PENULIS : MAGDALENA TIUR ROMIDA SAGALA (1910631190093)
PORTAL JABAR,- Media sosial merupakan sebuah media online yang memudahkan para penggunanya untuk berbagi informasi dan melakukan komunikasi. Menurut Van Dijk dalam Nasrullah (2015), media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktifitas maupun berkolaborasi. Karena itu media social dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebuah ikatan sosial.
Sosial media mengalami perkembangan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Di tahun 2002, Friendster menjadi media sosial yang paling digemari. Lalu pada tahun 2003 hingga saat ini, mulai bermunculan media sosial yang memiliki keunggulan dan karakternya masing-masing, seperti LinkedIn, MySpace, Facebook, Twitter, Instagram, Google, Line, dan masih banyak lagi. Karena keunggulan dan karakternya masing-masing, penggunanya memakai platform tersebut sesuai kebutuhan atau keinginan memperoleh informasi yang mereka anggap cocok.
Penggunaan sosial media dalam melakukan gerakan aktivisme sudah menjadi hal yang biasa dijumpai, hal ini dikarenakan media sosial lebih mudah dan penyebaran informasinya sangat cepat. Peran aktivis di media sosial meliputi penyebaran pesan kampanye, di mana aktivisme mereka didefinisikan sebagai proses dimana sekelompok orang memberi tekanan pada organisasi atau institusi lain untuk mengubah kebijakan, praktik, atau kondisi yang ditemukan aktivis.
Di era industri 4.0 media sosial menjadi salah satu cara masyarakat berkomunikasi, bentuk – bentuk interaksi antar masyarakat pun muncul. Salah satu bentuk interaksi baru yang lahir dari media sosial adalah tagar atau hashtags (#). Hashtag alias pound sign alias tanda pagar merupakan salah satu fitur yang dimiliki Twitter, yang dirilis pada Agustus 2007.
Penggunaan tagar ini dapat ditemukan di beberapa platform media sosial seperti Twitter dan Instagram. Ia digunakan untuk memudahkan para pengguna Twitter mengikuti suatu perbincangan dengan tema tertentu dan juga, mengklasifikasikan pesan. Karena kemudahannya dalam mengakses sebuah berita atau informasi, masyarakat bisa juga berkontribusi dalam bentuk dukungan. Salah satu caranya yaitu lewat media sosial yang memberi kesempatan individu secara mudah, cepat, dan tanpa biaya melakukan “click” sebagai bukti dukungan mereka terhadap suatu isu. Fenomena ini kemudian disebut sebagai clicktivism.
“Kemauan menunjukkan perilaku secara relatif, untuk menunjukkan bukti dukungan (symbolic action) melalui sebuah aktivitas online (click) dari suatu gerakan sosial, yang disertai dengan kurangnya kemauan untuk melakukan pengorbanan yang berarti dalam membuat suatu perubahan sosial” (Davis dan Morozov dalam Kristofferson, White, Peloza, 2011).
Ramainya aksi aktivisme yang dipicu kemudahan komunikasi dan informasi pada masa kini tentu menjadi kemajuan tersendiri di bidang sosial dan teknologi informasi. Hal ini secara tidak langsung telah membawa perubahan baru sekaligus memberi dampak positif dan negatif pada proses pelaksanaan aktivisme itu sendiri. Lewat media sosial, aksi aktivisme cenderung lebih berpeluang untuk mengajak lebih banyak massa untuk berbicara, mendengar, dan tersadar tanpa adanya batas ruang. Aksi aktivisme pada era ini juga relatif lebih mudah mendapatkan perhatian dari otoritas lokal. Contohnya, dibuktikan dengan beberapa kasus misalnya petisi online dari change.org atau tagar #EarthDay dan #lindungikeluargatercinta yang baru-baru ini kebanjiran dukungan di media sosial.
Salah satu aktivis yaitu Najwa Shihab juga turut menggerakkan kampanye melalui media sosial. Karena virus Covid-19 yang sudah merebak dari tahun 2020 dan sebagai pencegahan penularan, pemerintah akhirnya memberlakukan social distancing atau pembatasan jarak jauh. Najwa Shihab pun akhirnya mengampanyekan gerakan #dirumahsaja baik di media sosial instagram ataupun twitter. Hal ini dilakukan karena Najwa percaya bahwa dengan adanya kampanye #dirumahsaja masyarakat menjadi lebih menjaga diri dan memberlakukan protokol kesehatan yang sudah dianjurkan oleh pemerintah.
Penggunaan tagar dalam mengampanyekan sesuatu membuat masyarakat menjadi lebih mudah dalam mendapat informasi terbaru dan terpercaya. Hal ini juga dibantu dengan aktivitas slactivism yaitu dengan menyukai dan me-retweet pesan yang informatif. Dengan banyaknya respon masyarakat yang mengantisipasi adanya penyebaran virus Covid-19 merupakan bukti bahwa penggunaan tagar merupakan hal yang efektif untuk melakukan gerakan aktivis sosial.
Daftar Pustaka
- Misran,, Arissy J. S., Achmad Nurmandi. 2021. Penggunaan Media Sosial Dalam Penyebaran Narasi Hak Asasi Manusia Di Indonesia. https://govsci.fisip-unmul.ac.id/site/index.php/govsci/article/download/21/23
- Nasrullah, Rulli. 2015. Media Sosial; Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
- Raissa, Nadia, dan Irwansyah. 2021. Aktivis Media Sosial Sebagai Penggagas Tagar : Najwa Shihab Galakkan Social Distancing Lewat #dirumahaja. https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom/article/download/8306/pdf
- https://kavling10.com/2021/05/media-sosial-ajang-aktivisme-pribumi-digital/
PENULIS : MAGDALENA TIUR ROMIDA SAGALA (1910631190093)