KOTA BANDUNG,- Terdakwa kasus korupsi pemotongan dana hibah dari Bantuan Keuangan (Bankeu) APBD Pemprov Jabar untuk lembaga keagamaan di Tasikmalaya menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (14/6).
Dalam sidang hari ini, Erwan Irwan terdakwa kasus korupsi pemotongan dana hibah dari Bantuan Keuangan (Bankeu) APBD Pemprov Jabar untuk lembaga keagamaan di Tasikmalaya dituntut 19,5 tahun penjara.
Erwan pun melawan. Erwan menyebut dirinya hanya disuruh untuk melakukan perkara korupsi ini.
Dan uangnya disetorkan kepada seseorang yang diduga Wakil Ketua DPRD Jabar OS
Dalam pembelaannya, Erwan meminta agar OS juga turut diadili karena dia adalah sosok utama yang terlibat dalam kasus korupsi ini.
“Idealnya hukum diciptakan untuk menjamin keadilan setiap masyarakat, tetapi yang saya alami ini seolah memberi stigma kepada saya bahwa saya seolah olah sebagai koruptor, satu-satunya pelaku utama di ruang sidang ini,” kata Erwan menyampaikan pembelaannya.
Erwan mengatakan, sebelumnya memang dia menutupi nama OS untuk tidak mencuat ke permukaan.
Pasalnya, OS kata Erwan, berjanji akan membebaskan dirinya dari jeratan hukum. Akan tetapi, kenyataannya lain.
“Dari awal persidangan saya bungkam, tidak mengungkap yang sebenarnya. Kami bersumpah tidak akan membawa nama OS dalam kasus ini dan OS pun berjanji akan melindungi akan membebaskan saya dari segala pemeriksaan dan tidak akan dijadikan tersangka. Dan saya pun mengiyakan setelah mengucap janji tersebut, tapi buktinya sekarang saya malah seolah olah dijadikan terdakwa, seolah olah saya pelaku utama,” sesalnya.
Erwan menyesali jika memang dirinya terlalu percaya dengan OS. Dirinya meminta hukum adil, meminta OS juga diseret dan juga turut dihukum.
“Salahnya saya terlalu percaya dengan OS. Siapa sebenarnya tokoh penting dibalik dana hibah anggaran APBD Provinsi Jabar tahun 2019-2020. Adalah oleh Soleh sebagai pelaku utama, pemberi perintah, dan semestinya dijadikan tersangka juga,” tegasnya.
Erwan pun tak henti-hentinya mengungkapkan rasa penyesalannya.
Saat persidangan, Erwan mengatakan, bahwa hari ini, Rabu, 14 Juni 2023 adalah ke 175 hari tepat dia berada dalam jeruji besi.
Berada di balik jeruji besi, kata dia, berarti telah hilang kemerdekaan dalam berkehidupan sebagai manusia selama ini.
“Saya kehilangan keluarga, kerabat dan lainnya. Hakekat kebahagiaan saya sekarang ini sungguh telah sirna dengan suram, sepi dan gelap dan sesak. Di dalam tahanan, saya terus merenung, betapa rapuhnya kehidupan saya sebagai manusia tidak pernah terbayangkan sebelumnya, kehidupan saya yang begitu terhormat, tiba tiba dalam sekejap terperosok ke dalam nestapa dan kesulitan,” sesalnya.
Erwan pun kemudian mengatakan bahwa sekarang ini kebahagiaan bersama keluarganya juga terampas.
Dirinya tidak bisa menghadiri kelahiran anaknya yang ke-3 yang lahir pada 28 Desember 2022 lalu.
“Semenjak dijebloskan belum saya adzani,” sesalnya.
Kemudian, sekarang ini seharusnya dia sedang menunaikan ibadah haji. Tapi, pemberangkatan tertunda karena adanya kasus ini.
“Saya harus melaksanakan ibadah haji, tertera 19 juni dengan nomor kloter 67, tapi dengan adanya permasalahan ini hak saya untuk menunaikan ibadah haji yang saya tunggu selama 10 tahun lamanya tertunda untuk sementara,” sesalnya lagi.
Dan dihimpun informasi, sementara Oleh Soleh saat ini sedang menunaikan ibadah haji.
Namun demikian, Erwan tetap menghormati proses persidangan. Atas sejumlah pembelaan yang disampaikannya itu dia memohon kepada majelis hakim agar memberikan putusan seringan-ringannya.
“Saya memohon kepada majelis hakim untuk memberikan vonis kepada saya seringan ringannya, bukan berarti saya ingin dibebaskan secara cuma cuma karena saya juga turut menikmatinya,” ceritanya.
Sementara itu, terdakwa lainnya Risman Suryadin yang hadir secara daring memohon supaya majelis hakim memberikan putusan ringan.
“Saya sudah menikmati dari apa yang sudah saya lakukan. Intinya, saya ingin ada keadilan dan saya meminta agar hukuman untuk saya mohon diringankan Yang Mulia,” singkat Risman.
Seperti diketahui Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tasikmalaya menangani kasus korupsi pemotongan dana hibah yang disalurkan ke lembaga keagamaan di Tasikmalaya senilai Rp 7,5 miliar.
Kasus tersebut mencuat pada Februari 2021, setelah jaksa menemukan dugaan korupsi tersebut yang disalurkan dari Bantuan Provinsi (banprov) Jabar tahun anggaran 2020.
Kedua tersangka hanya lah keroco, pelaksana langsung yang melakukan pemotongan dan mengumpulkan uang dari lembaga yang menerima dana hibah tersebut.
Dua orang terdakwa memotong 50 persen tiap pagu anggaran yang dicairkan ke lembaga tersebut.
Terdakwa Risman merupakan eksekutor tiap lembaga yang melakukan pemotongan. BPK sendiri telah menghitung kerugian negara dari kasus korupsi tersebut sebanyak Rp 7,536 miliar.
Kasus korupsi pemotongan dana hibah di Kabupaten Tasikalaya tersebut terungkap setelah adanya tujuh lembaga pendidikan keagamaan di wilayah Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya menyampaikan adanya pemotongan.
Mereka menyampaikan ke LBH Ansor Nahdlatul Ulama (NU). Tentu saja mereka merasa jadi korban kasus korupsi bansos yang baru saja dicairkan, karena dana yang diterima hanya 50 persen dari pagu anggaran yang diberikan.
Dari situlah terungkap bahwa tidak hanya tujuh lembaga tapi beberapa lembaga lainnya juga mengalami nasib yang sama.
Kejari Tasikmalaya berhasil membongkar 50 lembaga yang menerima hibah dipotong oleh terdakwa. (*)