PORTALJABAR – Belakangan ini langkah-langkah politik Puan Maharani kerap mengundang atensi. Sebagai putri Ketua Umum PDI Perjuangan, Puan akan selalu menjadi pusat perhatian. Lebih-lebih menjelang kontestasi Pilpres 2024, atensi terhadap mbak Puan kian berlipat.
Kemunculan baliho Puan Maharani di berbagai wilayah Indonesia, berikut iklan yang terpasang di sebuah media massa nasional kian menempatkan sosoknya sebagai magnitude.
Serangkaian asumsi serta opini bermunculan. Publik terhenyak dengan gebrakan seorang Puan Maharani. Kemunculan baliho serta iklan Puan Maharani di media massa terkesan mengakselerasi kontestasi pada 2024.
Kontestasinya masih sekira tiga tahun lagi. Namun, kerja-kerja politiknya harus dimulai jauh-jauh hari. Itulah konsekuensi berpolitik. Meski sebutannya politik praktis, kerja-kerja politik selalu berdurasi panjang dan membutuhkan serangkaian tahapan yang diperhitungkan.
Keterkenalan, keterpilihan, dan tingkat penolakan terhadap seorang figur akan selalu menjadi bahan perbincangan serius mendekati tahun pemilihan atau the election year.
Baliho dan iklan politik yang ditampilkan mbak Puan tidak lepas dari pertimbangan untuk meningkatkan keterkenalan.
Melalui baliho serta iklan tersebut, Puan Maharani sedang berusaha menyapa publik secara tidak langsung. Menampilkan citranya dalam wujud gambar dan pesan tertulis agar nantinya membentuk persepsi positif.
Kemunculan iklan dan baliho Puan Maharani belakangan ini merupakan bagian dari komunikasi politiknya, baik selaku Ketua DPR maupun sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan.
Secara politis, kemunculan baliho dan iklan politik di media massa menjadi hal lumrah dilakukan. Ditinjau dari medium komunikasinya, tidak ada medium yang dinilai paling efektif.
Karenanya, pemanfaatan dua medium sekaligus menjadi kelaziman untuk memadukan prinsip komunikasi above the line and below the line.
Tidak semua orang membaca media massa. Untuk itulah medium baliho bisa menjadi pilihan.
Sebaliknya, masih ada sebagian publik Indonesia yang membaca media massa. Para pembaca ini tetap harus disapa. Melalui iklan politik, Puan Maharani berbagi pesan tentang pentingnya menjaga imunitas tubuh di tengah serbuan virus Covid-19.
Memadukan dua pesan
Hal menarik dari kemunculan Puan Maharani melalui medium baliho dan iklan di media massa ialah pada penyajian dua pesan yang berbeda.
Pada baliho yang mulai terpasang pada 15 Juli 2021, Puan Maharani mengusung pesan “Kepak Sayap Kebhinekaan”.
Tiga hari sebelumnya yakni pada 12 Juli 2021, sosok Puan Maharani tampil dalam balutan baju khas Jambi tengkuluk bai-bai di sebuah harian nasional.
Dalam iklan politik satu halaman penuh tersebut, Puan Maharani menggemakan tiga pesan kunci, yaitu “jaga iman, jaga imun, dan InsyaAllah aman”. Ketiga pesan itu kemudian ditutup dengan kata “aamiin”.
Dua sajian pesan berbeda merupakan bentuk komunikasi politik yang berupaya mengurai kerumitan situasi yang tengah dihadapi pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Sisi menariknya, pesan di iklan dan baliho memiliki kesamaan, yakni mengedepankan nuansa persuasi.
Dalam tahapan berpolitik, pesan-pesan bernuansa persuasif lazim disampaikan oleh tokoh politik yang memiliki power serta otoritas.
Power dalam konteks politik didefinisikan sebagai kapasitas seorang individu untuk memengaruhi tindakan, keyakinan, atau perilaku orang lain.
Selaku Ketua DPR, mbak Puan tengah menunjukkan kapasitasnya untuk mengajak masyarakat Indonesia mematuhi protokol kesehatan.
Hal ini terbaca jelas dalam iklan politik yang menyertakan tagar #TaatiProkes.
Sementara itu, pada baliho yang menyajikan narasi “Kepak Sayap Kebhinekaan”, Puan Maharani secara implisit mengingatkan pentingnya menerima kebhinekaan yang sudah menjadi kodrat bagi bangsa Indonesia.
Namun, harus diakui, kebhinekaan di Nusantara selalu menyuguhkan dua tafsir yang berlawanan.
Pada satu sisi, kebhinekaan dalam wujud perbedaan suku, agama, ras, dan antaretnis menjadi modal kekayaan bangsa ini. Di lain sisi, kebhinekaan bisa menjadi biang perpecahan antaranak bangsa.
Di antara dua tafsir yang saling bertolak belakang itulah, Puan Maharani kembali menegaskan perannya untuk menjaga kebhinekaan sebagai karunia serta modal bagi bangsa ini dalam menatap perubahan.
Merujuk pada Maswadi Rauf (1993), narasi pesan “Kepak Sayap Kebhinekaan” bisa diartikan sebagai penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain.
Pancasila, kebhinekaan, dan nasionalisme merupakan pesan-pesan kunci yang selama ini kerap disampaikan para aktor politik dari beragam partai politik (parpol).
Bagi Puan Maharani, pesan kunci tersebut punya ikatan emosional karena ketiganya dirumuskan langsung oleh Soekarno yang tak lain adalah kakeknya.
Pesan iklan politik Puan Maharani dengan narasi “jaga iman, jaga imun, dan Insya Allah aman” menemukan kontekstualitasnya pada saat disandingkan dengan narasi “Kepak Sayap Kebhinekaan”.
Pada kedua narasi tersebut, Puan Maharani tidak hanya menunjukkan kapasitasnya sebagai Ketua DPR dan politikus yang mewarisi ideologi Bung Karno.
Pada narasi pertama, kemunculan mbak Puan bisa ditafsirkan sebagai figur ibu muda yang sedang menyugesti anak-anaknya agar senantiasa menjaga iman dan imun agar aman dari badai pandemi.
Adapun pada narasi yang kedua, Puan Maharani dihadirkan sebagai perempuan muda yang tengah mengepakkan sayapnya untuk menjaga kebhinekaan Indonesia.
Pemilihan frasa “kepak sayap” mengandung makna bahwa Puan Maharani merupakan sosok yang memiliki kekuasaan yang terlegimitasi atau legitimate power sebagaimana dijelaskan dua pakar psikologi sosial asal Amerika Serikat John RP French dan Bertram
Legitimate power sering disebut juga dengan kekuasaan posisional, yakni kekuasaan yang melekat pada seorang individu karena memegang jabatan dalam suatu organisasi.
Sajian iklan politik dan baliho Puan Maharani sontak mengundang perbincangan serta kritik. Pesan-pesan politik melalui beragam medium komunikasi pada akhirnya selalu menggelitik.
Tidak ada yang sempurna dari sebuah taktik. Politik sebagai seni pada akhirnya mendorong seorang Puan Maharani masuk ke palagan guna membangun tapak-tapak keterkenalan secara perlahan.
Penayangan baliho dan iklan politik ini baru penanda awal. Dalam rentang tiga tahun ke depan, adu strategi dan taktik Puan Maharani tampaknya akan semakin mengundang perbincangan.
Apakah ini hanya akan berhenti sebagai sebuah gelitik atau taktik yang berhasil, kita lihat bersama.
Sumber: KOMPAS.com