KOTA BANDUNG,– Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC) menganalisa kontestasi politik di pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 untuk kota Bandung bertemakan membaca peta koalisi partai politik jelang pilwalkot Bandung 2024, Jumat (17/5/2024) di Jalan Merdeka.
Peneliti senior IPRC, Fahmy Iss menyampaikan bahwa pilwalkot Bandung sudah dipastikan tak akan diikuti oleh bakal pasangan calon dari jalur independen dan juga petahana.
Fenomena ini berbeda dengan pilwalkot 2008 dan 2013 di Bandung.
Fahmi mengungkapkan, tak adanya balon independen menunjukkan betapa beratnya persyaratan yang harus dipenuhi para balon independen, salahsatunya persyaratan mengumpulkan dukungan berupa e-KTP.
“Kami menganalisa partai politik akan lebih memilih calon yang telah tersedia dan mempunyai elektabilitas serta track record baik. Apalagi konsolidasi di pilkada ini tak akan berlangsung lama dan masa kampanye itu hanya dua bulan,” katanya.
Dia juga menyebut para bakal calon wali kota Bandung yang merupakan anggota DPRD atau DPR terpilih jika diharuskan mundur ketika hendak maju dalam pilkada 2024, maka itu akan menjadi perjudian besar, semisal Atalia Praratya, Andri Gunawan, Edwin Senjaya, Rendiana Awangga, dan lainnya.
“Tapi, jika misal (Atalia) tak memutuskan maju, maka saya pikir jauh dinamis dan menarik pilwalkot Bandung sehingga tak ada figur yang menonjol melainkan hampir semua terpantau radar survei kami memiliki basis yang sama. Intinya, saya pikir relatif fair dan lebih banyak diwarnai program kebijakan, dan lainnya, bahkan jika PKS memutuskan tak berkoalisi bisa jadi akan ada tiga atau empat pasangan calon,” ujarnya.
Fahmy menegaskan koalisi partai di pusat atau nasional tak akan terlalu berpengaruh untuk peta koalisi di lokal tingkat kabupaten/kota, termasuk di kota Bandung.
Menurut dia, ada beberapa faktor misalnya seperti karakteristik pemilih, faktor partai, dan lainnya.
“Peluang (sama) dengan pusat kemungkinannya kecil, karena tingkat lokal punya perhitungan dan pertimbangan koalisi berbeda terutama hitungan partai,” ujarnya.
Dia pun menyebut tak menutup kemungkinan dalam koalisi di pilwalkot partai nasionalis bisa bergabung atau berkoalisi dengan partai religius atau Islam.
Beberapa daerah, katanya konsep koalisi religius-nasionalis sudahlah terjadi, seperti PDI Perjuangan-PKS. Bahkan, ada seperti pusat PKB dan PKS.
“Saya kira kecenderungan itu bisa terjadi di Bandung. Menimbang komposisi di parlemen cenderung dinamis,” pungkas Fahmi.(*)