PORTALJABAR – Dalam sejarah dunia, kita mengenal pemimpin bernama Adolf Hitler. Dia adalah pemimpin dari Nazi, sebuah partai politik yang pernah ada di Jerman, yang terkenal dengan lambang swastikanya.
Hitler terkenal sebagai sosok pemimpin yang keras dan kejam. Kebijakannya yang supremasis dan termotivasi oleh ras, telah mengakibatkan kematian sekitar 50 juta orang selama Perang Dunia II, termasuk yang terkenal yaitu pembantaian terhadap 6 juta kaum Yahudi, dan 5 juta etnis “non-Arya”.
Tak hanya itu, masih ada peristiwa pembantaian lainnya yang melibatkan sang Fuhrer. Pada 30 Juni 1934, peristiwa yang dikenal dengan Malam Pisau Panjang, atau Night of The Long Knives, telah menghukum mati ratusan orang dengan latar belakang politik.
Sebagian besar korban yang meninggal dalam pembantaian ini adalah anggota dari Sturmabteilung (SA), atau dikenal juga dengan nama Strom Troopers atau Brownshirt.
Berawal dari Kekhawatiran Hitler
Night of The Long Knives, atau Malam Pisau Panjang, atau dikenal juga sebagai Röhm Putsch, adalah pembersihan terhadap pimpinan SA dan lawan politik lainnya dari tanggal 30 Juni hingga 2 Juli 1934. Lebih dari 150 orang dibunuh dan ratusan lebih banyak ditangkap.
Dikutip dari laman theholocaustexplained.org, pada bulan Agustus 1932 tercatat ada sekitar 445.000 anggota SA. Kemudian pada bulan Juni 1934, mereka semakin berkembang dan memiliki lebih dari 3.000.000 anggota. Mereka sering diberi kebebasan untuk melakukan aktivitas mereka dan melakukan kekerasan.
Kekhawatiran Hitler pun muncul, bahwa SA dan Ernst Röhm, pemimpin mereka, berpotensi menjadi ancaman bagi kepemimpinannya. Ketakutan ini diintensifkan oleh Göring dan Himmler, yang memberi tahu Hitler tentang Röhm yang mengorganisir kudeta potensial.
Selain itu, ada ketidaksukaan timbal balik antara elit konservatif tradisional – yang mempertahankan banyak posisi kunci di pemerintahan dan tentara selama tahun-tahun pertama Reich Ketiga – dan SA. Selama tahun-tahun kebangkitan Partai Nazi, SA telah berperan penting dalam membantu partai untuk mendapatkan dukungan.
Namun, setelah Hitler terpilih sebagai kanselir, SA, dan khususnya Röhm, ingin melanjutkan ‘revolusi’ dan mengganti elit konservatif tradisional dengan Nazi. Hitler dan para pemimpin Nazi lainnya tidak setuju dengan pendekatan mereka. Mereka memahami perlunya tampil moderat dan mengambil alih secara perlahan dengan cara demokratis jika memungkinkan, menjaga stabilitas dan ilusi demokrasi. Ketegangan antara SA dan kepemimpinan Nazi tumbuh.
Dimulainya Pembantaian
Pada tanggal 30 Juni 1934 ketegangan mulai memuncak. Para pemimpin SA diperintahkan untuk menghadiri pertemuan di sebuah hotel di Bad Wiesse, Bavaria. Hitler tiba dan secara pribadi menahan Röhm dan para pemimpin SA berpangkat tinggi lainnya.
Selama dua hari berikutnya, sebagian besar pimpinan SA ditahan dan dibunuh tanpa pengadilan. Röhm, yang awalnya diampuni, kemudian diberi pilihan bunuh diri atau pembunuhan. Menolak untuk bunuh diri, ia ditembak pada 1 Juli 1934 oleh dua penjaga SS.
Sementara pembersihan difokuskan pada SA, Nazi juga menggunakan acara tersebut untuk melenyapkan lawan politik lainnya, seperti mantan kanselir Kurt von Schleicher. Peristiwa Night of the Long Knives ini membantu Hitler dan Partai Nazi untuk mengkonsolidasikan kekuasaan absolut di Jerman dengan menyingkirkan oposisi politik mereka.
Sejak 20 Agustus dan seterusnya, Reichswehr, yang sebelumnya merupakan organisasi terpisah, sekarang bersumpah setia secara pribadi kepada Hitler. SA secara dramatis berkurang ukurannya, turun 40% menjadi 1,8 juta pada tahun 1935.
Goebbels merekayasa liputan media setelah serangan itu untuk menyajikannya sebagai tindakan pencegahan, sebagai tanggapan terhadap ‘rencana SA untuk menggulingkan pemerintah’. Karena SA dikenal keras dan sulit diatur, banyak yang melihat ini sebagai langkah yang sah oleh pemerintah untuk memastikan ketertiban umum.
Pada 13 Juli 1934, Reichstag secara retrospektif menyetujui RUU yang mengesahkan pembersihan sebagai tindakan pertahanan darurat.
Sumber: merdeka.com