PORTAL JABAR,-Hidup adalah serangkaian perjalanan dengan lika-liku cerita terkandung didalamnya. Tidak ada satupun pengalaman dalam hidup yang berjalan mulus tanpa hambatan apapun. Manusia diciptakan untuk membuat kebaikan di muka bumi meskipun dalam ukuran kecil sekalipun. Proses perjalanan kehidupan akan terasa berat apabila kita selalu dipenuhi oleh serangkaian emosi negative dan sikap pesimis dalam melewati rintangan yang dihadapi. Tidak jarang rasa syukur pun menjadi hal yang berat dan sulit dilakukan. Bersyukur terhadap sesuatu hal sederhana yang kita raih merupakan bentuk upaya penghargaan dalam diri.
Setiap orang memiliki makna hidup dengan berbagai macam definisinya tersendiri. Hidup dapat dimaknai sebagai sebuah persinggahan untuk kemudian sampai di titik akhir keabadian. Tentunya, untuk mencapai keabadian tersebut, kita
dituntut utuk memiliki perbekalan yang cukup atau bahkan lebih. Bahwasanya hakikat manusia yang hidup di dunia memiliki empat fase diantaranya yaitu Pertama, kematian sebelum kita dihidupkan dan diberi amanah untuk beribadah. Fase kedua yaitu kehidupan yang sedang kita jalani saat ini. Pada fase kedua ini kita dituntut untuk mencari sebuah perbekalan yang akan dibawa menuju keabadian. Fase ketiga yaitu kematian setelah kita hidup. Pada fase ini, semua manusia akan diperlihatkan kedudukannya di kehidupan selanjutnya. Fase terakhir yaitu kehidupan setelah kita melewati kematian, maka inilah akhir dari perjalanan setiap manusia sekaligus menjadi hari pembalasan.
Menjalani kehidupan di muka bumi tidak akan pernah terasa cukup apabila tidak teriring rasa syukur didalamnya. Rasa syukur atau gratitude menurut Seligman dan Peterson (2004) adalah sebuah kedamaian yang dirasakan seseorang tatkala dirinya mendapatkan kejadian yang menciptakan pengalaman damai. Perilaku syukur terbentuk sebagai bagian dari rasa terima kasih atas apa yang telah dicapai.
Sajian Syukur, pada titik ini rasa syukur selalu menyajikan kebahagiaan bagi individu yang merasakannya. Contoh saja pengalaman hidup seseorang yang
pernah terlibat dalam lingkungan pergaulan bebas membuatnya berpikir bahwa selalu ada alasan dibalik sikap seseorang, entah perilaku yang dimunculkan bersifat baik atau buruk. Berkaca dari pengalaman hidup seperti itu, individu mampu menarik kesimpulan bahwa hidupnya masih diberikan limpahan anugerah oleh Yang Maha Kuasa sehingga hadirnya sense of abundance yakni kondisi individu merasa bahwa hidupnya tidak kekurangan satu apapun dan telah menerima lebih dari apa yang diterimanya. Kesadaran bahwa setiap pengalaman hidup manusia itu berbeda, sepatutnya kita tidak boleh memberikan penghakiman atas hidup yang dialami oleh orang lain tanpa melihat pada diri sendiri dengan kurangnya rasa syukur. Pada hakikatnya manusia diibaratkan seperti bayi-bayi asing ditubuh negara dan agama. Hanya sebatas butiran pasir kecil yang entah kapan akan terbawa ombak sampai dasar lautan, atau akan tetap bertebaran di pantai ketabahan milik Sang Pencipta.
Syukur kehidupan, gaya hidup syukur berangkat dari sebuah pengertian bahwa pada hari ini, hari sebelumnya dan hari-hari yang akan kita tempuh telah Tuhan berikan nikmat yang jumlahnya tak terhitung, seperti petikan ayat Al-Qur’an yaitu “laa tuhshuuha”. Tentulah kita sebagai hamba dituntut untuk senantiasa
bersyukur atas segala nikmat-Nya, maka pengaplikasian rasa syukur adalah dengan kita menerima segala sesuatu yang telah di berikan dan ditetapkan atas kita. Contohnya adalah sekadar bersyukur memiliki keluarga yang penuh perhatian sehingga kita hidup dalam lingkungan yang memiliki energi positif terhadap perilaku kita.
Cinta kasih yang kita dapatkan dari lingkungan sekitar merupakan rezeki berlimpah dalam bentuk bukan materi. Cinta adalah bentuk emosi manusia yang terdalam dan penuh harapan (Stenberg, 1988). Emmons & McCullough (2004) menyebutkan tiga hal yang harus kita pahami dari kebersyukuran yaitu cara menilai dan menghargai secara positif orang lain dengan perasaan cinta (A Warm Sense of Appreciation). Mengutip dari Master dkk, (1992), bahwa seseorang bisa memberikan rasa cinta kepada makanan favorit, olahraga kesukaan, seperti selayaknya cinta pada keluarga, kerabat, peliharaan, hingga Tuhan.
Berbagai hal kecil mampu dicintai oleh manusia karena rasa cinta sejatinya hadir secara permanen dalam diri setiap individu. Berawal dari rasa cinta yang sederhana mampu menghantarkan pada rasa syukur dan nikmat atas kehidupan yang dimiliki.
Harmoni Syukur, hujan mampu menghadirkan rasa syukur dan harapan dalam diri setiap individu. Kebersyukuran yang mutlak serta harapan akan kehidupan yang penuh akan anugerah yang mengalir deras seperti turunnya hujan. Harapan bagi Snyder adalah sebuah kondisi di mana motivasi yang positif mengarahkan keberhasilan yang bersumber dari agency dan pathways. Individu perlu bermimpi karena sebagai sumber inspirasi dan motivasi yang dapat memengaruhi perilaku individu dalam mencapai tujuan dan meraih kesuksesan. Manusia hanya mampu sebatas mengharmonikan syukur di kaki takdir paling rahasia dengan sisa senyum milik Tuhan. Hingga tepat di jiwa kepasrahan seseorang bertepuk sebelah tangan ditemani tasbih semesta yang kian menggema.
Penulis: Moch Dzikri Fathin
REFERENSI
- Lopez, S. J., & Snyder, C. R. (2003). Positive Psychological Assessment: A Handbook of Models and Measures. American Psychological Association.
- Emmons, R. A., & McCullough, M. (2004). The Psychology of Gratitude. Oxford University Press.
- Takdir, M. (2017). Kekuatan Terapi Syukur dalam Membentuk Pribadi yang Altruis: Perspektif Psikologi Qurani dan Psikologi Positif. Jurnal Studia Insania.