PORTALJABAR – Dunia jurnalisme Indonesia kembali dikejutkan oleh aksi teror yang menyasar media dan jurnalis. Majalah Tempo menjadi target sasaran pengiriman kepala babi pada Kamis (20/3).
Sebuah tindakan yang dianggap sebagai upaya intimidasi terhadap kebebasan pers, terutama kepada jurnalis Francisca Christy Rosana alias Cica.
Tindakan ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Direktur Setara Institut, Halili Hasan, yang menilai kejadian ini sebagai serangan terhadap prinsip demokrasi, kebebasan berekspresi, dan jurnalisme inklusif.
Yang lebih ditiru, kata Halili, adalah tanggapan dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang justru menanggapi santai dengan pernyataan, “Dimasak aja.”
“Pernyataan ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap ancaman terhadap kebebasan pers dan mengabaikan prinsip jurnalisme inklusif yang seharusnya dilindungi oleh pemerintah,” ujar Halili dalam keterangan tertulisnya , Sabujar Halili dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/3).
Menyikapi kejadian ini, Koalisi Jurnalisme Inklusif gabungan organisasi masyarakat sipil dan komunitas jurnalis mengeluarkan sikap tegas.
Aksi pengiriman kepala babi ke Tempo adalah serangan langsung terhadap kebebasan pers dan demokrasi. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas pelaku dan menindak sesuai hukum yang berlaku.
Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penegakan UUD 1945, pemerintah diminta untuk menjamin kebebasan pers dan tidak mengeluarkan pernyataan yang justru melecehkan seperti yang disampaikan Hasan Nasbi.
Mengajak Publik Bersolidaritas
Koalisi mendorong masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas jurnalis untuk bersatu melawan segala bentuk ancaman terhadap kebebasan pers.
Meneguhkan Jurnalisme Inklusif
Media diimbau untuk terus menjalankan jurnalisme inklusif yang memberi ruang bagi suara-suara yang kerap terpinggirkan, sehingga demokrasi dan keadilan sosial tetap terjaga.
Aksi teror terhadap wartawan bukanlah hal baru di Indonesia. Namun, tindakan normalisasi ini akan menjadi pertanda buruk bagi kebebasan masyarakat. Koalisi menegaskan bahwa setiap serangan terhadap media adalah serangan terhadap demokrasi itu sendiri.
Mereka meminta pemerintah dan aparat hukum untuk menangani kasus ini dengan serius agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Demi demokrasi, demi kebenaran, dan demi masa depan Indonesia yang lebih inklusif dan adil,” tegas pernyataan Koalisi Jurnalisme Inklusif.
Kasus ini akan terus diwaspadai, dan diimbau masyarakat untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia. (Ql/Joe)