PORTALJABAR – Berikut ini hukum mengganti sholat Jumat dengan Shalat Dzuhur yang diserukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) selama masa Pandemi Covid-19.
Seriuan ini tertuang dalam Fatwa MUI MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19.
Saat kasus Covid-19 kini melonjak lagi, Wakil Ketua Umum Maejlis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengingatkan umat muslim untuk tidak shalat Jumat di masjid jika sedang berada di daerah dengan kasus Covid-19 yang tak terkendali
“Fatwa MUI menyatakan bahwa di daerah yang tingkat penyebaran virus tak terkendali, dalam bahasa pemerintah zona merah, umat Islam disarankan untuk tidak shalat Jumat,” kata Anwar kepada awak media, Jumat (25/6/2021).
Menurutnya, warga bisa mengganti ibadah shalat Jumat dengan shalat Dzuhur di rumah.
“Tapi di daerah yang terkendali, umat Islam dipersilakan shalat Jumat dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ada,” kata Anwar.
Lalu, bagaimana hukumnya mengganti sholat Jumat dengan shalat dzuhur?
Hukum shalat Jumat wajib bagi setiap mukallaf, baligh, aqil, laki-laki, merdeka dan tidak memiliki uzur.
Perintah Shalat Jumat jelas diterangkan dalam Surat Al-Jumu‘ah ayat 9:
“Wahai orang yang beriman, bila diseru shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah menuju zikrullah (shalat Jumat) dan tinggalkan aktivitas jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya,” (Surat Al-Jumu‘ah ayat 9).
Selain ayat Al-Quran, terdapat beberapa hadist yang menjadi landasan shalat Jumat.
“Siapa saja yang meninggalkan tiga kali ibadah shalat Jumat tanpa uzur, niscaya ia ditulis sebagai orang kafir nifaq/munafiq,” (HR At-Thabarani)
Hadits Rasulullah SAW riwayat At-Turmudzi, At-Thabarani, Ad-Daruquthni.
Artinya, “Siapa meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena meremehkan, niscaya Allah menutup hatinya,” (HR At-Turmudzi, At-Thabarani, Ad-Daruquthni).
Adapun uzur yang dapat menggugurkan kewajiban mengikuti shalat Jumat dan kesunnahan menghadiri shalat jamaah adalah sebagai berikut:
1. Hujan yang dapat membasahi pakaiannya.
2. Salju.
3. Dingin baik siang maupun malam.
4. Sakit (berat) yang membuatnya sulit untuk mengikuti shalat Jumat dan shalat jamaah. Sakit ringan seperti flu, pusing, atau sedikit demam tidak termasuk uzur.
5. Kekhawatiran atas gangguan keselamatan jiwanya, kehormatan dirinya, atau harta bendanya.
Seruan Shalat Jumat di Rumah di Kota Pasuruan.
Seluruh ormas Islam dan para tokoh, ulama, kiai, habaib serta tamir masjid Kota Pasuruan mengimbau warga agar menggelar salat Jumat di rumah masing-masing.
Imbauan ini merupakan hasil rapat bersama dengan forum pimpinan daerah yang dihadiri Wali Kota, Kapolres, Komandan Kodim, Wakil Wali Kota serta para ulama dan tamir masjid se Kota Pasuruan, Kamis (8/7) siang.
“Ada empat keputusan yang diambil dalam pertemuan kali ini. Di antarnya imbauan kepada seluruh warga Kota Pasuruan agar salat Jumat di rumah masing-masing,” kata Wali Kota Pasuruan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) usai memimpin rapat bersama para tokoh.
Seruan agar salat Jumat di rumah, kata Gus Ipul juga untuk menindaklanjuti imbauan Menteri Agama serta Fatwa MUI, NU serta Muhammadiyah.
Juga ada edaran dari Gubernur Jawa Timur yang minta meniadakan peribadatan di tempat ibadah.
Empat keputusan yang diambil adalah:
1. Turut serta menyukseskan PPKM Darurat demi kemaslahatan umat
2. Menyerukan kepada warga Kota Pasuruan untuk melaksanakan salat Jumat di rumah masing-masing sebagaimana Fatwa MUI, NU dan Muhammadiyah.
3. Mendukung satgas Covid-19 untuk melakukan penyekatan guna mengurangi mobilitas warga baik yang ke luar kota maupun masuk Kota Pasuruan
4. Hendaknya seruan ini ditindaklanjuti para ulama, kiai dan takmir masjid di lingkungan masing-masing.
Menurut Gus Ipul, seruan ini dikeluarkan mengingat penularan virus covid-19 hingga saat ini masih sangat tinggi.
“Ini fakta yang perlu disikapi bersama agar kita bisa menanggulangi dengan efektif. Kalau dulu pendekatan medis testing tracing dan treatment. Dengan adanya lonjakan di lapangan maka harus ada pembatasan penduduk,” kata Gus Ipul.
Dari fakta di lapangan juga diketahui jika mobilitas warga Kota Pasuruan ternyata masih cukup tinggi. Karenanya perlu penyekatan jalan yang lebih masif lagi.
Lampu-lampu penerangan jalan juga dimatikan di malam hari. Petugas gabungan juga terus melakukan patroli guna menegakkan disiplin.
Sementara itu Ketua PCNU Kota Pasuruan KH Nailur Rohman (Gus Amak) juga minta kepada seluruh umat untuk mematuhi arahan pemerintah agar meniadakan menggelar salat berjamaah di Masjid
“Salat Jumat memang wajib, tapi menjaga kesehatan dan mendukung program pemerintah juga bagian dari anjuran agama. Mari kita salat Jumat di rumah saja,” kata Gus Amak.
Sebagai pengasuh pesantren Salafiyah Kota Pasuruan, Gus Amak juga telah menginstruksikan seluruh santrinya untuk tidak salat Jumat di Masjid Jamik Pasuruan.
Hal yang sama diungkapkan KH Makmur Salim Ketua Dewan Masjid Kota Pasuruan. Dia minta seluruh takmir masjid mengimbau jamaahnya salat Jumat di rumah.
“Sesuai fatwa MUI, NU dan Muhammadiyah jamaah kalau bsa diimbau salat di rumah masing-masing,” ujarnya.
Imbauan di Ponorogo
Terpisah, pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Ponorogo memberikan sejumlah imbauan terkait pelaksanaan Salat Jumat kepada warga Nahdliyyin Ponorogo di masa PPKM mikro darurat.
Menurut Wakil Katib Syuriah PCNU Ponorogo Muqorobin Al-hafidz, jika di daerah tersebut banyak warga yang terpapar dan sangat rawan terjadi penularan Covid-19, maka dianjurkan untuk salat Jumat di rumah.
“Jadi kajian fiqihnya diperbolehkan salat masing-masing di rumah, bisa salat Jumat bisa salat Dhuhur,” kata Muqorobin, Jumat (9/7/2021).
Jika anggota keluarga di rumah tersebut lebih dari 3-5 orang maka dianjurkan Salat Jumat tetap dengan dua khutbah yang ringkas.
“Namun kalau tidak bisa ya cukup salat dhuhur,” lanjutnya.
Sedangkan pada wilayah yang dipandang aman dan terhindar dari Covid-19, Salat Jumat bisa dilaksanakan di masjid.
“Tapi hanya untuk lingkungan sekitar dan prokes tetap dilaksanakan secara ketat,” tambah Muqorobin.
Kepada takmir yang masjidnya melaksanakan salat Jumat, Muqorobin meminta untuk memprioritaskan jemaah di lingkungan sekitar saja.
“Khutbahnya singkat, wiridnya dikurangi, intinya jangan terlalu lama berkumpul,” tambahnya.
Muqorobin yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Peribadatan Masjid Nahdlatul Ulama Ponorogo mengatakan Masjid NU Ponorogo juga tetap melaksanakan salat Jumat.
“Dengan berbagai pertimbangan dan masukan, Masjid NU Ponorogo tetap melaksanakan Salat Jumat tapi juga hanya untuk warga sekitar,” ucap Muqorobin.
Warga sekitar yang dimaksud adalah jemaah yang biasa salat rawatib berjamaah di Masjid NU Ponorogo.
“Prokes kita patuhi, kita semprot disinfektan secara berkala. Kuota dikurangi dan dibatasi hanya warga sekitar yang biasa jamaah karena ini posisinya PPKM darurat,” pungkasnya.
Sumber: SURYA.co.id