Penulis : Papid Nur Padilah – 1910631190189 – Universitas Singaperbangsa Karawang
PORTAL JABAR,- Beberapa komunitas virtual terhubung secara geografis, dan dikenal sebagai situs komunitas. Namun, jika seseorang menganggap komunitas hanya memiliki semacam batasan antara anggota dan non-anggotanya, maka komunitas virtual tentu saja adalah komunitas. Komunitas virtual menyerupai komunitas kehidupan nyata dalam arti bahwa keduanya memberikan dukungan, informasi, persahabatan, dan penerimaan antara orang asing. Dengan adanya komunitas virtual banyak sekali manfaat untuk anggotanya seperti memudahkan seseorang untuk berinteraksi, mengobrol dan saling menyapa satu sama lain. Tentu di mana ada manfaat pasti ada dampak negatif dari komunitas virtual itu juga seperti dapat menimbulkan terjadinya konflik antar anggota komunitas.
Penyebab sebagian besar terjadinya konflik ini adalah karena kebebasan berpendapat sehingga setiap anggota satu sama lain ini saling menyerang, contohnya komunitas virtual yang ada di facebook dengan nama grup “no wibu” disana banyak sekali ujaran kebencian tentang orang yang menyukai anime dan malah menjadi grup/komunitas yang saling menyerang satu sama lain.
Singkatnya, konflik yang sering terjadi dikarenakan ketidaktahuan bahwa ada beberapa batasan yang tidak seharusnya dilakukan. Beberapa konflik yang dapat terjadi dalam komunitas virtual disebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
1. Kesalahpahaman memahami pendapat di dalam ruang interaksi virtual
Kesalahpahaman ini dapat berupa perbedaan dalam pemahaman tiap anggota. Perbedaan dalam memahami pesan ini memang terkadang menimbulkan perdebatan antara keduanya, sehingga sering kali berujung pada konflik sosial.
2. Sensitivitas terhadap simbol dan fungsi komunitas
Sensitivitas linguistik adalah kemampuan seseorang merespon negatif penggunaan bahasa anggota lainnya dalam komunitas virtual. Sensitivitas community functions adalah kemampuan seseorang untuk merespon negatif aktivitas yang bertentangan dengan fungsi komunitas virtual. (L Purwanti, 2020)
3. Cyberbullying yang berakhir pada kesenjangan sosial
Menurut Hertz (2008), cyberbullying adalah bentuk penindasan atau kekerasan dengan bentuk mengejek, mengatakan kebohongan, melontarkan kata-kata kasar, menyebarkan rumor maupun melakukan ancaman atau berkomentar agresif yang dilakukan melalui media-media seperti email, chat room, pesan instan, website atau pesan singkat.
4. Postingan isu SARA
Egosentris yang ada di dalam komunitas virtual. Setiap anggota dalam komunitas virtual cenderung menjaga personal branding-nya sehingga terkadang mempertahankan pendapatnya walaupun salah demi menjaga nama baiknya di hadapan anggota yang lainnya. Sikap mempertahankan pendapatnya (egoisme) sering sekali menimbulkan konflik di antara mereka sehingga saling mengujarkan kebencian.
Dampak yang ditimbulkan dari konflik yang ada dalam komunitas virtual, yaitu:
1. Dampak positif yang berimplikasi pada semakin tingginya tingkat solidaritas dari tiap anggota komunitas.
2. Dampak negatif yang berimplikasi pada perubahan kepribadian individu dan kesenjangan dalam komunitas virtual.
Penyelesaian konflik dalam komunitas virtual
Menurut saya penyelesain tersebut dapat dilakukan dengan cara mengkontrol antarpelaku konflik, mediasi, mengeluarkan pelaku dari komunitas virtual untuk sementara waktu hingga melakukan pengalihan, dengan cara mengalihkan pembicaraan atau mengirim gambar-gambar yang mengundang tawa anggota lainnya. Sedangkan cara mencegah timbulnya konflik dalam komunitas virtual adalah pentingnya menjaga etika komunikasi dan sopan santun dari tiap anggota komunitas virtual.
Daftar Pustaka
- https://en.wikipedia.org/wiki/Virtual_community
- http://etheses.iainponorogo.ac.id/11373/
- http://maredasa.blogspot.com/2018/02/cyberbullying-dan-cyberharrasment.html?m=1