PORTALJABAR – Pada 16 Agustus 2021, Bidang PTKP HmI Komisariat (P) PEB UPI mengadakan diskusi terbuka dengan tema “Problematika UKT : Jadi insan akademis, kok bayar?”, Dengan diadakan diskusi ini karena melihat kondisi mahasiswa hari ini masih berteriak terhadap kebijakan UKT yang tidak kunjung menemukan titik terang untuk mahasiswa.
Kegiatan ini dihadiri oleh para Ketua Umum HmI seruang lingkup UPI yang menjadi narasumber pada diskusi tersebut.
Melihat kondisi saat ini yang mendesak setiap sektor kehidupan, khususnya krisis ekonomi yang dialami Masyarakat berdampak kepada segala segmentasi. Krisis tersebut mengakibatkan depresi mendadak bagi kehidupan masyarakat, tak terkecuali bagi yang berada di dalam institusi pendidikan.
Keadaan seperti ini juga diperburuk oleh kebijakan-kebijakan komersialisasi pendidikan yang amat terasa dampaknya. Sebagaimana saat ini, beban biaya pendidikan yang dibebankan kepada masyarakat punya efek yang signifikan terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH) yang dilegitimasi dalam UU PT akhirnya mencari opsi lain demi mempertahankan stabilitas legal formalnya di tengah kondisi ekonomi masyarakat secara umum mengalami perubahan yang drastis. Kebijakan pemberian bantuan yang diberikan UPI sejak penerapan sistem UKT ini tak lebih dari bantuan sementara yang dirasa tidak membantu menyelesaikan permasalahan secara konkret, contohnya adalah penangguhan yang selalu menjadi senjata pamungkas kebijakan UPI dalam menangani masalah ini yang setiap tahun direspon oleh mahasiswa UPI yang bergerak untuk menuntut bantuan biaya dan mempertanyakan kebijakan UPI.
Melihat kondisi tersebut, Ketua Umum HmI Korkom UPI Muhammad Zeinny berpendapat “Kita harus mampu mendesak pemangku kebijakan UPI untuk memberikan bantuan secara khusus karena PTN-BH mempunyai hak untuk menstimulus serta menyelaraskan segala bentuk kebijakan yang pada akhirnya dapat direspon positif oleh mahasiswa”.
Selanjutnya Ketua Umum HmI Komisariat PIPS UPI Rizqi Prajab mengatakan “Banyak persoalan carut marut perihal UKT karena melihat kondisi persoalan tidak kunjung tuntas, apakah memang rektorat ini bersikap apatis terhadap mahasiswa atau mahasiswa yang tidak konsisten dalam menyuarakan isu UKT.
Adapun hal lainnya ada beberapa faktor kawan-kawan mahasiswa mudah sekali luntur secara independensi etisnya, harapannya harus ada kejelasan subsidi yang mampu membantu persoalan UKT ini”.
Ketua Umum HmI Komisariat Jiwaraga Zidan Syamsul Alam “Pendidikan merupakan suatu kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia karena bagaimanapun kebesaran bangsa terukur dari kualitas manusianya, Kita selaku mahasiswa harus tegas dalam keadaan seperti ini serta menentukan sikap untuk berpihak pada apa yang seharusnya kita perjuangkan bersama karena melihat UPI yang sudah tidak taat pada yuridis karena menghilangkan dua opsi pembebasan UKT serta perubahan golongan.”
Ketua Umum HmI Komisariat (P) PEB UPI Raihan M Akmal berpendapat “Kebijakan perihal UKT di kampus tidak sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita luhur bangsa mengingat dalam Alinea ke-4 pembukaan undang-undang dasar yang tertulis memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Melihat kondisi seperti ini, seharusnya kampus bersikap lebih bijak dalam memberikan suatu pernyataan yang pada akhirnya menjadi suatu kebermanfaatan dan mendapat respon positif dari elemen mahasiswa”.
Ketua Umum HmI Komisariat PTK UPI Gani Gunawan pun mengatakan “Tidak ada bedanya kebijakan kampus yang signifikan pada masa pandemi maupun keadaan normal, mungkin yang menjadi suatu pembeda hanya ada dalam diskon, itupun bukan menjadi penyelesaian persoalan dari apa yang diinginkan mahasiswa.
Karena saya melihat pendidikan hari ini dijadikan sebagai komoditas yang pada akhirnya menjadi ladang untuk mencari keuntungan sepihak.”
Sebagai kesimpulan dari forum tersebut adalah :
1. Mengajak seluruh elemen mahasiswa untuk sama-sama membicarakan serta mengawal suatu permasalahan UKT yang tiap tahun tidak terselesaikan baik organisasi mahasiswa internal maupun eksternal
2. Adanya suatu kolaborasi dan bentuk keselarasan dalam gerak yang pada akhirnya dapat diakomodir oleh pihak rektorat