PORTALJABAR,- Di awal bulan Desember ini perhatian publik akan tertuju ke Persatuan Alumni GMNI yang akan menggelar Kongres IV.
Momentum lima tahunan tersebut dilaksanakan di kota Bandung pada tanggal 6-8 Desember dengan mengusung tema “Nasionalisme menjawab tantangan zaman”.
Tema yang secara tekstual menggugah ke Indonesia -an Kita dan secara kontekstual sangat relevan dengan kebutuhan bangsa ini karena sesungguhnya itulah kondisi obyektif bangsa Indonesia.
Bandung memiliki ikatan kuat secara historis dengan Bung Karno. Kota yang menjadi saksi sejarah dari perjalanan hidup dan ideologi Bung Karno, sejak Tahun 1921 sampai dengan 1933, sebelum ‘Bung Besar’ diasingkan ke Ende.
Di Bandunglah imajinasi dan kreativitasnya memuncak dalam perspektif membangun narasi tentang akan pentingnya Nasionalisme bagi Bangsa Indonesia.
Dimulai Pada saaat menempuh kuliah di Technische Hogeschool te Bandoeng, kini ITB pemikiran Bung Karno semakin matang.
Kemudian pada 4 Juli 1927 membentuk organisasi PNI dan di Bandung jugalah Bung Karno merumuskan suatu aliran ideologi yang disebut Marhaenisme yang diawali pertemuannya dengan seorang petani yang bernama Ki Marhaen di daerah Bandung Selatan, sebagai implementasi pisau analisa Psikologi massa selain pemahamannya tentang geopolitik.
Tidak hanya itu saja, di Bandung Bung Karno menyampaikan Pledoi (pembelaan) di hadapan sidang pengadilan yang dulu dikenal dengan Landraad.
Bung Karno namakan sebagai Indonesia Menggugat. Pledoi yang isinya perlawanan terhadap kapitalisme dan imperialisme pada zamannya tersebut menggungcang dunia.
Pasalnya, mampu membuka mata dunia internasional tentang tidak diamnya bangsa- bangsa terjajah dengan perlawanannya terhadap sistem yang diterapkan oleh penjajah yang sangat merugikan khususnya bangsa Indonesia.
Banyak hal yang bisa dieksplorasi dari berbagai macam pemikiran-pemikiran Bung Karno yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, terutama tentang Nasionalisme dalam menghadapi tantangan zaman.
Saat ini Perubahan dunia yang dikenal dengan era disrupsi akan mengiringi perjalanan bangsa Indonesia kedepan.
Seperti perkembangan informasi dan tekhnologi, bonus demografi, semakin menguatnya perang dagang dalam geopolitik internasional maupun belum selesainya Indonesia sebagai negara dalam membangun ‘rute’ mencapai tujuan bernegara.
Pada tahun 2045 Indonesia genap memasuki usia 100 tahun. Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Seperti diketahui, perubahan dunia datang setiap seratus tahun sekali.
Pada tahun 1700-an ditemukan mesin uap oleh James Watt, kemudian ditemukan listrik oleh Michael Faraday dan lampu listrik ole Thomas Alva Edison tahun 1800-an.
Lalu komputer ditemukan bersama internet pada tahun 1900-an. Dan saat ini perubahan dunia kembali datang Revolusi 4.0 dengan bertumpu ada kecerdasan buatan, kecepatan internet dan pengelolaan big data.
Itulah ‘signal’ global yang sesungguhnya dalam kontek pikiran-pikiran Soekarno sudah dituangkan dalam berbagai macam tulisannya.
Dalam kontek mengimbangi dan mengikuti ‘irama’ global maka perlu di dorong investasi pada pembangunan Sumber Daya Manusia termasuk di dalamnya riset dan teknologi.
Sumber Daya Manusia perlu terlebih dahulu melihat faktor pendidikan dan kesehatan karena kedua hal tersebut adalah faktor penting menuju Indonesia Emas 2045, 100 Tahun Indonesia merdeka.
Sehingga, pendidikan dan kesehatan jika di ilustrasikan ibarat computer perangkat keras (hardware) mereka harus bagus dan kuat sehingga dapat di isi dengan berbagai perangkat lunak (software) bermutu.
Dalam kongres IV Persatuan Alumni GMNI di Bandung ini, Alumni GMNI harus mampu membangun ide, gagasan-gagasan yang relevan dengan kondisi Indonesia kekinian (up to date).
Dipimpin oleh ide, menghikmati ide dan melaksanakan ide harus menjadi pijakan agar organisasi yang menegaskan sebagai ‘pengikut’ pemikiran- pemikiran Soekarno terus bisa membuktikan eksistensinya di Republik ini.
Eksistensi tidak saja dibangun hanya dengan nostalgia dan puja puji terhadap Soekarno tapi juga harus mampu membumikannya, menjadi mewujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Hanya ke Bandunglah aku kembali kepada cintaku yang sesungguhnya “- inilah sepenggal harapan yang pernah disampaikan oleh Bung Karno, dalam melihat Bandung.
Dan menjadi kontekstual melalui Kongres Persatuan Alumni GMNI di Bandung- semangat itu terekonstruksi lagi, sebagai episentrum, pusat dan kiblat Nasionalisme Indonesia.
Maka, janganlah membuang apalagi menegasikan harapan publik untuk Alumni GMNI- warnailah kongres dengan melihat tantangan bangsa ke depan dan ingatlah seperti apa yang disampaikan Bung Karno “Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca Benggala daripada masa yang akan datang”.
Selamat Berkongres, kongres gagasan dan jawablah harapan publik tersebut dengan Visi Indonesia Raya, sebagai sintesia dari Nasionalisme menjawab tantangan zaman.
Under spirit “ Pejuang Pemikir – Pemikir Pejuang”
Oleh : Dr. Abdy Yuhana, SH., MH.
Ketua PA GMNI Jawa Barat.