KOTA BANDUNG,- Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung Prof Muradi mengkritisi
pernyataan Jubir Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono yang menyatakan anggota TNI aktif bisa menjadi kepala daerah dengan catatan.
Dalam pertimbangan putusan MK disebutkan bahwa prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan ASN tertentu sepanjang diminta secara resmi oleh pimpinan instansi, yakni di 10 instansi pusat yang secara eksplisit disebutkan, yang membidangi:
1. Politik dan keamanan negara
2. Sesmil Presiden
3. Pertahanan negara
4. Intelijen negara
5. Sandi negara
6. Lemhannas
7. Wantanas
8. Narkotika nasional
9. SAR nasional
10. Narkotika nasional
“Ini yang saya katakan sebagai tidak tegas dan tidak ketat kalau interpretasi dari MK seperti itu. Bukan rahasia umum bahwa banyak Pj Kepala Daerah yang dijabat oleh anggota TNI-Polri aktif diluar 10 instansi yang diperbolehkan,” kata Muradi dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu (29/5).
Muradi menegaskan hal ini menjadi masalah lantaran ada cela di hulu dari aturan legalitas yang ada selama ini.
Ia mengungkapkan pengertian soal klausul tentang selama diminta oleh instansi terkait dalam penegasan aturan tersebut juga membuat anggota TNI – Polri aktif dimungkinkan menjabat jabatan di luar yang 10 instansi yang diperbolehkan.
“Ada sejumlah posisi strategis di kementerian atau badan yang dijabat oleh anggota TNI aktif seperti sebagai Dirjen Kementeriab, Sekjen Kementerian, Inspektorat Jenderal Kementerian dan seterusnya. Hal ini ada karena ada klausul dalam undang-undang yang ada baik UU TNI, UU Polri maupun UU ASN yang memungkinkan jabatan itu dijabat oleh anggota TNI-Polri aktif,” bebernya.
Catatan lain, kata Muradi, adalah perlu ditegaskan bahwa jika ada anggota TNI-Polri aktif menjabat di 10 jabatan yang diperbolehkan, maka penting untuk ditegaskan dalam aturan yang lebih ketat untuk tidak menjabat ganda dalam waktu bersamaan baik sementara waktu maupun dalam waktu tertentu spt pada kasus pj kepala daerah.
Ia menambahkan bila klausul ‘jika diminta instansi terkait’ tetap ada, maka akan ada ruang polemik yang berkelanjutan terkait dengan boleh tidaknya anggota TNI-Polri aktif menjabat sebagai Pj Kepala Daerah.
“Artinya, MK harusnya juga membaca ada aturan yang belum cukup tegas dan jelas yang harus segera dilakukan sinkronisasi dan revisi dengan penegasan yang lebih ketat atas sejumlah posisi di luar jabatan dari induk masing-masing yang dimungkinkan diduduki oleh anggota TNI-Polri aktif,” pungkasnya. (*)