PORTAL JABAR,-Sekitar 1000 tahun yang lalu Imam Ghazali menulis tentang istilah Nafs, Qalb, dan Aql ternyata sedikit ulama yang secara mendalam tentang perbedaan di antaranya. 1000 tahun kemudian, Jane Idelman Smith dan Yvonne Yazbeck Haddad menuliskan sebagian ajaran eksatologi yang lebih populer telah gagal untuk membedakan perbedaan di antara istilah tersebut. Sebagian analis kontemporer kurang memahami bagaimana memahami fireah kemanusiaan tersebut sehingga lebih sering mempertukarkan atau menyamakan makna di antaranya.
Kemudian hal tersebut menyebabkan kerancuan pemahaman terkait istilah tersebut oleh kalangan umat Islam tidak bergerak, tidak berkembang dan dengan kebingungan yang sama. Seperti doa saat berduka “semoga arwah diterima di sisi-Nya” padahal satu orang hanya memiliki satu ruh, dan arwah merupakan bentuk jamak dari ruh. Dan pemahaman ini sudah menjadi pemahaman umum orang-orang yang masih belum berubah. Jadi, permasalahan tersebut dipicu karena kita mengalami pengetahuan tentang manusia tanpa menyadarinya.
Platon menyebut Psyhe dalam bahasa Yunani memiliki arti kupu-kupu. Bahwa yang namanya jiwa adalah wujud terpisah dari tubuh atau jasad. Jiwa ada sebelum tubuh, dan akan tetap abadi setelah tubuh hancur. Platon mengatakan dengan eksplisit. Bahwa manusia ketika dikendalikan oleh tubuhnya ia hanya dikendalikan oleh hasrat material (dalam konsep Islam adalah syahwat tapi bukan seks dalam Qs. Al-Imron ayat 14). Syahwat adalah kesukaan terhadap material seperti sawah, ladang, binatang ternak, unta, anak-anak. kemudian ada hawa nafsu seperti marah, dengki, dendam, kesombongan. Manusia itu seperti kupu-kupu, seperti ulat yang merusak memakan daun, makan buah membuat rusak. Maka harus belajar Filsafat yaitu ilmu untuk belajar mati sebelum mati agar jiwa bisa terlepas dari tubuh oleh syahwat dan hawa nafsu. Jiwa menempel karena hal itu. Jiwa itu tidak jauh dari ilusi bentukan syaraf dan otak.
Kenapa terjadi seperti itu? Pada abad 18 terdapat patahan di mana realitas itu dipandang Flamm. Ada satu pandangan atau prinsip dunia memandang satu hal yang sama bahwa realitas itu bertingkat-tingkat. Itu pandangannya. Mereka belum mengenal internet tapi di mana pun kita mencari ke agama-agama tersebut, tapi memiliki pandangan yang sama.
Dilema yang dirasakan oleh para Psikolog Muslim ketika merumuskan Psikologi Islam, mereka terbentur bahwa Psikologi yang dibahas pandangannya realitas fisikal. Sementara kita sekarang hidup dengan realitas virtual seperti media sosial, internet, hoax. Jadi kita hidup dengan realitas yang satu ke atas yang satu ke bawah. Kita hanya diyakinkan bahwa yang benar itu hanya realitas fisikal.
Manusia yang dibicarakan oleh Al-Ghazali adalah jiwa yang hidup terpisah, abadi, bukan bentukan syaraf dengan otak. Gambaran diri adalah bentuk fisik atau bentukan lingkungan yang mengarahkan kita bertindak sebagai gambaran tersebut. Itu diri, tapi bukan jiwa. Manusia itu kumpulan kepribadian yang berubah-ubah. Kalau dalam QS. Ar-Rum ayat 30 jiwa adalah fitrah yang tidak ada perubahan.
Kemudian, sebenarnya yang digambarkan oleh Al-Ghazali adalah Qs. An-Nur ayat 35. Ayat tersebut memperumpamakan gambaran cahaya Allaah SWT. kalau kita membahas cahaya, maka disitu yang dimaksud bukan sumber cahaya. Dan Cahaya terbentuk dari Misykat atau jasad yaitu sesuatu yang tidak tembus. Kemudian ada Ijazah yaitu jiwa, misbah adalah ruh. Jadi jangan menyamakan nafs dalam Islam dengan Psikis dalam Psikologi modern.
Kemudian dalam Islam yang disebut dengan usia sejati adalah Jiwa. Gambaran Qs. Al-Insan ayat 1:
- Mauthin awwal, ketika kita belum bisa disebut sesuatu.
- Mauthin syahadat, jiwa dipersepsikan jiwa belum ada tubuh, hanya nafs, menandakan bahwa tanpa perlu nafs, jiwa sudah mempunyai akal.
- Mauthin ruh atau Janin – mauthin Dunya, kemudian ruh dan nafs Ruh wadahnya adalah nafs, dan nafs ke dalam tubuh. Kalau tanpa nafs itu binatang.
- Mauthin Barzakh, jiwa masuk setelah kematian.
- Mauthin Mahsyar
- Mauthin Akhirat
- Mauthin Katsib.
Jadi jasad hanya berada pada janin dan mauthin dunya, sementara nafs ada dalam setiap tempat. Jasad dianalogikan sebagai kuda, dan penunggang sebagai nafs yang harus mencari ilham, pemahaman, ilmu, filsafat dan lainnya. Dalam konsep Islam, yang membahas Psikis dalam Psikologi Modern adalah Shadr yang dianalogikan sebagai sebuah lembah yang dapat menampung semua air limpahan dari sekitar sehingga menjadi telaga.
Glosarium
- Al-Ilm Wal idrak, mendekati yang kita kenali sebagai kesadaran dalam konsep Psikologi Modern.
- Hayawan nathiq, manusia sebagai gabungan antara jasad, dengan binatang dan jiwa yang sebahan dengan malaikat (Al-Ghazali). Dalam tasawwuf itu
- Jasmani, Bahan bakunya 100% api, air, angin, udara. Zat kapur, zat besi yang terbentuk di badan kita terbentuk setelah Big Bang. Seperti dari debu bintang, ledakan Big Bang.
- Nafs, disebut juga sebagai jauhar atau substansi dari bentuk material namun tidak terdiri dari unsur-unsur materi. Wujud terpisah dari jasad, dan merupakan inti.
- Aradh, daya dari nafs, berupa motorik dan kognitif. Manusia bisa bergerak, berbicara, berpikir serta mengordinasikan seluruh fungsi tubuh karena ada Sementara binatang tidak ada nafs, hanya ada insting saja.
- Ruh, terbagi dua yaitu ruh hewani,yaitu nyawa. Tanda orang hidup dalam Alquran itu api, seperti nabi Musa yang bertemu api. Contoh ketika kita menyentuh bagian tubuh kita terasa hangat, berarti masih ada api (nyawa) dalam tubuh kita. Sementara Ruh amr, yaitu yang terkait dengan alasan manusia ada di muka bumi.