PORTALJABAR,- Tanggal 2 Febuari, media massa memberitakan tentang ribuan bangkai ikan yang mengambang di Sungai Cikaniki.
Matinya ribuan ikan tersebut membuat panik dan takut masyarakat sekitar sungai Cikaniki yang kerap menggunakan air sungai dalam beragam aktifitas sehari hari.
“Banyak dugaan bahkan spekulasi terkait penyebab mati nya ribuan ikan tersebut. Ada yang menduga tercemar limbah pengolahan emas, ada juga yang menduga akibat perubahan cuaca dan bahkan mengutip media massa, aparat penegak hukum justru menduga ada orang yang menggunakan bahan kimia untuk menangkap ikan,” kata Anggota DPR RI Komisi VII
Adian Napitupulu, SH dalam keterangan yang diterim redaksi, Selasa (8/2).
Menurutnya, beragam spekulasi ini hanya bisa dihentikan ketika keluar hasil laboratorium yang memeriksa kandungan kimia apa yang mencemari sungai Cikaniki.
Kemarin, kata dia, hasil penelitian laboratorium sudah keluar dan membuktikan bahwa jenis bahan kimia yang mencemari sungai Cikaniki adalah Sianida.
“Bahan kimia yang sangat berbahaya !! Hasil laboratorium menunjukan bahwa konsentrasi sianida di air sungai tersebut berkisar antara 6,2 ppm hingga 126 ppm atau rata rata ada di angka 49,34 ppm. Sementara Penelitian laboratorium air sungai tersebut di bagian hulu sebesar 3,975 ppm, di bagian tengah 10,6 ppm sementar di hilir 6,625 ppm,” tegas anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.
Adiana mengatakan, angka angka dari hasil laboratorium tersebut menunjukan bahwa pencemaran sianida di air sungai Cikaniki Pongkor jauh melebihi ambang batas air Higiene Sanitasi sesuai Permenkes 32 tahun 2017 yaitu 0,1 mg/L atau 1,0011 ppm.
Selain itu, jauh diatas ambang batas kesehatan air minum sebagaimana di atur dalam Permenkes 492 tahun 2010 yaitu sebesar 0,07 ppm.
“Berdasarkan hasil laboratorium itu terbukti bahwa pencemaran air berada di kisaran 88 kali lipat hingga sekitar 1.800 kali lipat lebih tinggi dari standar aman untuk air minum sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan. Sementara jika air tersebut digunakan utk kebutuhan sehari hari maka ambang batasnya 6 kali lipat hingga 126 kali lipat lebih tinggi dari ambang batas yang diatur dalam PP 82 tahun 2001,” bebernya.
Adiana mengungkapkan pencemaran air sungai Cikaniki dengan kadar sianida yang jauh di atas ambang batas toleransi tersebut sangat membahayakan kehidupan mahkluk hidup di sekitarnya, termasuk manusia.
Penumpukan sianida yang terus menerus dalam tubuh manusia bisa menjelma menjadi berbagai macam penyakit.
“Secara medis, Sianida yang masuk ke tubuh manusia dapat mengakibatkan keracunan yang bisa berdampak mulai dari sakit kepala hingga kesulitan bernafas, gagal jantung, koma bahkan kematian,” ungkap dia.
Ia memertanyakan dari mana asal sianida yang mencemari sungai Cikaniki.
Menurut dia, sianida merupakan komponen kimiawi penting dalam pengolahan emas.
Dengan demikian, tegas dia, maka bisa diduga dengan kuat bahwa pencemaran Sianida di Cikaniki berasal dari pengolahan Emas di Pongkor.
Satu satunya perusahaan emas yang memiliki IUP Emas di Pongkor adalah BUMN Aneka Tambang yang lokasi nya ada di sekitaran sungai Cikaniki Gunung Pongkor, Bogor.
Apakah pencemaran tersebut dilakukan oleh Antam atau ada pihak lain?
Untuk memastikan hal tersebut tentu negara perlu secara serius melakukan penyidikan mendalam.
“Saya berharap agar negara, dalam hal ini instasi terkait antara lain Gakum KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan) Kepolisian, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dan Kementrian kesehatan serta KPK dan Kejaksaan Agung (jika ada indikasi Korupsi) tidak berdiam diri dan segera bertindak untuk menyelidiki serta memberikan sanksi tegas pada para pelaku pencemaran. Bagaimanapun sudah waktunya negara bersikap berani, tegas dan adil untuk melindungi Rakyat, dalam hal ini melindungi Masyarakat di sekitaran IUP Antam. Jangan sampai Rakyat berucap Emas di ambil tapi Racun, Penyakit dan Kerusakan lingkungan di tinggalkan sementara kesejahteraan hanya menjadi khayalan,” tandasnya. (*)