PORTALJABAR, JAKARTA – Indonesia ternyata dianugerahi ‘harta karun’ di sektor minyak dan gas bumi (migas). Meski cadangan migas yang ada saat ini terus menurun dan sempat disebut hanya bisa bertahan hingga 9,5 tahun untuk minyak dan 19,9 tahun untuk gas, namun Indonesia juga memiliki ‘harta karun’ di sektor migas yang sama sekali belum tersentuh.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif bahkan menyebut sumber daya ‘harta karun’ migas baru ini bisa diproduksi hingga 800 tahun lamanya.
‘Harta karun’ yang dimaksud ini berupa migas non konvensional yaitu metan hidrat atau gas hidrat. Namun sayangnya, gas hidrat ini sampai saat ini masih belum juga tersentuh.
Oleh karena itu, Arifin pun berharap agar sumber daya migas baru yang tergolong non konvensional ini bisa segera dikembangkan dan bisa menjadi alternatif baru untuk mendukung ketahanan energi nasional di masa mendatang.
“Kita harap ini bisa jadi sumber energi alternatif baru, ini mendukung ketahanan energi 800 tahun ke depan,” ungkapnya dalam webinar, Selasa (08/06/2021).
Lantas, kapan kira-kira pemerintah mulai mengembangkan gas hidrat ini?
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pengembangan gas hidrat ini akan memakan waktu panjang, terlebih karena sampai saat ini belum bisa dikembangkan secara komersial karena masih banyak tantangan dalam pengusahaan gas hidrat ini, terutama dari sisi teknologi dan mahalnya biaya yang dibutuhkan.
Menurutnya, sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa memproduksi metan hidrat ini secara komersial.
“Terdapat tantangan besar dalam pengusahaan metan hidrat yaitu cara untuk memproduksikan metan hidrat. Belum ada teknologi yang bisa menghasilkan metan hidrat secara komersial,” katanya.
Sejauh ini pengembangan gas hidrat baru dilakukan melalui proyek uji coba (pilot project) di Nankai Trough Jepang. Selain Jepang, berdasarkan data Balitbang Kementerian ESDM, uji coba juga pernah dilakukan di sejumlah negara seperti di China, Korea, India, Kanada, Amerika Serikat, dan Rusia.
Sejauh ini mekanisme yang digunakan dalam uji coba produksi tersebut adalah depressurization, stimulasi panas dan injeksi inhibitor.
Selain terkendala teknologi dan biaya, penelitian terkait gas hidrat ini juga masih minim, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.
Dia pun menilai, pengoperasian gas hidrat ini nantinya juga mengandung risiko tinggi, karena selain biaya mahal, ada kendala di mana kondisi gas tidak stabil pada tekanan dan suhu permukaan laut. Alhasil, kondisi ini membuat tantangan eksplorasi serta produksi metan hidrat lepas pantai menjadi sangat besar.
“Sehingga masih sulit untuk dikembangkan sampai saat ini,” ungkapnya.
2.Potensi dan Lokasi Sumber Gas
Berapa Besar Potensi Metan Hidrat?
Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Doddy Abdassah mengatakan, sebagai perbandingan, deposit gas alam mencapai 13.000 triliun kaki kubik (TCF). Sementara deposit gas hidrat di darat saja mencapai 5.000 – 12.000.000 TCF dan di bawah laut 30.000 – 49.000.000 TCF.
Lebih lanjut dia menjelaskan gas hidrat adalah sumber daya hidrokarbon non konvensional terbesar di bumi dan diperkirakan 50% deposit hidrokarbon tersimpan dalam bentuk gas hidrat.
Lokasi Sumber Gas
Tutuka mengatakan, “potensi gas hidrat ada di pinggir-pinggir benua, baik di Eropa, Afrika, Amerika Utara dan Selatan.”
Berdasarkan data Badan Litbang ESDM, dua area diketahui menjadi tempat akumulasi gas hidrat itu yaitu area permafrost di sekitar Kutub Utara dan sea beds di laut dalam.
Namun demikian, Tutuka mengatakan, Indonesia juga punya potensi gas hidrat ini.
Berdasarkan survei di awal tahun 2004, Indonesia berhasil menemukan sumber daya metan hidrat sebesar 850 TCF. Berada di dua lokasi utama yaitu perairan Selatan Sumatera sampai ke arah Barat Laut Jawa (625 TCF) dan di Selat Makassar Sulawesi (233,2 TCF).
Berdasarkan data Balitbang ESDM, PT Pertamina (Persero) bahkan memperkirakan potensi gas hidrat di Indonesia mencapai 3.000 TCF. Namun, besaran nilai ini masih sering diperdebatkan karena belum ada penelitian komprehensif terkait gas hidrat di Indonesia.
Merujuk kepada peta topografi dasar laut Indonesia, banyak sea beds pada area laut dalam Indonesia diperkirakan memiliki akumulasi gas hidrat dengan nilai volumetrik yang sangat besar.
Analisis berdasarkan data seismik menunjukkan bahwa gas hidrat tersebar di daerah lepas pantai Simeuleu, Palung Mentawai, Selat Sunda, Busur Depan Jawa, Lombok Utara, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Aru, Misool, Kumawa, Wigeo, Wokam dan Salawati. Daerah lain yang dianggap memiliki potensi gas hidrat adalah Laut Flores, Teluk Bone, Laut Sawu, Laut Timor, lepas pantai selatan Banggai, Laut Banda, Laut Seram, Laut Maluku, dan lepas pantai utara Papua.