah dan pemahaman kepada masyarakat, menjelang Pemilu 2024 mendatang, terutama terkait penunjukan Penjabat (PJ) kepala daerah.
Rektor Unpas Prof Eddi Jusuf mengatakan masukan kepada pemerintah yang selama ini menentukan Penjabat (PJ) kepala daerah diperlukan, mengingat Pemilu serentak yang digelar 2024 merupakan yang terpanjang selama sejarah demokrasi.
Belum lagi menurutnya, dampak dari regulasinya terhadap kepala daerah.
Selain itu juga menurut Rektor Unpas, masyarakat pun harus diberi pemahaman serta edukasi.
“Sangat elok kalau misalnya yang akan memimpin pelaksanaan tugas (PJ) atau kerja sementara itu mewakili merepresentasi rakyatnya. Dalam hal ini tentu rakyat yang di daerah bisa menyalurkan aspirasinya melalui DPRD. Jadi yang tunjuk (PJ) minimal DPRDnya dibawa bicara, yang selama ini untuk pelaksana tugas di drop dari pusat,”ucap Rektor Unpas disela acara, Jumat (11/2).
Rektor pun berharap, regulasi menyangkut PJ dapat berubah, dan Unpas dapat menyumbangkan pemikiran serta usulan.
“Mungkin itu jadi salah satu usulan. Sekali-kali kebijakan harmonisasi dimasa pandemi ini di akomodasi karena DPRD sebagai representasi rakyat,”harap Rektor.
Kesempatan yang sama, anggota Komisi I DPRD Jawa Barat Bedi Budiman, mengapresiasi seminar nasional yang digelar Fisip Unpas, untuk membahas Pemilu 2024, terutama yang menyangkut PJ.
Seperti diketahui, jelang Pemilu serentak 2024 mendatang, di Jawa Barat ada jabatan 19 kepala daerah dan gubernur, yang bakal diserahkan kepada Penjabat (PJ).
Dikatakan Bedi, kondisi tersebut nantinya bakal berdampak, baik kepada pelayanan publik maupun lainnya.
Mengingat pelaksanaan Pilkada dilaksanakan serentak dengan pemilu nasional pada 2024.
“Seperti kata pak Rektor, ini adalah menjadi urusan publik. Karena di Jawa Barat ini akan ada 19 kabupaten/kota yang PJ, 1 gubernur. Artinya ini pasti mempengaruhi pelayanan publik mempengaruhi juga konstalasi di DPRD. Karena ini rentang waktunya yang panjang, durasinya yang panjang. Pembahasan anggaran kalau tahun depan aja misalnya Cimahi, Kota Tasik dan Kabupaten Bekasi itu bisa sampai dua kali pembahasan anggaran,”ucapnya.
“Artinya ini pasti mempengaruhi pelayanan publik mempengaruhi juga konstalasi di DPRD itu pastinya,”tambah politisi PDI Perjuangan ini.
Ia pun mengapresiasi apa yang dilakukan Unpas, untuk membahas persoalan tersebut.
“Mengapresiasi sebuah langkah untuk lebih persiapan bagaimana pemerintahan di Jawa Barat ini begitu kan terhadap publik harus teredukasi,”ucap Bedi.
Sementara Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Bandung yang juga hadir dalam acara tersebut mengatakan, pengawasan yang sifatnya vertikal harus dikedepankan dalam menentukan calon PJ nanti.
Ia mencontohkan, rekomendasi calon PJ kepala daerah harus satu level diatasnya. Selain nantinya memudahkan kontrol dan pengawasan, juga menjadi netral pada perhelatan pesta demokrasi nanti.
“Dia (PJ) harus satu strip diatasnya. Kalau misalnya bupati/wali kota, minimal provinsi yang mendrop orang-orangnya. Untuk gubernur diatasnya. Kenapa, supaya ada kontrol. Kontrol yang sifatnya lebih vertikal. Ini juga membuat posisinya semuanya menjadi netral,”jelas Muradi.
Sedangkan mengenai kewenangan PJ, dikatakan Muradi PJ mempunyai kewenangan yang hampir sama seperti kepala daerah. PJ berwenang menggeser atau melakukan mutasi bawahannya, apabila diperlukan dengan aturan yang ada.
“Sama saja dengan peran-peran bupati/wali kota, gubernur atau kepala daerah yang lain. Dia menjalankan fungsi-fungsi pelayanan publik, fungsi-fungsi kepala daerah,”jelas Muradi.
“Ini kejelian dari Mendagri, kejelian dari Pemprov untuk melihat orang-orang yang pas untuk menjadi PJ wali kota/bupati di Jawa Barat. Kalau dia ga jeli, dia menguntungkan orang lain. Misalkan PJ bupati ini dekat dengan calon (kepala daerah), kita lihat saja,”pungkas Muradi. (nie/*)