PORTALJABAR – Saat ini sebagian besar aset senilai US$ 10 miliar yang dipegang oleh bank sentral Afghanistan sebagian besar berada di luar negeri.
Pejabat Bank Sentral Afghanistan Minta Amerika Beri Akses Aset Negara ke Taliban
Seorang anggota dewan senior bank sentral Afghanistan mendesak Departemen Keuangan AS dan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk memberikan akses terbatas kepada pemerintah yang dipimpin Taliban ke cadangan negara atau Afghanistan menderita bencana ekonomi.
Taliban mengambil alih Afghanistan dengan serangan kilat, tetapi tampaknya tidak mungkin para militan akan mendapatkan akses cepat ke sebagian besar aset negara senilai US$10 miliar (Rp142,7 triliun) yang dipegang oleh Da Afghanistan Bank (DAB), yang sebagian besar berada di luar negeri, menurut Reuters, 2 September 2021.
Pemerintahan Joe Biden mengatakan aset bank sentral apa pun yang dimiliki pemerintah Afghanistan di Amerika Serikat tidak akan diberikan untuk Taliban, dan IMF mengatakan Afghanistan tidak akan memiliki akses ke pemberi pinjaman.
Shah Mehrabi, seorang profesor ekonomi di Montgomery College di Maryland dan anggota dewan bank sentral Afghanistan sejak 2002, mengatakan kepada Reuters pada Rabu, Afghanistan menghadapi krisis ekonomi dan kemanusiaan yang tak terhindarkan jika cadangan internasionalnya tetap dibekukan.
Mehrabi menekankan dia tidak berbicara atas nama Taliban tetapi meminta ini dalam kapasitasnya sebagai anggota dewan. Dia mengatakan berencana bertemu dengan anggota parlemen AS minggu ini, dan berharap untuk segera berbicara dengan pejabat Departemen Keuangan AS.
“Jika komunitas internasional ingin mencegah keruntuhan ekonomi, salah satu caranya adalah dengan mengizinkan Afghanistan memperoleh akses terbatas dan terpantau ke cadangannya,” katanya.
“Tidak memiliki akses akan mencekik ekonomi Afghanistan, dan secara langsung merugikan rakyat Afghanistan, dengan keluarga yang semakin terjerumus ke dalam kemiskinan.”
Mehrabi mengusulkan agar Amerika Serikat mengizinkan pemerintah baru di Kabul dengan jumlah akses terbatas setiap bulan, mungkin dalam kisaran US$100 juta hingga US$125 juta (Rp1,4 miliar hingga Rp1,7 miliar) sebagai permulaan, yang akan dipantau oleh auditor independen.
“Pemerintahan Biden harus bernegosiasi dengan Taliban mengenai uang itu dengan cara yang sama seperti mereka merundingkan evakuasi,” katanya.
Jika aset tetap sepenuhnya dibekukan, maka inflasi akan terus melonjak, warga Afghanistan tidak akan mampu membeli kebutuhan dasar, dan bank sentral akan kehilangan alat utamanya untuk melakukan kebijakan moneter, katanya.
Taliban dapat bertahan hidup melalui bea cukai, meningkatkan produksi opium, atau menjual peralatan militer Amerika yang disita, tetapi setiap hari warga Afghanistan akan menderita dan hanya bergantung pada bantuan internasional jika negara itu tidak memiliki akses ke mata uang, ujar Mehrabi.
Setelah hampir 20 tahun intervensi Amerika, ekonomi Afghanistan sangat bergantung pada dolar, dan impor yang sebagian besar harus dibeli dengan mata uang asing, katanya.
Dengan cadangan luar negeri yang dibekukan Da Afghanistan Bank tidak bisa bekerja maksimal, yang sejauh ini diizinkan untuk melanjutkan pekerjaannya di bawah Taliban, kata Mehrabi, menekankan bank sentral hanya sebatas institusi non-politik berdasarkan teknokrasi.
“Pekerjaan mereka di sana tidak didasarkan pada siapa yang berkuasa,” katanya, mencatat bahwa dia belum berhubungan secara pribadi dengan perwakilan Taliban, tetapi setiap hari berhubungan dengan rekan-rekan yang menjalankan operasi di sana sekarang.
Ajmal Ahmady, yang memimpin bank sentral hingga perebutan Kabul, mengatakan sekitar US$7 miliar (Rp99,9 triliun) aset DAB disimpan sebagai campuran uang tunai, emas, obligasi, dan investasi lain di Federal Reserve AS.
Sebagian besar sisanya ada di rekening internasional lainnya dan di Bank for International Settlements, bank untuk bank sentral yang berbasis di Swiss, dan tidak secara fisik di brankas DAB, katanya, menyisakan sekitar 0,2% atau kurang dari total yang dapat diakses oleh Taliban.