PORTALJABAR,- Beberapa waktu ini wacana Presiden Jokowi 3 periode dan pemunduran Pemilu mengemuka ditengah-tengah masyarakat.
Wacana ini pertama kali dihembuskan oleh Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang menginginkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ditunda selama 1-2 tahun.
Selanjutnya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan juga menyuarakan hal senada.
Terkait hal tersebut, politisi senior PDI Perjuangan Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin secara tegas mengingatkan agar berhati-hati terhadap mulut manis politisi yang menghendaki pengunduran masa jabatan presiden dan pemilu.
“Waspada dengan jebakan maut para politisi. Ini pengalaman saya tahun 1998. Waktu itu sebelum pemilu 1998, Pak Harto (Presiden RI ke-2 Soeharto,red) minta saran, apakah beliau masih layak maju lagi dalam pemilu yang akan datang ? Hampir semua tokoh politik dan ketua partai menyatakan “bapak masih sangat dibutuhkan rakyat”, “bapak adalah bapak pembangunan yang harus membawa Indonesia lebih maju”, “kalau bukan bapak mau siapa lagi ?”, “kami semua atas nama rakyat meminta agar bapak meneruskan kepemimpinan bapak , ini permintaan dari rakyat,” beber Hasanuddin yang merupakan mantan ajudan Wakil Presiden RI Tri Sutrisno.
Hasanuddin yang juga mantan ajudan Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie ini bertutur setelah pemilu “jujur dan adil” dilaksanakan, Pak Harto menang lagi sebagai presiden dan kemudian dilantik pada tgl 11 Maret 1998.
Namun, apa kenyataannya?
Menurut Hasanuddin, pada pertengahan bulan Mei atau hanya 60 hari Pak Harto menjabat, para tokoh-tokoh politik ini dengan enteng meminta agar Pak Harto lengser saja sesuai keinginan rakyat.
“Dan itu diumumkan oleh Ketua DPR saat itu yakni Harmoko dan disambut beramai-ramai oleh para tokoh politik yang 2 bulan yang lalu dengan takjim dan terbungkuk bungkuk menghadap istana meminta Pak Harto memimpin lagi,” cetusnya.
Ironisnya, kata Hasanuddin, belasan anggota kabinet yang baru di bentuk pun beramai ramai mengundurkan diri dengan alasan situasi ekonomi yang terus memburuk.
Sejumlah anggota kabinet diantaranya Akbar Tanjung, Ginandjar Kartasasismita, Tanri Abeng dan sejumlah nama lainnya menandatangani surat tertanggal 20 Mei 1998 yang ditujukan untuk Presiden Soeharto.
“Dan akhirnya pak Harto mengundurkan diri pada tgl 21 Mei 1998. Saya memiliki kekhawatiran apakah drama ini akan terjadi lagi di 2024? Mudah-mudahan saja tidak . Tapi apakah sejarah akan berulang? Wallahu allam bisawab,” tandasnya. (*)