PORTAL JABAR,- Kelelahan fisik, emosional, dan mental dapat menyerang siapa saja, tidak terkecuali kelelahan akibat stres dan tekanan yang dialami kita sebagai mahasiswa ketika menjalani perkuliahan. Tugas, ujian, dan tuntutan akademik adalah beberapa dari berbagai faktor yang dapat menjadi penyebab dari munculnya kondisi tersebut. Menurut Yang (2004), kondisi ketika seseorang merasa kelelahan secara emosional, cenderung melakukan depersonalisasi, dan rendahnya perasaan prestasi yang diakibatkan oleh stres, beban, atau faktor psikologis lainnya ketika menjalani kegiatan pembelajaran disebut dengan burnout akademik.
Lalu, apakah kondisi tersebut bisa hilang dengan sendirinya?
Hmmm, rupanya burnout tidak bisa hilang secara otomatis dengan sendirinya, guys. Burnout bukanlah masalah sepele yang bisa diatasi dengan istirahat tidur siang sejenak atau refreshing bersama teman ke cafe kesayangan. Burnout merupakan suatu kondisi serius dan kompleks yang membutuhkan perhatian dan tindakan untuk pulih. Namun, tidak perlu khawatir, jika kamu atau teman kamu mengalaminya, tentu ada cara untuk keluar dari lingkaran burnout ini.
Salah satu cara untuk dapat terbebas dari burnout yaitu dengan meningkatkan resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan individu untuk menghadapi dan mengatasi pengalaman yang merugikan (Garrosa & Morenojiménez, 2013). Tugas yang tak ada habisnya, konflik dengan teman kuliah atau di organisasi kampus, kekhawatiran soal nilai, semua tekanan itu bisa diatasi jika kamu memiliki resiliensi yang baik.
Kira-kira apa hubungannya, ya?
Seseorang dengan tingkat resiliensi tinggi pandai mengubah perspektifnya ketika menghadapi masalah, ia mampu mencari solusi kreatif, dan menggunakan sumber daya yang ada untuk menghalau berbagai hambatan atau kesulitan. Jadi, ketika mengalami burnout, kamu bisa—simsalabim!—mengubah tekanan yang ada menjadi peluang. Hal ini sudah dibuktikan, lho! Penelitian yang dilakukan oleh Martinez & Talavera (2019) tentang peran resiliensi terhadap burnout seseorang menunjukkan bahwa aspek-aspek dalam resiliensi ternyata berkorelasi negatif dengan aspek-aspek dalam burnout.
Resiliensi bisa menjadi golden key untuk mengubah keadaan mental yang lemah menjadi mental yang tangguh dan kuat. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengaktifkan resiliensi dan bangkit dari burnout. Tentunya langkah-langkah ini perlu didasari oleh keinginan yang kuat dari diri sendiri agar berhasil menangkal pahitnya burnout.
Mengenali Tanda-Tanda Burnout
Langkah pertama yang penting adalah mengenali tanda-tanda burnout pada diri sendiri. Perhatikan apakah kamu terus-terusan merasa lelah, kehilangan minat atau semangat dalam pekerjaan, atau mengalami perubahan mood yang signifikan. Begitu menyadari tanda-tanda tersebut, kamu bisa mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi burnout.
Kelola Waktu dengan Bijak
Penulis yakin bahwa teman-teman mahasiswa pasti sudah tidak asing dengan istilah manajemen waktu. Manajemen waktu yang efektif adalah kunci untuk mengurangi stres dan mencegah burnout. Buatlah jadwal yang teratur, susun skala prioritas, dan sisihkan waktu untuk istirahat dan kegiatan yang menyenangkan di luar perkuliahan. Mengatur waktu dengan baik membantu menjaga keseimbangan antara belajar dengan refreshing, sekaligus mencegah kelelahan berlebih.
Bangun Dukungan Sosial
Dukungan sosial dari teman, keluarga, atau komunitas mahasiswa sangat berharga dalam mengatasi burnout. Carilah orang-orang yang bisa kamu ajak bicara, mendengarkan, dan memberikan dukungan emosional. Berbagi pengalaman dan mendiskusikan perasaan dapat membantu mengurangi beban pikiran dan memunculkan emosi-emosi positif.
Menemukan Makna dalam Kesulitan yang Dihadapi
Menghadapi tantangan dan hambatan adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan akademik. Melihat pengalaman sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh membantu memperkuat resiliensi. Cari makna dalam setiap pengalaman, temukan pembelajaran yang dapat diperoleh, dan jadikan pengalaman tersebut sebagai batu loncatan menuju pertumbuhan pribadi dan akademik.
Menjaga Kesehatan Mental
Kesehatan mental merupakan aspek penting dalam membangun resiliensi. Jika kamu merasa terbebani oleh stres akademik atau mengalami masalah emosional lain yang serius, jangan ragu untuk mencari bantuan dari tenaga profesional, seperti konselor atau psikolog kampus. Mendapatkan dukungan dan nasihat dari ahli dapat membantu kita mengambil langkah tepat untuk mencegah burnout yang lebih parah.
Tentu bukan hal mudah dan perlu proses yang tidak singkat untuk melakukan semua langkah tersebut. Tapi ingat, nothing is impossible, guys! Dengan niat yang kuat untuk bisa “lepas” dari jeratan burnout, tembok-tembok kesulitan yang ada pasti bisa ditembus. Dengan mengaktifkan resiliensi, kita dapat mengubah persepsi dan menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan mental. Jadikan perjalanan dari burnout ke bangkit sebagai langkah penting dalam menciptakan mental yang tangguh pada diri kita sendiri dan sesama mahasiswa.
PENULIS: Afifah Marsyla Fadhilati
Referensi
- Biremanoe, M. E. (2021). Burnout akademik mahasiswa tingkat akhir. KoPeN: Konferensi Pendidikan Nasional, 3(2), 165-172.
- Redityani, N. L. P. A., & Susilawati, L. K. P. A. (2021). Peran resiliensi dan dukungan sosial terhadap burnout pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal Psikologi Udayana, 8(1), 86-94.