PORTAL JABAR,- BUNUH DIRI menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia, menurut World Health Organization (2019), setiap tahunnya ada 800.000 orang meninggal akibat bunuh diri, itu artinya terdapat satu kematian setiap 40 detik. Data tersebut menunjukkan bahwa bunuh diri adalah penyebab kematian nomor dua di antara orang muda berusia 15-29 tahun setelah kecelakaan lalu lintas. Angka tersebut kian menjadi perhatian dunia untuk terus berbenah pada sistem dan sejauh mana kesadaran kesehatan mental sudah dikampanyekan. Sedangkan di Indonesia, insiden bunuh diri masih menjadi masalah senyap akibat lemahnya sistem pendataan dan masalah kesehatan jiwa. Menurut penelitian terbaru, kematian yang disebabkan bunuh diri kemungkinan lebih besar dari data resminya.
Keputusan untuk mengakhiri hidup dengan membawa rasa sakit, kesedihan, penyesalan, dan seluruh emosi negatif yang mendorong melukai diri sendiri secara ekstrem hingga menghilangkan nyawa adalah tindakan yang berakar dari sebuah ide bunuh diri. Setiap orang berpotensi memiliki ide bunuh diri, hal ini dilandasi oleh banyak faktor yang tidak bisa dilihat dari satu kacamata saja. Menurut hasil penelitian yang dilakukan World Health Organization, sebanyak 55% orang dengan depresi memiliki ide bunuh diri.
Ide bunuh diri merupakan pemikiran mengenai perencanaan bunuh diri, sehingga berpotensi menghasilkan perilaku yang merugikan diri sendiri. Secara logis, suatu tindakan diawali dari suatu pemikiran atau ide. Hal ini dapat terjadi diakibatkan berbagai faktor dalam kehidupan yang perlu dilakukan pencegahan secara serius baik oleh pemerintah, tenaga kesehatan (psikolog & psikiatri), masyarakat, dan terkhusus pihak keluarga yang mempunyai peranan besar dalam upaya menggagalkan ide bunuh diri.
Depresi menjadi alasan terbanyak orang melakukan bunuh diri, terdapat beragam alasan mengapa seseorang itu depresi, hal ini dapat dipicu oleh peristiwa yang mengecewakan (trauma), rasa sedih yang mendalam akibat kehilangan orang terdekat, atau reaksi terhadap suatu peristiwa, seperti penganiayaan, kekerasan baik verbal maupun fisik di keluarga, sekolah, atau lingkungan masyarakat, hingga perceraian orang tua dan masih banyak lagi. Beragam alasan tersebut diperkuat dengan tindakan mengisolasi diri dan kurangnya dukungan yang dapat menyebabkan depresi.
Harapan (hope)
Dalam psikologi positif, harapan merupakan salah satu kekuatan karakter (character strengths) dan kebajikan (virtues), yang masuk dalam klasifikasi transedensi (Peterson dan Seligman (2004). Harapan dimaknai sebagai perkiraan positif untuk memperoleh tujuan. Dengan kata lain, harapan merupakan persepsi terhadap kapasitas diri untuk mencapai tujuan yang jelas, lalu mempertimbangkan atau menyusun cara agar dapat mencapai tujuan tersebut. Maka, dapat disimpulkan bahwa harapan sangat esensial bagi kehidupan manusia. Tanpa harapan seseorang akan cenderung berputus asa karena tidak memiliki tujuan untuk diperjuangkan.
Hal ini menjadi salah satu kekuatan karakter yang penting untuk dimiliki setiap orang, khususnya dalam mencegah bunuh diri. Tidak memiliki harapan menjadikan manusia cenderung larut dalam emosi negatif, sedangkan dengan memiliki harapan seseorang cenderung mencari jalan keluar atau menyelesaikan setiap permasalahannya karena memiliki tujuan dalam hidupnya.
Dalam berbagai riset mendeteksi bahwa harapan (hope) diasosiasikan dengan kesejahteraan psikologis dan fisik (Irving, Synder, Crowson, 1998). Harapan memiliki korelasi yang signifikan dengan kualitas hidup seseorang. Oleh karena itu, harapan dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menyelamatkan seseorang dari pemikiran dan perencanaan bunuh dirinya. Harapan merupakan faktor motivasi yang dapat membantu menjaga tindakan terhadap tujuan dan juga terkait dengan kebahagiaan.
Kerap kali yang menjadi persoalan saat ini adalah bagaimana menemukan harapan? Apakah harapan harus dicari? Bagaimana mencarinya? Kepada siapa mencarinya?
Pertanyaan-pertanyaan seputar harapan menjadi landasan penting dalam tulisan ini, tapi penulis menyuguhkan pilihan berbeda, dibanding menemukan harapan, bagaimana jika kita kembali menciptakan harapan itu sendiri? Sejatinya setiap di antara kita mempunyai kemampuan untuk membuat, mengolah, dan menginterpretasikan harapan tersebut, jadi, mari kita menciptakan harapan melalui hal-hal sederhana.
Menciptakan Harapan untuk Hidup Lebih Berarti
Ketika seseorang merasa begitu banyak beban, merasa lelah karena mendapat tekanan, hati menjadi gundah, resah, dan mulai mempertanyakan diri sendiri apakah dapat menjalani saat-saat yang sulit ini? Di tengah perasaan yang tidak menentu, harapan hadir untuk mengembalikan kekuatan agar bertahan dan memperoleh kebahagiaan.
Bagi sebagian orang kematian adalam pilihan terakhir untuk menghilangkan rasa sakit yang diakibatkan ketidakberdayaan untuk mengatasi permasalahan hidup. Berharap dengan pilihannya akan memberikan sedikit kelegaan setelah terhimpit dengan banyak kesedihan, kesepian, kekecewaan, rasa bersalah, penghinaan, kecemasan, ketakutan yang tidak dapat dihindarkan dari pikirannya.
Padahal sejatinya, setiap manusia terlahir dengan harapan memiliki kehidupan yang bahagia, orang yang bunuh diri adalah mereka yang sebenarnya paling menginginkan kebahagiaan itu. Tapi, mereka memilih berakhir saat tidak dapat melihat lagi cinta dan kepedulian dalam hidupnya. Akhirnya, bunuh diri menjadi satu-satunya jalan untuk kembali mendapatkan kebebasan dari rasa sakit.
Harapan yang sesungguhnnya akan membuat seseorang lebih kuat dan mampu bertahan untuk hidupnya sendiri. Berikut beberapa cara agar dapat menciptakan harapan :
- Refleksi Diri
Refleksi diri merupakan kesempatan untuk bisa melihat dan merenungkan kembali pengalaman di masa lalu dan masa kini. Banyak diantara kita yang gagal untuk bisa hidup di hari ini karena tersesat di masa lalu, atau terlalu banyak menerka masa depan. Maka, mari renungkan kembali setiap hal dalam hidup. Setelah menyadari pernah begitu hebat menghadapi masa sulit kemarin, maka bukan hal mustahil untuk kembali melewatinya hari ini. Dari refleksi diri yang berhasil, seseorang akan kembali menemukan dirinya, mengenal siapa dirinya, dan kembali bertahan untuk diri sendiri.
- Membenahi Mindset
Jika saat ini merasa duniamu akan berakhir, maka mari kita benahi mindset atau pola pikir. Jika dunia terlihat begitu kejam, dan diri sendiri begitu lemah sehingga seluruh emosi negatif bersarang di dada, tidak apa, mari kita validasi perasaan tidak bahagia itu. Bukan, kah, kejamnya dunia tidak hanya ditempati seorang diri olehmu? Ada miliaran manusia yang mungkin merasakan kejamnya dunia sama sepertimu. Itu tandanya kamu tidak sendiri. Membenahi mindset, berarti sama dengan memperbaiki cara berpikir, yang akan menumbuhkan kepercayaan terhadap bagaimana cara melihat dunia dan diri sendiri. Harapan itu akan tumbuh, saat seseorang mampu melihat lebih baik tentang dirinya.
- Melihat Kesederhanaan
Manusia adalah makhluk yang kompleks, kerap kali sulit merasa puas karena sifat serakahnya. Maka, mari kita sederhanakan cara melihat dunia ini, sehingga kekurangan itu akan nampak kecil dan tidak berarti. Begitupun dengan harapan, saat seseorang terlalu sibuk mencari harapan di luar dirinya, membandingkan harapan agar sesuai dengan standar sosial, maka akan semakin jauh harapan itu terlihat.
Cobalah untuk membangun keinginan-keinginan sederhana, seperti ingin menikmati kopi sore hari di depan teras rumah, masih ingin menikmati mie instan favorit saat hujan, atau masih mau merasakan enaknya nasi padang dengan sambal hijaunya. Bertahanlah untuk alasan sesederhana apapun, dunia terlalu sebentar untuk tidak bahagia. Selagi kesempatan itu ada, mari menikmati kehidupan dengan suka cita. Hidup sekali, hiduplah berarti.
Penulis: Hanipah Sukmawati
Referensi
- The Classification of Character Strengths and Virtues. PositivePsychology.com. 30 Agustus 2016. 25/06/2023. Dr. Reham Al Taher, Psychologist.
- Arnau, R.C., Rosen, D.H., Finch, J.F., Rhudy, J.L., and Fortunato, V.J. (2007). Longitudinal Effects of Hope on Depression and Anxiety: A Latent Variable Analysis. Journal of Personality, 75 (1), 1 – 21.