PORTALJABAR – Politikus PDI Perjuangan Arteria Dahlan meminta publik tidak terbawa permainan politik pihak-pihak yang merasakan ‘post colour syndrome‘. Yang ia plesetkan dari ungkapan ‘post power syndrom‘.
“Jangan sampai publik terbawa permainan politik pihak-pihak yang merasakan ‘post colour syndrome’, yang merupakan plesetan dari post power syndrome. Atau sindrom pasca kekuasaan yang terjadi karena tak bisa melepaskan diri dari kekuasaan yang sudah hilang,” ujar Arteria kepada wartawan, Rabu (4/8).
Arteria menilai tidak ada salah pesawat kepresidenan diubah warnanya menjadi merah putih. Ia bilang, kalau mau diperdebatkan seharusnya sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengapa pesawat itu berwarna biru. Padahal, kata dia bisa warna merah putih sesuai bendera negara.
“Warna bendera negara kita kan merah putih, bukan warna biru. Justru kita bertanya, kok dulu tak sejak awal pesawat itu diwarnai merah putih? Lalu apa yang salah dengan warna pesawat kepresidenan jika diubah menjadi merah putih sesuai warna bendera negara kita?” katanya.
Anggota Komisi III DPR RI ini menuturkan, masyarakat harus waspada dan jangan terjerat logika yang dibangun pihak tertentu yang tidak terima warna bendera partainya tak lagi identik dengan pesawat kepresidenan yang lama.
Warna merah putih, kata Arteria, merupakan wujud simbol negara sesuai warna bendera nasional Indonesia.
“Mari berhati-hati dengan yang post power syndrome. Mungkin saja ini nanti jadinya post colour syndrome hanya karena tak bisa menerima bahwa warna pesawat kepresidenan tak lagi sama dengan warna bendera partainya,” kata Arteria.
Arteria memberikan sejumlah catatan. Pertama, rencana pengecatan ulang ini sudah direncanakan pada 2019 seperti disampaikan Mensesneg. Serta satu paket pengerjaan Heli Kepresidenan Super Puma yang lebih dahulu dikerjakan. Anggarannya juga sudah melalui prosedur administrasi hukum yang dilakukan dan sudah disetujui Demokrat.
“Tentu saja anggaran untuk pengerjaan ini sudah dibahas dengan DPR, dan disetujui tahun 2019. Aneh saja kalau sekarang ada anggota DPR atau parpol di DPR yang mengkritiknya. Lah dulu saat dibahas, kenapa tak ditolak, bahkan mereka tidak ada mempermasalahkan sedikitpun kala itu?” kata Arteria.
Kedua, Arteria mengatakan, harus dipahami bahwa pengerjaan pengecatan itu dilakukan oleh kontraktor yang dibayar Pemerintah. Dan kontraktor ini memperkerjakan warga negara Indonesia juga. Artinya, negara justru menggerakkan perekonomian rakyat lewat pekerjaan pengecatan pesawat itu.
“Anggaran negara itu merupakan satu cara untuk menggerakkan perekonomian. Justru di saat pandemi dimana perekonomian susah, sangat baik ketika negara menggerakkan ekonomi masyarakat lewat anggaran yang riil begini,” ujarnya.
Ketiga, bila ada yang mengkritik seharusnya anggaran ini untuk membeli beras untuk rakyat harus dipertanyakan pengetahuannya. Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk itu.
Arteria merinci dan mengutip pernyataan Kementerian Keuangan bahwa Presiden Jokowi sudah memerintahkan pengetatan dan menaikkan anggaran program pemulihan. Untuk penanganan Covid-19 tahun 2021, ditingkatkan dari Rp 699,4 triliun menjadi Rp 744,75 triliun.
Untuk bantuan sosial sendiri, total anggaran disiapkan mencapai Rp 187,84 triliun. Digunakan untuk berbagai bantuan dari yang sifatnya tunai hingga bantuan beras Bulog premium kepada 28,8 juta keluarga.
Untuk anggarannya sendiri berasal dari realokasi anggaran kementerian dan lembaga. Dalam hal ini, Setneg juga sudah ikut mengetatkan pinggang dan merealokasi anggaran demi memperkuat anggaran covid-19.
“Jadi dana covid sudah disiapkan oleh Pemerintah dan tak diganggu. Terkecuali dana covid tak disiapkan, bolehlah ada yang marah-marah,” kata Arteria.
“Kepada pihak-pihak tertentu, kami mengingatkan, bahwa rakyat menghargai kerja, bukan tampilan pencitraan dan warna. Lebih baik saat ini kita ikut prihatin, membangun kesetiakawanan sosial dan gotong royong, kalau boleh ya kerja langsung, turun ke rakyat untuk membantu di tengah pandemi covid yang membuat situasi hidup rakyat sulit. Kalau kami kan sudah buktikan bahwa tiga pilar partai, baikbyg berada di eksekutif, legislatif dan struktur partai untuk turun langsung ke bawah. Jadi tahu betul apa yang pemerintah sedang kerjakan, apa yang rakyat rasakan. Saran saya, kalau tak mau kerja, minimal jangan membuat situasi keruh dan melakukan sesuatu yang justru menurunkan optimisme rakyat menghadapi pandemi ini. Saya pastikan cara2 populis dengan mengatasnamakan rakyat yang dilakukan oleh mereka tidak akan efektif, justru akan kontra produktif,” pungkas Arteria.
Sumber: merdeka.com