PORTALJABAR, TEMANGGUNG – Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi masing-masing yang turun-temurun dan tetap dilestarikan. Sebut saja Temanggung sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro. Temanggung Bersenyum (Bersih, Sehat, dan Nyaman untuk Umum) merupakan semboyan yang diunggulkan di kota yang dijuluki Kota Tembakau, dan diharapkan selalu “Bersenyum“.
Ragam budaya dan tradisi yang ada di Temanggung serta dijuluki kota tembakau ini, seperti nyadran, jumat pahingan, kesenian kuda lumping atau dikenal dengan sebutan jaran kepang, warokan dan ritual wiwitan panen tembakau. Salah satu tradisi yang saat ini masih dilestarikan dan dijunjung tinggi yaitu Nyadran yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Temanggung.
Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk mengirim doa bersama untuk leluhur di bulan safar dan rajap. Kegiatan nyadran menjadi acara yang penting dan tidak pernah terlewatkan setiap tahunnya. Ini merupakan ungkapan rasa syukur dan permohonan doa kepada Tuhan YME agar panen tahun mendapat hasil yang memuaskan. Nyadran biasanya dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya’ban.
Setiap desa di Temanggung memiliki tradisi nyadran yang berbeda-beda dengan ciri khas dan sesuai kepercayaan masing-masing. Di dukuh Ngropoh Kranggan, nyadran dilakukan dengan setiap keluarga membawa tumpengan nasi putih lengkap dengan lauk pauknya dan jajanan pasar untuk dibawa ke makam bersama-sama warga desa. Setelah warga berkumpul di suatu makam, acara dilakukan dengan memanjat doa dengan melantunkan ayat-ayat suci bersama untuk para leluhur dengan dipimpin oleh kiai setempat ataupun orang yang dituakan.
Selesai melantunkan ayat-ayat suci, warga diperbolehkan untuk menyantap makanan yang dibawa secara bersama dan saling berbagi satu sama lainnya. Seluruh warga berkumpul serta berbaur menjadi satu tanpa ada sekat atau jarak. Suasana tersebut menjadi momen pertemuan bagi seluruh warga sekitar untuk berkumpul dan berinteraksi.
Selain itu dalam tradisi nyadran di dukuh Ngropoh wajib menggelar wayangan yang dalangnya harus turun temurun, jika tidak masyarakat meyakini akan terjadi pageblug atau gagal panen. Lain lagi di desa Demangan Temanggung, nyadran dilakukan dengan membawa makanan yang diletakkan dalam tenong.
Tenong merupakan bakul bundar yang terbuat dari anyaman bambu, untuk mewadahi nasi dan lauk pauk. Tenong berisi nasi putih lengkap dengan lauk pauk seperti ingkung dan jajanan pasar sama seperti desa lainnya, hanya saja saat memasak sajian tersebut dilarang untuk mencicipi karena dipercaya mendatangkan malapetaka.
Dari rumah masing-masing warga Demangan berjalan beriringan mengusung tenong di kepalanya menuju komplek makam Kiai Demang yang merupakan peristirahatan terakhir Kiai Demang, leluhur dusun tersebut. Di sekeliling makam Kiai Demang, ada pula makam warga Dusun Demangan. Setelah warga berkumpul, acara dimulai dengan doa dan dilanjutkan dengan makan bersama.
Untuk desa yang kebanyakan warganya intelektual dan sudah terbilang modern yang telah mengenal teknologi, acara nyadran sudah sedikit luntur unsur budayanya, seperti Kelurahan Kowangan, nyadran tetap dilakukan hanya saja tidak dilakukan di area pemakaman melainkan di salah satu rumah atau pekarangan warga. Setelah warga berkumpul dengan membawa berbagai macam makanan tanpa syarat apapun, mereka lalu melakukan doa bersama dengan tujuan kebaikan bersama dan dilanjutkan makan bersama.
Tradisi religi jum’at pahingan merupakan tradisi unik dari zaman dahulu yang masih ada sampai saat ini. Tradisi itu berada di desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung. Setiap jum’at pahing masyarakat mujahadah secara perorangan maupun kelompok di sebuah masjid yang dibangun pada zaman sunan Kalijaga pada 1272 M. Setiap jum’at pahing kawasan masjid Menggoro ramai dikunjungi masyarakat Temanggung bahkan juga tidak sedikit dari luar kota. Kebanyakan pengunjung yang berkunjung ke masjid Menggoro pada jum’at pahing dan melakukan mujahadah memiliki tujuan dan cita-cita tertentu.
Selain tradisi nyadran dan jumat pahingan, Temanggung juga memiliki kesenian budaya kuda lumping dan warokan. Kuda lumping dan waroan keduanya sama-sama tarian tradsisional tetapi memiliki perbedaan. Kuda lumping atau dikenal dengan jaran kepang merupakan tarian tradisional yang menampilkan sekelompok prajurit dengan menggunakan properti menyerupai kuda yang terbuat dari bambu yang dihiasi rambut terbuat dari plastik dan sejenisnya yang di kepang, maka dari itu dinamakan jaran kepang.
Selain menggunakan kuda buatan juga dilengkapi dengan pecut atau cambuk. Jumlah penari pada kuda lumping tidak hanya satu atau dua orang saja tetapi berkelompok. Tarian kuda lumping diiringi musik tradisional seperti gong, bonang (Kenong), saron dan kendang. Kuda lumping identik dengan supranatural, saat penari memainkan tariannya dan diiringi musik tradisional serta bacaan mantra, maka seorang penari akan mengalami kesurupan.
Sementara warokan tidak menggunakan properti seperti kuda buatan. Tarian warokan tidak hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa saja tetapi anak kecil bahkan perempuan juga bisa melakukan tarian ini. Penari dirias sedemikian rupa hingga terlihat gagah perkasa yang menggambarkan seorang prajurit dengan dilengkapi kostum jarik.
Dalam tarian kuda lumping beberapa penari akan kesurupan tetapi untuk tarian warokan penari tidak akan mengalami kesurupan. Biasanya tarian warokan di tampilkan sebelum tarian kuda lumping. Kesenian merupakan warisan leluhur yang bukan hanya sebuah hiburan, tetapi mengandung pesan dan makna yang harus kita lestarikan.
Selain terkenal dengan tradisi dan keseniannya, Temanggung juga terkenal dengan tembakaunya. Letaknya yang berada di pegunungan, membuat kota Temanggung cocok untuk penanaman tembakau. Tembakau yang di hasilkan di daerah ini merupakan salah satu tembakau terbaik dan dipercaya untuk menyuplai salah satu pabrik terbesar di Indonesia.
Beberapa warga menggantungkan hidupnya dengan bertani tembakau. Petani tembakau mempunyai tradisi wiwitan saat menjelang masa penanaman tembakau dengan tujuan hasil panen bagus dengan harga tinggi. Selamatan wiwit tembakau ini oleh sebagian masyarakat di lereng gunung sumbing dan sindoro menyebutnya dengan tradisi among tebal. Tradisi wiwitan ini dimaksudkan sebagai kegiatan mujahadah atau doa bersama untuk kelancaran dan keberkahan petani. Wiwitan dilakukan dengan cara melantunkan doa-doa dan membawa berbagai makanan untuk dimakan bersama.
Dalam ritual dan tradisi terkandung banyak kearifan lokal, antara lain kegotongroyongan, kebersamaan, kerukunan, dan mencintai alam semesta. Keberagaman budaya bangsa Indonesia penting untuk dijaga dan dilestarikan. Menjaga kebudayaan kita dari pengaruh budaya asing merupakan salah satu bentuk perjuangan untuk bangsa kita.
Pada era globalisasi ini, budaya asing sangat dengan mudah masuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dengan banyaknya budaya asing yang masuk, sebagai generasi muda kita wajib menjadikan budaya sebagai jati diri kita. Meski budaya asing lebih modern, akan tetapi budaya kita tidak kalah bagus dengan budaya asing dengan keanekaragaman yang dimiliki. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, kita dapat dengan mudahnya memperkenalkan budaya kita hingga luar negeri.
Sumber: sonora.id