CIANJUR,- Komisioner Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur tertanggal 21 Februari 2023, dengan nomor surat : 196/HK.06.4-SD/3203/2023 perihal : tindak lanjut klarifikasi dan verifikasi Dugaan pelanggaran Kode Etik, Kode perilaku, sumpah/janji, dan/atau Pakta Integritas Anggota PPK untuk Pemilu Tahun 2024.
Didalam Keputusan KPU RI Nomor 337/HK.06.2-Kpt/01/KPU/VII/2020 Tentang Pedoman Teknis Penanganan Pelanggaran Kode Etik, Kode Perilaku, Sumpah/Janji, Dan/Atau Pakta Integritas Anggota PPK, PPS, dan KPPS.
Dijelaskan bahwa dalam penanganan adanya dugaan pelanggaran KPU harus melewati mekanisme yang sangat panjang.
Dalam aturan KPU Nomor 337 disebutkan bahwa harus ada pengadu dan/atau pelapor, kemudian harus memastikan dan memeriksa kelengkapan berkas, harus meminta verifikasi dan klarifikasi kemudian di kuatkan dengan alat bukti yang kuat.
Akan tetapi di dalam kasus ini KPU Kab Cianjur tidak melakukan proses mekanisme secara benar dan mengabaikan proses tersebut sesuai dengan keputusan KPU Nomor 337.
Kemudian dari awal rekrutmen badan ad hoc (PPK) harusnya KPU sudah melakukan penelitian administrasi dan sebelum keluar SK pengangkatan PPK, KPU meminta tanggapan terlebih dahulu kepada masyarakat.
Jika tidak ada tanggapan dari masyarakat berarti SK tersebut disahkan dan diumumkan kepada masyarakat.
Artinya disii KPU Kab Cianjur melanggar kode etik. Karena pada dasarnya dari awal rekrutmen badan ad hoc (PPK) harusnya KPU sudah melakukan penelitian administrasi dan sebelum keluar SK pengangkatan PPK.
KPU diduga telah melakukan pelanggaran dari awal. Padahal pelantikan sudah dilaksanakan dan yang terduga juga sudah bekerja selama satu bulan lebih di PPK Kec Gekbrong.
Asas Hukum Unus Testis Nullus Testis tidak diperhatikan oleh Komisioner KPU Kabupaten Cianjur satu bukti bukanlah bukti, yang menyatakan bahwa kesaksian terlapor merupakan kesaksian tunggal haruslah ditolak.
Alasannya karena keterangan saksi pelapor tersebut belum memenuhi unsur pelanggaran berat yg mengakibatian terduga diberhentikan sementara.
Terkait adanya foto terduga yang diduga timses salah satu calon di foto pada tahun 2019 yg terindikasi memakai baju salah satu partai politik.
Seharusnya KPU membuktikannya dengan sistem informasi partai politik (SIPOL) apabila disipol terbukti yg terduga sebagai anggota partai politik maka dari awal pendaftaran badan ad hoc sudah secara otomatis tidak akan lolos administrasi. Kasus ini sangat lemah kalau hanya berdasarkan foto dan langsung mengeluarkan surat keputusan pemberhentian sementara, dan foto tersebut terjadi ketika beberapa tahun kebelakang.
Komisioner KPU Kab Cianjur harusnya melihat itu disinilah terjadi Abouse Of Power (penyelahgunaan kekuasaan).
Diketahui juga bahwasannya sumber pelapor ialah orang yg mengikuti seleksi PPK di lihat dari hasil pengumuman seleksi PPK pelapor ada diurutan ke-6 dalam artian ada maksud lain.
Dalam beberapa tahun kebelakang apabila dibuka dan digali kembali, KPU Kab. Cianjur tidak melakukan PAW disini ada kekosongan tupoksi dalam kompisisi komisioner dan hal ini harus disadari oleh seluruh pihak dalam pengawasan internal kelembagaan KPU Kab. Cianjur kejadian ini harus jadi catatan tentunya dan tidak terjadi dikemudian hari. (*)
Ditulis Oleh: Dody Nugraha (BRIGHTEN SYNDICATE)