PORTAL JABAR,-Setiap manusia pasti mendambakan kehidupan yang tenang, damai, dan sejahtera. Akan tetapi, setiap manusia pasti pernah mengalami perselisishan atau konflik dalam kehidupan sehari-hari. Konflik merupakan suatu fenomena atau peristiwa yang wajar terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, konflik dapat menimbulkan emosi negatif seperti rasa sakit hati, kecewa, marah, trauma, benci, bahkan rasa dendam. Hal tersebut jelas tidak baik bagi kesehatan jiwa.
Psikologi positif yang ditemukan dan dikembangkan oleh Martin Seligman dan Mihaly Csikszent, sangat menarik untuk dibahas terutama yang berhubungan dengan kesehatan jiwa. Di dalam psikologi positif, mempelajari konsep memaafkan yang sangat menarik untuk dikaji terkait dengan perasaan emosi negatif seperti marah, kecewa, sakit hati, trauma, kebencian, dan rasa dendam, yang mana itu tidak baik bagi kesehatan fisik maupun mental seseorang.
Pendapat McCullough, Sandage, Everett, Worthington, Rachal, Brown, dan Hight (1998) bahwa sikap-memaafkan adalah dorongan untuk mengubah seseorang menghindari kebutuhan membalas perbuatan yang telah merugikannya dan mengekang keinginan berdamai dengan seseorang yang melukai. pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa memaafkan itu berarti tidak denial terhadap sakit hati yang dirasakan, akan tetapi bersedia untuk tidak menyimpan kemarahan, kebencian, rasa trauma, rasa dendam akibat peristiwa, tindakan, situasi yang dialami dari orang yang telah menyakiti.
Memaafkan juga sering dikaitkan dengan keikhlasan, karena ketika mulut kita mengucapkan telah memaafkan, belum tentu hati kita Ikhlas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Ikhlas” berarti hati yang murni atau hati yang tulus. Proses memaafkan memang membutuhkan waktu, terlebih lagi jika kesalahannya fatal, ketika memaafkan, kita tidak perlu menahan apa yang kita rasakan demi ketenangan hati, kemudian senantias percaya bahwa Allah maha adil dan tidak pernah tidur, apapun yang kita atau orang lain perbuat pasti ada balasannya. Tidak masalah jika kita membatasi jarak dengan orang yang telah menyakiti kita, tetapi kita juga harus mengingat kebaikan yang telah diberikan orang tersebut kepada kita. Dengan begitu, lambat laun kita pasti bisa memaafkan dengan Ikhlas.
Memaafkan merupakan salah satu cara memperoleh ketenangan hidup, seperti yang terdapat pada QS. Al-A’raf ayat 199 yang artinya : “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”
Terbukti bahwa sebagai umat islam kita diperintahkan untuk saling memaafkan, memaafkan itu penting dan berpengaruh positif bagi kehidupan kita sehari hari.
Definisi hidup yang tenang itu berbeda pada setiap orang, akan tetapi setiap orang pasti menginginkan hidupnya merasa tenang dan terhindar dari berbagai macam masalah. Dengan memaafkan, kita dapat terhindar dari konflik sosial. Karena bagaimanapun manusia itu makhluk sosial dan pasti membutuhkan satu sama lain. Maka dari itu, memaafkan dapat membuat hidup kita terasa tenang.
Memaafkan itu memang bukan proses yang mudah dilakukan oleh setiap orang, untuk itu kita bisa memulainya dari dalam diri kita sebelum memaafkan orang lain. Kita bisa memulainya dengan mendekatkan diri kepada tuhan, introspeksi diri, menrima masukan-masukan dari orang-orang di sekitar, mulai memperbaiki kesalahan, kemudian menjadikan kejadian yang kita alami sebagai bahan evaluasi kedepannya, dan berpasrah diri kepada tuhan. Setelah kita berhasil menata diri kita dengan baik, kemudian baru kita mulai memaafkan kesalahan orang lain demi mencapai ketenangan hidup.
Penulis : Nopi Sri Melati Putri
Referensi
- Alentina, C. (Desember, 2016). MEMAAFKAN (FORGIVENESS) DALAM KONFLIK HUBUNGAN PERSAHABATAN. Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol 9, No 2.
- Ulin Nihayah, d. (2021). Konsep Memaafkan dalam Psikologi Positif. Indonesian Journal of Counseling and Development, Vol 3, No 2.
- Yogi Kusprayogi, F. N. (November, 2016). Kerendahhatian dan Pemaafan pada Mahasiswa. PSIKOHUMANIORA: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol 1, No 1 22-29.