PORTALJABAR – Dua orang pejabat Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (PRKP) Kabupaten Indramayu yakni S selaku Kepala Dinas dan BSM selaku Kabid kawasan perumahan ditetapkan menjadi tersangka dugaan korupsi penataan ruang terbuka hijau (RTH) alun-alun Kabupaten Indramayu yang menelan kerugian negara mencapai Rp 2 miliar.
Selain dua pejabat, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat juga menetapkan dua orang pihak swasta sebagai tersangka yakni PPP selaku Direktur Utama PT MPG dan N selaku makelar.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar Riyono mengatakan keempatnya ditetapkan tersangka. Namun dari empat orang, dua orang yakni S dan BSM dilakukan penahanan usai menjalani pemeriksaan sejak pagi tadi. Sementara dua tersangka lain PPP dan N belum ditahan lantaran meminta pemunduran jadwal pemeriksaan.
“Menahan tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi untuk kegiatan pelaksanaan penataan ruang terbuka hijau kawasan Taman Alun-alun Kabupaten Indramayu tahun anggaran 2019. Terhadap para tersangka dilakukan penahanan pada tingkat penyidikan selama dua puluh hari ke depan,”ucap Riyono di kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Rabu (29/9) petang.
Kasus dugaan korupsi tersebut bermula pada tahun 2019 saat Kabupaten Indramayu mendapat bantuan dari Provinsi Jabar untuk kegiatan penataan RTH Alun-alun. Pagu anggaran penataan RTH tersebut senilai Rp 15 miliar.
“Terdiri dari tiga Pagu anggaran yaitu konsultan perencanaan, konsultan pengawas dan pelaksana,” tuturnya.
Di dalam anggaran tersebut, untuk jasa konsultan perencana dan konsultan pengawas diketahui telah terjadi pinjam bendera. Tersangka N meminjam bendera yang diketahui oleh tersangka BSM selaku PPK.
“Anggaran untuk jasa konsultan perencana dan pengawas telah dibagi oleh tersangka N kepada tersangka BSM dan tersangka S selaku kepala dinas,” kata dia.
Kemudian dalam pelaksanaan atau fisik pekerjaan, setelah habis kontrak tersangka S memanipulasi data seolah-olah pekerjaan fisik sudah 100 persen. Hal ini dilakukan agar dijadikan pengakuan hutang kepada pihak kontraktor.
“Pembayaran termin 100 persen ada dokumen yang direkayasa tanda tangan dan dokumen tersebut dibuat seolah-olah mundur,” katanya.
Sementara PPP selaku pihak swasta dan penyedia telah mengurangi volume dan spesifikasi seperti yang tertuang dalam kontrak.
“Sehingga terjadi kekurangan volume dan tidak sesuai spek,” kata dia.
Akibat hal tersebut, mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 2 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp 14 miliar.
Atas perbuatannya ini, keempat tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wins)