PORTAL JABAR,- “Bilang apa kalau udah dikasih? Terima kasih ibu…”. Seperti itulah kira-kira yang dikatakan orang tua saat mengajari anak-anaknya untuk berterima kasih. Kita sebagai anak, diajari berterima kasih sedari kecil. Entah setelah orang memberikan kita permen manis, atau ketika kita mendapatkan pujian dari orang sekitar. Mungkin saat itu, kita pun belum mengetahui alasan apa kita harus melakukannya. Kita juga mungkin tidak tahu dampak apa yang terjadi jika kita mengatakan terima kasih pada orang, namun dengan seiring berjalannya waktu, kita dengan sendirinya akan menemukan makna terima kasih tersebut.
Lalu, jika kita berhasil memberanikan diri mengucapkan terima kasih walaupun dengan suara yang malu-malu, orang-orang sekitar kita akan tersenyum, mengapresiasi dan mengatakan, “wah pinter ya…”. Kemudian, secara tidak sadar apresiasi tersebut mendorong kita untuk terus melakukannya lagi dan lagi. Dan waktu pun membawa kita beranjak menuju kedewasaan, sehingga kita mengerti bahwa kata ‘terima kasih’ merupakan kata yang sederhana namun memiliki seribu makna. Seringkali pula, dibalik kata terima kasih, kita tidak merasa cukup hanya mengatakan kata ‘terima kasih’ tersebut. Seringkali kita memikirkan untuk memberikan feedback yang setara karena kita merasa kata ‘terima kasih’ tidak cukup untuk dikatakan.
Semakin beranjak dewasa, kita memahami bahwa tidak hanya kepada manusia kita berterima kasih, namun kepada Allah SWT pula kita perlu berterima kasih dengan mengucapkan ‘Alhamdulillah’ sebagai gambaran rasa syukur kita sebagai hamba-Nya. Biasanya, kita mengucapkan kalimat tersebut ketika diberikan rezeki, nikmat yang berlimpah, hidup yang layak, dan sebagainya.
Kita tidak pernah belajar pada hal-hal yang tidak perlu atau tidak layak kita berterima kasih. Seperti apa? Seperti misalnya hal-hal menyebabkan luka. Sangat tidak masuk akal sekali jika kita berterimaksih pada luka bukan? Seperti jari kita tergores oleh selembar kertas kemudian menimbulkan luka, walaupun kecil namun luka tetaplah luka bukan? Haruskah kita berterimakasih “makasih kertas, jariku terluka” Benar-benar sangat tidak masuk akal! Kemudian ketika ada yang mencaci maki, melecehkan, menghianati atau hal lain yang menimbulkan luka haruskah kita berterima kasih? Sulit sekali bukan untuk berterimakasih?
Namun, bagaimanapun juga kita perlu berterima kasih. Kita akui semakin beranjak dewasa, kita tumbuh atas luka-luka tersebut. Dimulai dari luka kecil karena tergores kertas kita akan jadi lebih berhati hati. Hingga penghianatan, cacian dan makian, bahkan pelecehan kita akan merasa lebih kuat dan lebih mendapatkan pelajaran dari kejadian sebelumnya.
Pengaplikasian psikologi positif saat ini adalah gratitude. Apa itu gratitude? Menurut Seligman dalam bukunya mendifinisikan gratitude sebagai bentuk emosi positif dalam mengekspresikan kebahagiaan dan rasa terimakasih terhadap segala kebaikan. Apakah luka adalah kebaikan? Memang benar luka bukanlah suatu kebaikan dan bukanlah suatu yang kita inginkan. Namun mayoritas manusia di muka bumi ini selalu mendapatkan kebaikan setelah luka. Karena tidak dapat dipungkiri bahwasannya kita tumbuh dengan luka. Tanpa luka kita tidak akan pernah tau dan pernah belajar dari kesalahan yang kita perbuat. Bisa saja, jika kita tidak terluka kita tidak mengetahui perbuatan ini benar atau salah, apakah perbuatan ini bisa membuat kita tumbuh dan berkembang atau tidak?. Dalam H.R. Ibnu Majah, dalam riwayatnya dari Aisyah R.A, Rasulullah SAW. Ketika atau mendapatkan sesuatu yang dia sukai, beliau SAW. Mengucapkan “Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimussholihat. Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna”. Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau SAW. Mengucapkan, “Alhamdulillah ‘alaa kulli hal. Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan.
Memang benar, tidak ada kemudahan untuk mensyukuri luka dan berterima kasih atasnya. Maka dari itu, kita perlu berusaha secara perlahan untuk berterima kasih atas luka tersebut. Tidak apa-apa, tidak usah terburu-buru. Karena segalanya memiliki proses.
PENULIS: Sahla Fakhira N P N
REFERENSI
- Muftie, N. O. (2021). Heal Yourself : Tumbuh dari Luka. “dari Luka, Kita Bisa Tumbuh dan Berdaya. Bandung: Heal Yourself dan PT.Linimasa Esa Inspira.