Penulis: Claristiana Sagita Andani – 1910631190070 – ilmu Komunikasi – Universitas Singaperbangsa Karawang
PORTAL JABAR,- Di zaman serba digital saat ini, internet menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Apalagi di tengah masa pandemi COVID-19 saat ini yang mewajibkan masyarakat untuk melakukan segala aktivitas hariannya seperti bekerja, bersekolah, hingga bersosialisasi dari rumah. Perkembangan teknologi seperti internet dan media sosial yang kita gunakan sebagai perantara untuk berkomunikasi satu sama lain ini memang terbukti memudahkan untuk beraktivitas, namun tak jarang bagai pisau bermata dua, juga bisa berbahaya apabila kita tidak bijak dalam menggunakannya.
Kejahatan di internet atau akrab disebut cybercrime (kejahatan siber) menjadi suatu permasalahan baru di era digital masa kini. Sebut saja phishing (pengelabuan), penipuan online, peretasan situs dan email pribadi, hingga pemerasan online adalah beberapa jenis cybercrime yang sudah tak asing di telinga, bahkan bisa saja kita atau orang terdekat pernah menjadi korban. Namun, pernahkah anda mendengar istilah sextortion?
Sextortion, berasal dari gabungan dua kata ‘sexual’ (seksual) dan ‘extortion’ (pemerasan) merupakan salah satu jenis tindak kriminal pemerasan online. Dalam Cambridge Dictionary, sextortion adalah suatu praktik kejahatan yang memaksa seseorang melakukan sesuatu yang bersifat seksual, dimana si pelaku akan mengancam menyebarluaskan foto-foto pribadi atau informasi seksual korban. Singkatnya, sextortion merupakan tindakan eksploitasi seksual oleh pelaku yang menyalahgunakan kekuasaan atau otoritas yang dimiliki untuk memaksakan tindakan, gambar, atau video seksual dari korban.
Dilansir dari medcom.id, berdasarkan survei Transparency International 2020, kasus sextortion di Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia. Sungguh mengkhawatirkan, sebanyak 18 persen warga Indonesia mengaku mengalami atau mengetahui kasus sextortion di sekitarnya. Maria Ulfa Anshori, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan kekhawatirannya akan kenaifan anak-anak dan remaja dalam beinteraksi di media sosial saat diwawancarai pada Maret 2021 lalu.
Menurutnya, kurangnya pengetahuan akan teknologi menghadirkan dimensi kekerasan seksual online, sehingga kasus serupa terus bermunculan dan meningkat pesat.
Setidaknya ada delapan jenis bentuk kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang tercatat di Komnas Perempuan, yakni cyber grooming (pendekatan untuk memperdaya), cyber harassment (pelecehan online), hacking (peretasan), illegal content (konten ilegal), infringement of privacy (pelanggaran privasi), malicious distribution (ancaman distribusi foto/video pribadi), online deflamation (pencemaran nama baik), dan online recruitment (rekrutmen online). Untuk sextortion sendiri, terdapat 940 kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan sepanjang 2020, meningkat pesat dari tahun sebelumnya sebanyak 241 kasus.
1. Berdasarkan riset Association for Progressive Communication (APC), ada tiga tipe orang yang paling rentan mengalami KBGO, yaitu Seseorang yang terlibat dalam hubungan inti
2. Profesional yang sering terlibat dalam ekspresi publik, seperti aktor, musisi, jurnalis, dan sebagainya
3. Penyintas dan korban penyerangan fisik.
Dilansir awaskbgo.id, berikut adalah beberapa bentuk kejahatan sextortion, antara lain :
1. Penyebaran atau distribusi konten intim non-konsensual dengan memanfaatkan teknologi digital, seperti melalui kiriman di aplikasi chat, pengiriman email, postingan di media sosial, dan sebagainya.
2. Ancaman penyebaran konten intim non-konsensual untuk memaksa atau mengintimidasi korban melakukan hal-hal yang tidak diinginkan korban.
3. Produksi konten intim dilakukan secara non-konsensual. Misalnya direkam secara diam-diam, dengan paksaan, ataupun dengan memanfaatkan AI seperti deepfake.
4. Pencurian konten intim milik korban yang diduplikasi secara diam-diam oleh pelaku, atau diambil setelah meretas akun pribadi milik korban.
Lantas, apa yang dapat dilakukan saat menjadi korban sextortion? Jangan panik, lakukan langkah-langkah berikut.
1. Dokumentasikan semua hal yang terjadi pada diri Anda
Bila memungkinkan, kumpulkan semua bukti sextortion yang dihadapi, misalnya screenshot percakapan dengan pelaku yang menunjukkan kalimat ancaman, kumpulkan tautan postingan atau akun media sosial yang digunakan pelaku dalam melakukan aksinya.
2. Putuskan komunikasi dengan pelaku
Sesegera mungkin tutup semua jalur komunikasi dengan pelaku untuk menghindari ancaman terus menerus serta mengurangi tingkat kecemasan, seperti blokir akun pelaku, deaktivasi akun digital untuk sementara, atau menghapus akun secara permanen. Bila tidak memungkinkan untuk memutus komunikasi dengan pelaku, jangan menuruti permintaan pelaku dengan mengulur waktu hingga dapat bantuan.
3. Melakukan pemetaan resiko
Bertujuan untuk mengetahui kebutuhan utama sehingga bisa mengupayakan berbagai hal untuk antisipasi lebih lanjut. Contohnya seperti apa kekhawatiran utama dalam penyebaran konten intim ini, apa saja informasi yang dimiliki pelaku, apakah didalam konten intim yang dimiliki pelaku menunjukkan wajah atau identifikasi diri yang jelas.
4. Melaporkan ke platform digital
Laporkan akun dan postingan yang dibuat pelaku di platform dimana kejahatannya berlangsung untuk mencegah konten intim tersebar lebih luas.
Jangan lupa untuk segera mencari bantuan. Daftar penyedia layanan dan bantuan pendampingan bisa dilihat di tautan berikut : https://s.id/penyedia-layanan .
Ingat, bijaklah dalam menggunakan teknologi jangan sampai membahayakan diri sendiri dan orang terdekat. Apabila anda terjebak menjadi korban pemerasan seksual online, jangan panik, ikuti langkah-langkah yang telah disebutkan diatas, dan segera cari banpendampingantuan agar anda mendapatkan bantuan yang memadai serta para pelaku bisa segera mendapat ganjarannya sehingga kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Daftar Pustaka
- SAFEnet. (2019). Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online: Sebuah Panduan. Southeast Asia Freedom of Expression Network, 20. https://id.safenet.or.id/wp-content/uploads/2019/11/Panduan-KBGO-v2.pdf
- Kusuma, E. (2020). (Diamcam) konten Intim Disebar) Aku Harus Bagaimana ? Panduan Sigap Hadapi Penyebaran Konten Intim Non Konsensual. South East Asia Freedom of Expression Network. https://awaskbgo.id/wp-content/uploads/2020/11/Panduan-NCII-1-v2.pdf
- Puspahadini, M. (2021, August 26). Survei Pemerasan Seksual di Indonesia Mengkhawatirkan: Nomor 1 dari 17 Negara Asia – Medcom.id. https://www.medcom.id/nasional/hukum/ob3eyoyK-survei-pemerasan-seksual-di-indonesia-mengkhawatirkan-nomor-1-dari-17-negara-asia
- Pradipta, K. A. (2021, June 29). Korban Ancaman Sextortion? Ikuti Langkah-Langkah Ini – Grafis Tempo.co. https://grafis.tempo.co/read/2718/korban-ancaman-sextortion-ikuti-langkah-langkah-ini